Satu Islam Untuk Semua

Saturday, 16 July 2022

Menyikapi Dunia sebagai Tempat Singgah Sementara


islamindonesia.id – Ada yang mengibaratkan dunia tak lebih dari tanaman yang tumbuh subur di musim hujan, yang tidak seberapa lama kemudian layu dan mengering di musim kemarau. Dan akhirnya bak anai-anai yang beterbangan ditiup angin. Sungguh, betapa cepatnya tanaman itu binasa.

Gambaran ini sesuai dengan firman Allah SWT, “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS. Al-Hadîd:20)

Begitulah hakikat dunia sebagai tempat singgah sementara, bukan negeri keabadian. Jika kita memanfaatkan dunia dan menyibukkannya dengan ketaatan kepada Allah, maka kita akan memetik hasilnya di akhirat kelak. Adapun jika kita menyibukkannya dengan syahwat, maka kita akan merugi, baik di dunia, apalagi di akhirat.

Hal ini sebagaimana firman Allah, “Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.” (QS. Al-Hajj:11)

Orang-orang yang menyibukkan dunia dengan sesuatu yang akan bermanfaat untuknya kelak di sisi Allah, mereka adalah orang-orang yang beruntung, baik di dunia dan di akhirat. Dia beruntung di dunia karena menyibukkan diri dalam amal kebaikan. Demikian pula, dia beruntung di akhirat karena telah membekali diri dengan berbagai amal salih.

Allah berfirman, “Maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdaya kamu.” (QS. Luqman:33)

Dalam ayat ini, Allah SWT melarang kita untuk teperdaya dengan kehidupan dunia. Sehingga sia-sialah waktu kita, terluput dari berbagai amal salih.

Namun demikian bukan berarti seorang Muslim tidak boleh memanfaatkan apa yang ada di dunia ini sama sekali. Akan tetapi, hendaknya dia manfaatkan ini semua untuk membantu ketaatan kepada Allah. Karena Allah menciptakan dunia ini dan apa yang ada di dalamnya untuk hamba-hamba-Nya yang beriman, sebagaimana firman-Nya, “Katakanlah, ‘Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik?’ Katakanlah, ‘Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat’.” (QS. Al-A’raf:32)

“Dan dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) dari-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berpikir.” (QS. Al-Jatsiyah:13)

Namun, sekali lagi, bukan berarti kita mesti disibukkan dengan kehidupan dunia dan lalai dengan kehidupan akhirat. Bahkan maksudnya, sibukkanlah diri di dunia ini dengan niat untuk menolong dalam ketaatan kepada Allah.

Barangsiapa yang memanfaatkan dunia ini dan menyibukkannya untuk kebaikan dan maslahat agama dan dunianya, merekalah orang-orang yang beruntung.

Akan tetapi, barangsiapa yang sibuk dengan dunia dan menjadikan dunia itu sendiri sebagai tujuan dan hasratnya, mereka ini sebagaimana firman Allah, “Allah meluaskan rezeki dan menyempitkannya bagi siapa yang dia kehendaki. Mereka bergembira dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit).” (QS. Ar-Ra’du:26)

Oleh karena itu, dunia ini dicela bukan semata-mata karena dunia itu sendiri, akan tetapi dicela karena kesalahan kita dalam memanfaatkannya. Sebagaimana pisau, bisa digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat. Namun, bisa juga digunakan untuk hal-hal yang merusak, seperti berbuat kejahatan. Demikianlah perumpamaan dunia, yaitu bagaimana kita memanfaatkannya.

Sebagaimana kata ahli ilmu, “Dunia adalah ladang akhirat. Surga itu dibangun dengan zikir, tasbih, tahlil, takbir, ditumbuhkan pohon-pohonnya dengan amal ketaatan. Semua ini menunjukkan bahwa dunia ini hanyalah ladang, tempat bercocok tanam untuk kehidupan akhirat.”

Jika mengetahui hakikat dunia, seorang Muslim yang berakal pasti akan memilih sesuatu yang baik bukan yang buruk, mengutamakan kebahagiaan yang bersifat abadi daripada kebahagiaan sejenak. Kalaulah direnungi dunia dan segala isinya ini, manusia pasti akan sadar dan yakin bahwa dunia dan segala isinya ini hanya bersifat sementara, tidak kekal. Kebahagiaan dan kesedihan di dunia juga bersifat sementara.

Bertolak belakang dengan kebahagiaan atau kesedihan di akhirat yang semua bersifat abadi. Maka alangkah ruginya, orang yang hanya mengejar materi dan kesenangan semu di dunia, karena tidak lama lagi itu semua akan berakhir dengan kematian.

EH/Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *