Satu Islam Untuk Semua

Friday, 14 July 2023

Menjaga Kesimbangan Antara Ketakutan dan Harapan


islamindonesia.id – Seekor kuda bisa berlari kencang, bila terus dipecut. Dia lari lebih kencang lagi, bila yang dituju adalah sebuah padang rumput.

Kuda itu merasa takut, bila tidak berlari kencang, ia akan mendapat pecutan lebih banyak lagi. Dan ketika tahu, bahwa yang dituju adalah padang rumput, dia lebih mengencangkan lagi larinya, dengan harapan bisa lebih cepat sampai di tujuan.

Ilustrasi sifat seperti kuda ini, terdapat pula dalam diri manusia. Hal itu dapat kita lihat dalam Al-Qur’an, saat Allah Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana, selalu menggandengkan ayat-ayat yang berisi ancaman siksa, dengan ayat-ayat yang berisi janji pahala. Ayat-ayat yang mengabarkan tentang Nar (neraka), digandengkan dengan ayat-ayat yang menerangkan tentang Jannah (surga). Kisah orang-orang yang durhaka di zaman dahulu, digandengkan dengan kisah orang-orang yang taat kepada-Nya, dst.

Di antara sekian ayat yang menjelaskan penggandengan dua hal yang berlawanan itu adalah firman Allah “Yang Mengampuni dosa dan Menerima taubat lagi keras hukuman-Nya; Yang mempunyai karunia. Tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Hanya kepada-Nyalah kembali (semua makhluk).” (QS. Al-Mu’min:3)

Itu karena pada diri manusia ada kecenderungan baik, yang merupakan fitrah manusia, ada pula kecenderungan jelek, akibat dorongan nafsu dan bisikan setan.

Untuk memberi motivasi manusia, agar berbuat baik sesuai ajaran Allah, maka Allah mengarahkan kecenderugan baik dengan janji-janji yang baik (pahala). Dan mengendalikan kecenderungan jelek, dengan ancaman-ancaman (siksa)-Nya.

Kesempurnaan ibadah seorang hamba akan tercapai bila harapan terhadap pahala dari Allah dan perasaan takut akan siksa-Nya, berjalan seimbang tidak berat sebelah. Ibarat sebuah tiang yang ditarik oleh dua utas tali, sebelah kiri dan kanannya. Tiang itu akan tegak bila tarikan kedua tali itu sama kuatnya. Bila salah satunya lebih kuat, maka miringlah tiang itu.

Begitu pula seorang hamba. Bila rasa takutnya terhadap siksa Allah, lebih kuat dari harapannya atas pahala Allah, maka dia akan merasa terkungkung dengan kesalahan-kesalahannya, membuat dia lupa bahwa Allah membuka pintu taubat baginya, kapan saja ia menyadari kesalahannya.

Sebaliknya, bila harapannya akan kebaikan dan kemurahan Allah lebih kuat dari rasa takut terhadap siksa-Nya, maka dia akan menganggap remeh setiap kesalahan yang ia lakukan.

Sebagian ulama berkata: “Yang beribadah kepada Allah karena takut saja, adalah orang khawarij. Dan yang beribadah karena berharap saja, adalah orang murjiah.”

Orang-orang khawarij adalah, orang-orang yang beranggapan bahwa, dosa sekecil apa pun, akan merusak iman seseorang, atau menjadikannya kafir.

Asal mula orang-orang khawarij adalah, orang-orang yang keluar dari pasukan Ali bin Abi Thalib, yang tidak menyetujuinya berdamai dengan pasukan Mu’awiyah, pada saat perang Shiffin. Mereka menganggap orang yang berbuat salah atau maksiat, telah kufur kepada Allah. Dari itu, mereka menganggap Ali telah kufur, karena menerima tawaran damai dari Mu’awiyah, yang juga mereka anggap telah kufur, karena tidak mau tunduk kepada Ali, sebagai khalifah yang sah. Akhirnya, mereka merencanakan pembunuhan terhadap Ali dan Mu’awiyah, juga ‘Amr bin ‘Ash. Namun hanya Ali yang bisa mereka bunuh.

Sedangkan orang-orang Murjiah adalah, orang-orang yang mempunyai keyakinan, bahwa bila seseorang telah beriman (menyatakan iman), maka apapun maksiat atau kesalahan yang dilakukannya, tidaklah mengurangi keimanannya. Seberat apa pun kesalahan yang dilakukannya itu.

Lalu bagaimana seorang Mukmin mesti bersikap?

Seorang Mukmin yang benar adalah, yang bisa menggabungkan perasaan takut dan harapan. Dengan satu keyakinan bahwa, iman bukan hanya angan-angan, tapi harus diwujudkan dalam kehidupan. Iman itu bertambah kuat, bila terus ditempa dengan amal shaleh dan ketaatan. Dan menjadi lemah, bila dinodai dengan maksiat dan perbuatan salah.

Berbekal seimbangnya rasa takut dan harapan, dibarengi dengan perasaan cinta (mahabbah) kepada Allah, maka setiap Mukmin akan menemukan kelezatan dan merasakan kenikmatan dari setiap ibadah yang dilaksanakan.

EH/Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *