Satu Islam Untuk Semua

Thursday, 17 December 2020

Memperingati 747 Tahun Kematian Jalaluddin Rumi, Inilah Syair yang Diucapkannya Menjelang Kematiannya


islamindonesia.id – Memperingati 747 Tahun Kematian Jalaluddin Rumi, Inilah Syair yang Diucapkannya Menjelang Kematiannya

Pada 17 Desember 1273, Jalaluddin Rumi, seorang sufi mistik ternama, wafat. Bukannya ketakutan, dia malah merayakan momen ini sebagai misteri  tentang waktu, cinta, kematian, dan esensi kehidupan yang mendalam.

Dia menulis, “Setiap manusia akan merasakan kematian, tetapi sangat sedikit yang akan merasakan kehidupan.”

Pada tahun 2007, UNESCO bahkan pernah memperingati 800 tahun hari kelahiran Rumi. Berabad-abad setelah kematiannya, kata-katanya tidak hanya menginspirasi tetapi juga memulihkan. Inilah mengapa tulisannya menjadi sangat penting di masa-masa yang sulit saat ini.

Setiap tahun, setiap tanggal 17 Desember, para pencinta Rumi memperingati kematiannya dengan acara yang disebut Arus Syeb-i, yang berarti “Malam Pengantin”, atau malam pertemuan dengan yang Tercinta.

Setiap tahun, hari ini diperingati sebagai malam pertemuan Rumi dengan Kekasihnya. Tepat sebelum kematiannya, Rumi melafalkan salah satu syairnya yang paling inspiratif. Inilah isi syairnya:

Saat aku mati; saat kerandaku dibawa keluar

jangan pernah kau pikir aku merindukan dunia ini.

Janganlah meneteskan air mata, jangan meratapi, atau menyesal. Aku tidak akan jatuh ke dalam sarang makhluk yang mengerikan.

Ketika engkau melihat jenazahku diusung,

janganlah menangis karena kepergianku.

Aku bukan pergi; Aku sampai kepada Cinta Yang Abadi.

Ketika engkau meninggalkanku di dalam kuburan, janganlah mengucapkan selamat tinggal.

Ingat, kuburan hanyalah tirai bagi Surga yang berada di baliknya.

Engkau hanya akan melihatku (seperti yang) diturunkan ke kuburan, sekarang, lihatlah aku bangkit.

Bagaimana bisa ada akhir? Saat matahari terbenam

atau bulan tenggelam, ini terlihat seperti akhir,

ini terlihat seperti matahari yang terbenam, tetapi kenyataannya, ini adalah fajar.

Saat kuburan mengurungmu, saat itulah jiwamu terbebaskan.

Pernahkah engkau melihat benih yang jatuh ke bumi tidak menumbuhkan kehidupan baru?

Mengapa engkau meragukan bangkitnya benih yang bernama manusia?

Ketika, untuk terakhir kalinya, engkau menutup mulutmu,

kata-kata dan jiwamu akan menjadi milik dunia yang tanpa ruang, tanpa waktu.

PH/IslamIndonesia/Sumber artikel: The Quint

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *