Satu Islam Untuk Semua

Thursday, 31 March 2022

Memetik Hikmah Penciptaan Air untuk Kehidupan Manusia


islamindonesia.id – Mahabesar Allah SWT yang telah menciptakan air, sebab ini adalah zat yang menjadi sumber kehidupan. Tanpa air tak ada satu pun makhluk yang bisa hidup di dunia maupun di langit.

Allah berfirman, “Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi dahulunya menyatu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya; dan bahwa Kami jadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air; maka mengapa mereka tidak beriman?” (QS. Al-Anbiya’:30)

Dikutip dari buku Pintar Sains dalam Alquran (halaman 513-518) karya Dr. Nadiah Thayyarah, ayat ini dianggap sebagai salah satu mukjizat ilmiah terbesar dalam Alquran. Sebab, ayat ini menegaskan bahwa semua makhluk hidup tersusun dari air. Jadi, sendi kehidupan manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan adalah air.

Air adalah satu-satunya perantara yang mengandung mineral-mineral dan zat-zat makanan yang dibutuhkan oleh makhluk hidup. Kalau bukan karena air, niscaya tak ada kehidupan di permukaan bumi.

Allah menyebut kata ma’ (air) dalam Alquran sebanyak 33 kali dalam bentuk nakirah dan 16 kali dalam bentuk ma’rifah.

Allah memberikan anugerah kepada orang-orang yang beriman dengan menurunkan kepada mereka air yang menjadi sendi kehidupan mereka. Dia berfirman, “Dialah yang telah menurunkan air (hujan) dari langit untuk kamu; sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya (menyuburkan) tumbuhan, dan padanya kamu menggembalakan ternakmu. Dengan (air hujan) itu Dia menumbuhkan untuk kamu tanam-tanaman, zaitun, kurma, anggur, dan segala macam buah-buahan. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berpikir.” (QS. An-Nahl:10-11)

Allah pun menyematkan pada air sifat mubarak, yang artinya ‘banyak memberi berkah’. Dia berfirman, “Dan, dari langit Kami turunkan air yang banyak memberi berkah, lalu Kami tumbuhkan dengan (air) itu pepohonan yang rindang dan biji-bijian yang dapat dipanen.” (QS. Qaf:9)

Allah menyebutkan bahwa penurunan air dari langit dan penghidupan bumi setelah sebelumnya tanpa kehidupan adalah suatu bukti dan tanda atas eksistensi Allah dan keesaan-Nya. Allah berfirman, “Sesungguhnya, pada penciptaan langit dan bumi, pergantian malam dan siang, kapal yang berlayar di laut dengan (muatan) yang bermanfaat bagi manusia, apa yang diturunkan Allah dari langit berupa air, lalu dengan itu dihidupkan-Nya bumi setelah mati (kering), dan Dia tebarkan di dalamnya bermacam-macam binatang, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, (semua itu) sungguh, merupakan tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang mengerti.” (QS. Al-Baqarah:164)

Nah, begitulah seperti dinyatakan dalam Alquran, air dihadirkan Allah dalam kehidupan manusia sebagai rezeki (QS. Al Baqarah [2]:22). Namun, air tidak sekadar rezeki, ia pun menjadi ayat kauniyah, tanda kebesaran-Nya, yang perlu dibaca agar kita mampu memetik hikmahnya (QS. Adz Dzariyat [51]:20-21).

Ada sejumlah hikmah yang dapat dipelajari dari penciptaan air. Apa saja?

Pertama, air itu menghidupi. Allah SWT berfirman, “Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup.” (QS. Al Anbiya’ [21]:30).

Air menumbuhkan tanaman, menyuburkan tanah, bahkan mengalirkan oksigen dalam darah manusia. Di mana pun air berada, ia bermanfaat. Manusia pun selayaknya demikian.

Rasulullah s.a.w bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia yang lain.” (HR Ahmad)

Kedua, ia bergerak tanpa henti. Karena jika ia diam, pasti kotor dan keruh. Imam Syafii berkata, “Saya lihat air yang diam cenderung menyebabkannya kotor. Bila dia mengalir, ia menjadi bersih. Dan bila tidak mengalir, ia tidak akan jernih. Ini ibarat singa bila tidak meninggalkan sarangnya, dia tidak akan pernah memakan mangsanya. Dan anak panah bila tidak terlepas dari busurnya, tidak akan pernah mengenai sasarannya.”

Orang yang tidak memiliki aktivitas atau pekerjaan, pikiran dan hatinya kemungkinan besar akan keruh dan kotor. Akibatnya, mata dan hatinya melihat secara negatif segala sesuatunya (su’uzhan).

Ketiga, air tak pernah bisa dipecah, atau dihancurkan. Bahkan, ia akan menenggelamkan benda-benda keras yang menghantamnya dan menghanyutkan. Ia hanya akan pecah saat ia mengeras, membeku. Inilah karakter dasar air, yakni mencair, mudah meresap, menguap, dan kembali turun untuk menyejukkan.

Karakter cair ini berguna jika seseorang menghadapi masalah. Karena bila kita bersikap mengeras, membatu, maka kita mudah pecah, stres, gampang dilempar ke sana-sini, dan seterusnya dalam menghadapi samudera kehidupan.

Ketiga, air berpasrah diri (Islam) secara total pada tatanan (kosmos) alam. Ia mengalir dari tempat tinggi ke arah yang lebih rendah. Ia menguap bila terkena panas, membeku jika tersentuh dingin, meresap di tanah, menguap ke awan, dan turun sebagai hujan. Ia kemudian menyatu di lautan raya, berpencar di sungai, kali, dan selokan.

Air mengikuti harmoni alam (sunnatullah) yang digariskan Allah SWT. Harmoni alam itu tunduk dan patuh pada prinsip keseimbangan dan keadilan (QS. Ar Rahman [55]:7). Jika kesimbangan dirusak maka air pun protes. Air berhak atas tempat resapan. Jika tidak ada tempat resapan, air akan terus mencari tempat yang paling rendah.

Jika tak ada tempat yang tepat sebagai resapannya maka terjadilah banjir. Banjir merupakan bentuk protes air karena tempat resapan serta jalan kembali ke lautan raya, tergusur oleh kerakusan dan keserakahan tangan manusia (QS. Ar Rum [30]:41).

Nah, sudahkah kita memiliki karakter seperti air, yang berpasrah, tunduk, dan patuh secara total kepada Allah SWT? Sudahkah kita memelihara tatanan kehidupan secara adil dalam keseharian kita?

EH/Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *