Satu Islam Untuk Semua

Thursday, 16 March 2023

Kisah Nasruddin Hoja dan Keluhan ‘Rumah Sesak’ Tetangganya yang Banyak Anak


islamindonesia.id – Alkisah, Nasruddin Hoja tinggal di sebuah perkampungan yang padat. Salah satu penduduknya adalah sebuah keluarga dengan banyak anak. Padahal mereka tinggal di rumah yang sempit sehingga mereka tinggal berdesakan di dalamnya.

Suatu haru, tetangga itu menemui Nasruddin dan berkata: “Nasruddin, kau ini orang pandai. Saya mau minta tolong. Begini, seperti yang kamu lihat, rumah kami sangat kecil. Sedangkan saya hidup bersama istri, enam orang anak, bapak saya sendiri yang sudah tua, dan ibu mertua saya. Rumah itu jadi sesak, dan kami tidak pernah sama sekali merasakan kebahagiaan tinggal di rumah itu.”

Nasruddin lalu bertanya: “Kamu punya kambing?”

Tetangga itu menjawab: “Tidak.”

Nasruddin kemudian menyuruhnya membeli seekor kambing dan disuruh memelirahanya di dalam rumah.

Tetangga tadi tercengang, “Rumah kami saja sudah sesak, bagaimana bisa ada seekor kambing di dalam rumah?!”

Nasruddin malah memelototinya balik, “Kamu mau aku menolongmu apa tidak?”

Tetangga tadi pun akhirnya mengiyakan.

Seminggu kemudian, orang itu datang ke rumah Nasruddin lagi. Nasruddin langsung bertanya: “Kamu sudah jadi beli kambing apa belum?”

Orang tadi menjawab: “Sudah.”

“Lalu, kamu sudah bahagia sekarang?” tanya Nasruddin.

“Jelas tidak! Rumah kami lebih sesak dari sebelumnya. Dan kami semua tambah merasa sengsara!” sergah tetangga itu kepada Nasruddin.

Nasruddin disergah seperti itu, malah menyuruhnya lagi untuk membeli enam ekor ayam dan kembali, dipelihara di dalam rumah lagi. Tetangga itu, lagi-lagi kalah di depan Nasruddin dan menuruti permintaannya.

Seminggu kemudian, Nasruddin kembali bertanya lagi kepadanya, apakah si tetangga sudah bahagia atau belum.

Tetangga itu tambah pusing. Saat ini sudah diisi oleh anggota keluarga yang banyak, malah ada ayam dan kambing pula di dalam rumah.

Nasruddin dicurhati seperti itu, malah meminta tetangganya itu untuk membeli seekor biri-biri dan kembali, dipelihara di dalam rumah. Tetangga itu, lucunya, menuruti omongan Nasruddin lagi.

Minggu berikutnya, tetangga itu merasa frustasi dengan ide-ide Nasruddin. “Rumah kami benar-benar seperti neraka sekarang! Ada hewan dan orang kacau-balau dalam rumah itu.”

Nasruddin malah tersenyum mendengar kepusingan tetangganya itu. “Oke, pulanglah sekarang dan jual biri-biri itu.”

Minggu depannya lagi, orang itu datang menemui Nasruddin dan wajahnya terlihat lebih cerah. Ia lalu mengatakan, “Aah, rumah kami agak lega sedikit, barangkali karena biri-biri itu sudah tidak lagi.”

Nasruddin kembali mendukungnya, “Bagus… bagus! Sekarang pulanglah dan jual semua ayam-ayamnya!”

Seminggu kemudian, tetangga itu datang dengan wajah yang lebih sumringah lagi. “Ayam-ayam itu sudah tidak ada. Jadi suasana rumah lebih terasa lebih nyaman lagi.”

Nasruddin pun senang, katanya, “Sekarang jual kambingmu!”

Minggu berikutnya, orang itu jauh terlihat lebih bahagia lagi. Katanya tegas: “Rumah kami bagaikan istana sekarang. Nasruddin, kami semua berbahagia hidup di dalamnya. Kau telah membantu kami sebaik-baiknya, Nasruddin.”

Hikmah: lewat caranya memecahkan masalah yang semula seolah tak masuk akal, Nasruddin sebenarnya ingin mengajarkan satu pelajaran berharga kepada tetangganya agar si tetangga mampu bersyukur dengan kondisinya, betapapun tampak berat dan memusingkan pada awalnya, namun kemudian sadar bahwa sebenarnya kondisi “hidup sesak bersama keluarga” itu sungguh layak membuatnya bahagia.

EH/Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *