Satu Islam Untuk Semua

Tuesday, 24 January 2023

Kisah Abu Nawas, Baginda Raja dan Lelaki Super Pelit


islamindonesia.id – Alkisah, ada seorang laki-laki yang sangat pelit. Ia selalu memikirkan cara terbaik agar tidak terlihat memiliki banyak harta, sehingga orang-orang di sekitarnya tak akan meminta apa pun darinya meskipun sedikit.

Hingga pada suatu hari ia berkeliling ke desa-desa tetangga. Di pemberhentian terakhir, dia menemukan desa yang semua penduduknya suka menolong dan dermawan. Lalu laki-laki pelit ini berpura-pura menjadi orang yang sangat miskin, tujuannya agar para penduduk desa iba kepadanya.

Tanpa menaruh curiga, warga pun memberikan santunan banyak sekali, mulai makanan, uang, hingga baju. Kesempatan ini lalu ia manfaatkan untuk menimbun harta dan kekayaan.

“Kalau begini caranya, aku bisa kaya tanpa harus bekerja,” pikir si laki-laki pelit itu kegirangan.

Akhirnya laki-laki pelit ini memutuskan menjadi pengemis. Setiap hari yang ia lakukan mendatangi rumah-rumah warga untuk meminta-minta. Dikarenakan baju yang dia pakai compang-camping, tentu membuat para warga simpati dan kasihan.

Hasil yang ia dapatkan dari mengemis cukup fantastis. Tapi akibat seringnya berbohong untuk mendapat bantuan, akhirnya kedok si laki-laki pelit itu ketahuan oleh salah satu penduduk desa.

Kala itu ada seorang warga yang tidak sengaja melewati rumah laki-laki pelit ini. Dia terlihat memakai baju yang indah, masuk ke rumah sambil membawa harta hasil dari mengemis.

Tak lama kemudian si laki-laki kembali keluar berganti mengenakan pakaian compang-camping. Dia lalu melakukan aksi mengemis ke setiap rumah warga. Ia tidak menyadari bahwa aksinya kali ini sedang dipantau salah satu warga desa.

Kabar tentang kebohongan si laki-laki pelit itu akhirnya beredar di masyarakat. Para penduduk desa kini tidak lagi memedulikannya apabila si laki-laki tersebut datang mengemis.

Para warga terus saja melanjutkan aktivitasnya, dan tak peduli tangisan palsu si laki-laki pengemis. Terlebih lagi saat mereka mengetahui apa yang dilakukan laki-laki itu dengan pemberian susu dan madu dari warga, karena ternyata diam-diam ia menimbunnya dan tak mau sedikit pun berbagi dengan tetangga sebelah.

Tidak hanya menimbun susu dan madu, pria tersebut juga menimbun uang dan harta hasil mengemisnya di dalam tanah di bawah rumahnya. Tujuannya supaya tidak ada seorang pun yang tahu.

Sementara itu di sebuah istana megah, Baginda Raja terlihat sedang mengobrol asyik dengan Abu Nawas.

“Aku dengar kabar katanya di seberang sana ada desa yang hampir semua penduduknya dermawan. Apa betul Abu Nawas?” tanya Baginda Raja di sela-sela obrolannya.

“Hamba sendiri belum tahu pasti Paduka, karena belum pernah ke sana. Tapi yang hamba dengar memang demikian adanya,” sahut Abu Nawas.

Baginda Raja pun menjadi penasaran dan terbesit keinginan untuk meninjau desa tersebut. “Apa perlu hamba temani Paduka?” tanya Abu Nawas.

“Tidak usah. Aku ingin melakukannya sendiri tanpa didampingi siapa pun,” balas Baginda Raja.

Keesokan harinya Baginda Raja segera memulai perjalanan. Ia berangkat dengan pakaian biasa dan tanpa seorang pun yang mendampingi. Tujuannya agar tidak diketahui identitasnya.

Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh, Baginda Raja belum juga menemukan desa tersebut. Nahasnya Baginda Raja lupa membawa bekal makanan dan minuman, sehingga merasa letih dan lemas. Wajahnya menjadi pucat, tubuhnya pun gemetaran karena tidak kuasa menahan haus dan lapar.

Untunglah dari kejauhan Baginda Raja bisa melihat beberapa rumah penduduk. Dengan segera ia mempercepat laju kudanya.

Tidak lama sampailah Baginda Raja di depan rumah si laki-laki pelit itu. Sayangnya baru hendak turun dari kudanya, laki-laki pelit itu justru membentaknya.

“Hei, jangan turun di sini. Aku tidak punya apa-apa, walaupun hanya segelas air putih,” tegasnya.

Baginda Raja pun terkejut mendengarnya. “Katanya desa ini warganya dermawan semua, tapi kenyataannya tidak demikian,” pikir Baginda Raja dalam hati.

Terpaksa ia melanjutkan perjalanan dengan sempoyongan. Dikarenakan tidak kuasa menahan letih serta lapar, Baginda Raja pun terjatuh dan pingsan di tengah jalan.

Saat ia tersadar ternyata sudah terbaring di salah satu rumah warga. Baginda Raja sedang dikerumuni orang-orang yang khawatir dengan kondisinya.

Setelah Baginda Raja siuman, para warga lalu memberinya makan dan minum. “Kau dari mana? Kenapa sampai pingsan?” tanya salah satu warga.

Tapi, Baginda Raja sengaja menutupi jati dirinya. Ia berpura-pura mengaku dari desa seberang yang sedang melakukan perjalanan jauh.

“Kalau kelelahan dan lapar, berhentilah dahulu, mampir dan istirahatlah di salah satu rumah kami. Pasti akan dipersilakan dan diberi makan,” kata para warga.

“Aku sudah sempat berhenti di salah satu rumah warga, tapi malah dibentak dan diusir,” balas Baginda Raja.

Mendengar itu, para warga pun terkejut, karena belum pernah seorang warga pun mengusir orang asing saat meminta bantuan, apalagi dengan kondisi yang sangat kelelahan dan kelaparan.

Setelah ditelusuri ternyata orang yang mengusirnya adalah warga pendatang. Dia adalah pria kikir yang suka mengemis. Para warga pun meminta maaf dan memberi tahu siapa orang yang mengusirnya itu.

Ketika kondisinya sudah pulih benar, Baginda Raja akhirnya meminta izin untuk pamit. Ia pun menyampaikan terima kasih kepada para penduduk yang telah membantunya dengan sangat tulus.

Saat Baginda Raja memacu kudanya, ia terus memikirkan kebaikan hati para warga desa tersebut.

Selang beberapa hari, desa tadi dihebohkan dengan datangnya rombongan pasukan berkuda dari kerajaan. Seakan tidak percaya apa yang mereka lihat, para penduduk desa itu pun berhamburan keluar dari rumahnya.

Tamu mereka kini membawakan sejumlah kuda yang mengangkut banyak makanan dan emas. Lalu dibagikan kepada tiap-tiap penduduk desa. Saking terkejutnya, mereka hanya bengong saat menerima hadiah.

Mereka pun masih bertanya-tanya, siapa orangnya yang telah memberikan hadiah begitu banyak? Setelah semua penduduk mendapatkan bagiannya, Baginda Raja yang berada di posisi paling belakang akhirnya muncul dan memperkenalkan diri.

Ia segera turun dari kuda dan menyalami satu per satu penduduk desa. Seketika itu juga penduduk desa baru mengetahui dia adalah sang penunggang kuda yang tersesat dan kelelahan yang ternyata rajanya sendiri.

Dengan perasaan bahagia dan terharu, Baginda Raja kemudian menyampaikan terima kasih kepada seluruh penduduk desa. Tidak berhenti sampai di situ, Baginda Raja juga mengundang mereka ke istana untuk menghadiri jamuan khusus.

Keesokan harinya para warga desa tersebut datang ke istana memenuhi undangan Baginda Raja. Saat perjamuan berlangsung, Baginda Raja memanjatkan syukur tidak terkira karena masih ada banyak orang dermawan di wilayah yang dipimpin.

Mendengar kebahagiaan Baginda Raja, warga desa yang baik hati itu pun turut berbahagia. Tapi tiba-tiba di tengah-tengah acara, Baginda Raja dikejutkan suara tangisan seseorang yang merengek meminta masuk ke istana.

Dikarenakan penasaran, Baginda Raja meminta pengawalnya untuk mempersilakan orang tersebut masuk dan menyampaikan keluhannya.

Ternyata yang menghadap Baginda Raja adalah laki-laki pelit yang menolak membantunya beberapa waktu lalu. Di hadapan Baginda Raja, ia menangis tersedu-sedu.

“Kenapa Paduka tidak menuju rumah hamba saja? Kenapa Paduka tidak menjadi tamu hamba saja? Andai saja Paduka menjadi tamu hamba, maka hamba juga akan turut diundang dan ikut memperoleh bongkahan emas.”

Si laki-laki kikir ini masih belum juga menyadari bahwa orang yang dibentak dan diusirnya tempo hari adalah Baginda Raja sendiri. Mendengar perkataan si laki-laki pelit, semua orang pun tertawa serta memintanya segera pulang.

Sementara Baginda Raja dan Abu Nawas hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala dan terheran-heran bagaimana bisa seorang yang pelit hidup di tengah-tengah orang-orang yang dermawan.

EH/Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *