Satu Islam Untuk Semua

Monday, 03 January 2022

Jangan ‘Maruk’ Monopoli Kebenaran


islamindonesia.id – Di dalam Alquran surah Al-Hujurat ayat 13, Allah SWT berfirman, “Wahai manusia, sesungguhnya kami telah menciptakan kalian dari laki-laki dan perempuan atau Adam dan Hawa. Dan kami jadikan kalian bersuku-suku, berbangsa-bangsa agar kalian saling mengenal.”

Dalam ayat ini, Allah menjelaskan bahwa sesungguhnya perbedaan itu adalah fitrah. Sehingga, perbedaan tidak perlu dianggap sebagai masalah.

Karena pada dasarnya, Allah menciptakan kita berbeda-beda. Artinya, Allah yang telah menjadikan kita berbeda-beda, Allah yang telah menjadikan kita variatif, dari warna kulit, bahasa, tradisi bahkan anak yang kembar saja pasti ada bedanya.

Jadi, kita tak perlu panik dan tak perlu terlalu lebay menyikapi perbedaan.

Bahkan sebagai sesama umat Muslim saja ada perbedaan antara satu mazhab dan mazhab yang lain.

Nah, yang jadi pertanyaan, bagaimana menyikapi perbedaan seperti ini?

Di dalam Islam, Nabi mengajarkan kita tentang dua bentuk perbedaan, ada perbedaan istilahnya ikhtilaf tanawwu, yakni ‘perbedaan yang sifatnya keragaman atau variatif’ yang artinya dia tidak kontradiktif satu dengan yang lain melainkan justru membuat semakin banyak varian, semakin banyak keragaman sehingga kita bisa melihat keindahan.

Contohnya urusan fikih. Sama-sama salat, yang satu 23 rakaat yang satu lagi 11 rakaat. Kata ulama, cara menghadapi perbedaan jenis ini adalah dengan bersyukur. Ya. Perbedaan juga harus disyukuri. Kedua, saling menghormati. Sebab toleransi dan saling menghargai perbedaan itu penting.

Yang kedua, ada perbedaan namanya i’tillah futuhat yang artinya ‘perbedaan yang kontradiktif’.

Misalnya perbedaan tentang suatu hal dalam agama, yang satu mengatakan ini benar, yang lain mengatakan ini salah. Yang satu mengatakan ini halal, yang lain mengatakan ini haram.

Bagaimana cara menghadapinya? Caranya adalah saling menjelaskan secara argumentatif tapi harus tetap saling menghargai, dengan kembali pada prinsip: lakum diinukum wa liyadin. ‘Kalian dengan agama kalian, kami dengan agama kami. Kalian dengan kepercayaan dan keyakinan kalian, kami dengan keyakinan kami’. Dan yang terpenting, kita tak boleh saling mengganggu.

Secara sederhana, begitulah konsep menyikapi perbedaan yang ada di dalam Islam.

Hanya dengan meneguhkan prinsip semacam itulah, kita akan semakin bisa merayakan perbedaan dan lebih penuh toleransi. Pendek kata: apa pun berbedaannya, kita harus tetap saling dukung sebagai sesama.

Pada waktunya, siapa pun di antara umat Kristiani yang ingin merayakan Hari Natal, silakan memeriahkan dengan leluasa. Pada saatnya tiba bagi kaum Muslimin untuk merayakan Maulid Nabi dan Idulfitri, silakan juga sambut dan gelar dengan penuh sukacita. Jadi, jangan sampai ada saling menyalahkan atau saling hujat di antara kita.

Nah, berkenaan dengan bagaimana cara kita memandang perbedaan, ada trik sederhana sebagaimana disampaikan cendekiawan Muslim Haidar Bagir dalam salah satu cuitannya, terutama agar kita tidak “maruk” atau “kemaruk” alias serakah dalam hal memonopoli kebenaran.

Kelinci atau Bebek?

“Kelinci atau bebek? Inilah yang namanya perbedaan sudut pandang. Berbeda dalam hal ini tak mesti berarti yang satu salah, yang lain benar, atau sebaliknya. Berbeda bisa jadi sama-sama benar. Makanya, jangan maruk memonopoli kebenaran hanya untuk diri/kelompok kita saja…” (@Haidar_Bagir 14.08 31 Des 21)

EH/Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *