Satu Islam Untuk Semua

Monday, 05 November 2018

Hikmah Tawakal dan Prinsip Hidup Sumarah


islamindonesia.id – Hikmah Tawakal dan Prinsip Hidup Sumarah

 

Belum lama ini seorang kawan kehilangan orang yang paling dicintai. Neneknya meninggal dunia setelah sekian lama sakit. Secara manusiawi rasa sedih pun menghinggapi sanubarinya, namun dengan tenang ia mampu mengontrol diri untuk tidak berlarut dalam kesedihan itu.

Ya, teman saya memang orang yang mempunyai prinsip hidup yang kuat selaku orang Jawa, tidak pernah saya melihatnya mengeluhkan bencana yang menghampiri keluarganya. Memang pengalaman hidup yang dihadapinya telah banyak mengajarkan arti hidup “sumarah”, atau berpasrah kepada yang Mahakuasa, Allah Azza Wa Jalla.

Dalam prinsipnya segala sesuatu yang ada di dunia ini sudah berpasang-pasangan, “Ala lan becik iku wis gandhengane, kabeh kuwi saka kersaning Allah (Baik dan buruk itu sudah berpasangan, semua karena kehendak Allah)”.

Bila kita mencermati apa yang menjadi prinsipnya, terasa benar apa yang dikandung dalam prinsip ini, yaitu keharusan seseorang untuk menyadari bahwa nasib baik maupun buruk yang menimpa seseorang adalah kehendak dari Tuhan.

Setiap orang tidak akan mampu mengatur dan menentukan sendiri nasibnya. Bahkan seorang ahli nujum terhebat sekalipun hanya mampu meraba dan menebak tanpa pernah mampu memahami kepastian nasib orang yang sedang diramalnya.

Prinsip dalam filosofi Jawa ini memberikan pelajaran kepada kita bahwa, dalam kehidupan kita akan selalu mengalami dua kenyataan hidup, baik-buruk dan bahagia-duka cita. Tidak ada seorangpun dalam dunia ini ayang akan selalu merasa bahagia ataupun berduka selamanya, karena ketika kebaikan itu ada, keburukan pun ada bersamanya.

Nasib baik dan nasib buruk merupakan hal alamiah yang berada dalam kekuasaan Allah, hak prerogatif-Nya semata. Meskipun demikian prinsip ini tidak mengajarkan keputus-asaan, tetapi mengajarkan bahwa tidak ada yang perlu disesali atas apapun yang menimpa, tugas kita hanya untuk tetap mampu sumarah yaitu berusaha sebaik mungkin dan menyerahkan dengan segenap keyakinan kepada kehendak-Nya.

Hal ini serupa filosofi China yang diajarkan oleh I Ching yang menyatakan, “Kekuatan Illahi sudah mulai bekerja, kekuatan besar yang tidak tertandingi. Berdayakan pula dirimu dan berkaryalah terus-menerus”. Begitulah seharusnya sikap manusia dalam menghadapi takdir. Tidak tinggal diam namun berupaya sekuat tenaga untuk bangkit dari keterpurukan.

Tetapi memang tidak mudah untuk menerapkan prinsip dan nilai nilai filosofi Jawa ini. Dibutuhkan banyak hal dan tantangan sebagai proses pencapaian kekuatan mental agar prinsip ini tertanam dalam sanubari dan secara otomatis melandasi setiap gerak langkah kita dalam menjalani kehidupan di dunia ini.

Karena itulah mencoba untuk tidak meratapi bencana atau keburukan yang terjadi dan berusaha berpikir positif mungkin jauh lebih baik sebagai awal penerapan prinsip Jawa yang adiluhung ini.

Semoga kita mampu menjadi manusia yang senantiasa tawakal dan berpasrah, la hawla wa la quwwata illa billah…

 

EH / Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *