Satu Islam Untuk Semua

Tuesday, 16 August 2016

HIKMAH—Saat Diangkat Jadi Menteri, Bersedihlah!


IslamIndonesia.id—Saat Diangkat Jadi Menteri, Bersedihlah!

 

“Setelah 20 tahun di negeri orang, inilah inshaa Allah saatnya saya pulang, belajar dan mengabdi untuk rakyat Indonesia,” ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Arcandra Tahar mengawali sambutannya di Gedung Kementerian ESDM, Minggu, 14 Agustus 2016 lalu.

“Banyak sekali tantangan yang kita dan saya pelajari. Mulai dari hari pertama saya berada disini sampai hari ini bahkan sampai hari kemarin tidak sedikit tantangan yang saya hadapi. Tapi inshaa Allah dengan dukungan Bapak-Bapak semua, tantangan ini bisa kita hadapi,” lanjut Arcandra.

Arcandra menambahkan, sebagai seorang manusia, menurutnya yang langgeng adalah persahabatan. Sedangkan jabatan, atasan, bawahan itu sama sekali bukan hubungan yang langgeng.

“Untuk itu, mohon kiranya kalau sewaktu-waktu saya mengunjungi Bapak-bapak dan Ibu-ibu, saya hanya manusia biasa. Kita punya alat kontrol yang paling tinggi yakni hati nurani. Gunakan hati nurani Bapak mulai hari ini untuk mengambil keputusan apakah itu baik, atau buruk. Karena hati nurani akan bergetar kalau ada hal-hal yang kurang berkenan Bapak-bapak dan Ibu-ibu lakukan,” jelas Arcandra.

***

Arcandra TaharItulah rangkaian “tausiyah” dan siraman rohani yang disampaikan Menteri ESDM kepada anak buah di jajaran Kementeriannya dua hari yang lalu.

Siapa sangka, bahwa sehari kemudian posisi dan jabatannya sebagai anggota kabinet, mendadak dicopot oleh si pemberi amanat, yakni Presiden Jokowi?

Maka sudah dapat dipastikan bahwa yang bersangkutan tak bakal lagi ikut serta memeriahkan rangkaian HUT Kemerdekaan RI ke 71 di Kementerian ESDM yang meliputi beberapa kegiatan seperti senam poco-poco, pentas vocal group, art performance dari unit-unit di lingkungan Kementerian ESDM. Ancandra juga dipastikan absen dalam lomba mewarnai, makan krupuk dan rebutan kursi raja dan ratu. Begitu juga rangkaian hiburan musik dan ramah tamah, yang mestinya Ancandra berperan sebagai sang “Raja”, andai jabatan Menteri ESDM masih tetap disandangnya.

Namun ibarat kata pepatah, “Mujur tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak”. Begitulah kehidupan di depan kita adalah rahasia Allah, ketika untung maupun malang sering datang tiba-tiba tanpa disangka. Itulah yang membuat kita mesti insyaf dan sadar sepenuhnya bahwa segala sesuatu dalam kehidupan bukanlah kita sebagai manusia yang menentukan.

Sama halnya dengan apa yang terjadi pada diri Arcandra, persis seperti yang juga disampaikan sendiri oleh Arcandra. Bahwa jabatan, posisi atasan dan bawahan itu bukanlah sejenis hubungan yang langgeng. Jika semua itu berawal tanpa diduga, maka tak mustahil hal itupun bakal berakhir sewaktu-waktu tanpa dinyana.

Terlepas dari pro-kontra dan kehebohan yang melatarbelakangi pemberhentian pria asal Padang berkewarganegaraan Amerika ini secara terhormat, faktanya kini Arcandra justru dinobatkan sebagai “Menteri dengan Masa Jabatan Tersingkat”, karena posisi Menteri ESDM itu hanya diembannya terhitung tak lebih dari 20 hari saja. Waktu kurang dari sebulan bagi Arcandra menduduki kursi Menteri, pasca pelantikannya akhir Juli lalu di Istana.

Meski demikian, tentu tak ada kata singkat atau sebutan lama jika terkait pemenuhan kewajiban dalam setiap amanah. Karena tiap amanah, tentu harus siap dipertanggungjawabkan pelaksanaannya secara tuntas, baik kepada si pemberi amanah maupun kepada Pencipta si pemberi dan penerima amanah.

Artinya, jika amanah ditunaikan dengan baik dan benar, maka reward dunia-akhirat layak didapat oleh si pengemban amanah. Namun jika sebaliknya, maka bersiaplah menerima murka-Nya, baik di dunia kini maupun di akhirat nanti. Inilah konsekuensi yang harus diterima dan dijalani.

Dari kasus Arcandra, mungkin ada baiknya kita belajar. Bahwa kabar pengangkatan sebagai pejabat publik setingkat Menteri atau lainnya, sejak mula mesti ditanggapi dengan kesedihan, bahkan tangisan. Bukan dengan cara melonjak-lonjak kegirangan lalu bergegas sujud syukur, seolah sedang ketiban durian runtuh.

Mungkin sudah selayaknya setiap petinggi di negeri ini mulai berhitung dan menimbang matang-matang, sebelum menerima amanah dan jabatan. Apalagi dalam setiap jabatan publik, tergantung “nasib” banyak orang yang mesti menjadi perhatian si pejabat.

Jangan sampai apa yang dilakukannya justru mendatangkan mudharat dan bukannya manfaat. Jangan pula kiranya setiap penerima jabatan itu menyangka, bahwa posisinya bakal aman selamanya. Karena semua diri kita hanyalah pelaku, sementara Tuhan adalah Sang Maha Sutradara Yang Maha Tahu.

Dan puncaknya, jabatan itu dapat menjadi karunia yang layak dinikmati dan disyukuri saat berakhir dengan selamat dan berhasil ditunaikan dengan amanat, bukan saat pertama kali diterima dan datang sebagai ujian. Maka itu, saat pertama kali jabatan itu datang, sudah selayaknya kita bersedih, menangis meminta bantuan Allah agar kita bisa selamat dan berhasil menunaikannya dengan penuh amanat.

 

EH/IslamIndonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *