Satu Islam Untuk Semua

Tuesday, 20 February 2018

HIKMAH – Munajat Al-Harits al-Muhasibi


islamindonesia.id – Munajat Al-Harits al-Muhasibi

 

Al-Harits al-Muhasibi adalah seorang sufi kenamaan yang namanya mulai mencuat kembali setelah beberapa sarjana kontemporer meneliti keterpengaruhan al-Ghazali atas karya-karya al-Muhasibi. Ia lahir pada pertengahan abad ke-2 Hijriyah dan sumber otoritatif sepakat bahwa ia wafat pada tahun 243 H.

Nama lengkapnya adalah Al-Harits bin asad al-Muhasibi. Ia lahir di Bashrah (salah satu kota di Irak) dan tinggal di sana selama beberapa tahun. Kemudian ia pindah ke Baghdad pada usianya yang masih sangat muda.

Kezuhudan al-Harits mulai tercium sedari kecil. Konon ayahnya adalah seorang kaya-raya yang menganut sebuah mazhab teologi dalam Islam. Ayahnya bukan hanya penganut aliran yang pasif, bahkan termasuk salah seorang yang gigih mengkampanyekan pemikiran yang dikembangkan oleh mazhab teologi tersebut. Namun, al-Muhasibi ternyata tidak seperti ayahnya, baik dalam masalah teologi maupun dalam sikapnya terhadap harta.

Singkat kata, al-Muhasibi boleh dibilang terpisah jauh dari kehidupan sang ayah. Hal ini setidaknya tercermin dari salah satu munajat panjang yang dinisbahkan kepadanya sebagai berikut

“Wahai diri, berdoalah, dan merasa malulah kepada-Nya, karena engkau terlalu lama tidak memiliki rasa malu kepada-Nya.

Wahai Tuhanku, siapa lagi yang telah mendengar betapa besar kelemahanku, dan siapa lagi yang telah melihat begitu buruknya derajatku. Maka, hanya kepada-Mu-lah aku mengadu, dan hanya kepada-Mu aku meminta pertolongan, meski yakin bahwa aku tak pantas untuk Engkau beri pertolongan dan Engkau lepaskan dari kepedihanku. Akan tetapi, Engkaulah yang patut memberikan kelapangan kepadaku, dan mengasihi kelemahanku, karena pengetahuanku bahwa tidak ada yang memiliki hak memberikan pertolongan kepadaku selain Engkau, yang amat mendorong keputusasaanku untuk mendapatkan jalan keluar, kecuali dari sisi-Mu.

Harapanku kepada-Mu, agar Engkau mengabulkan doaku dan mengentaskanku dari keterpurukanku. Sehingga, harapanku tidak sia-sia… Dan segerakanlah mewujudkan harapanku, karena keberanianku untuk mengajukan permintaan, tidak lain (karena) apa yang telah Engkau karuniakan kepadaku dengan makrifat tentang keberadaan-Mu yang Agung, rahmat-Mu yang luas dan rasa iba-Mu terhadap orang-orang yang lemah sebelum aku; juga pengetahuan akan orang-orang yang telah Engkau ubah derajatnya, dari beban berat dosa, banyaknya kesalahan-kesalahan, dan perbuatan-perbuatannya yang buruk.

Selamatkanlah aku, wahai Yang Maha menyelamatkan, dan kasihilah aku, wahai Yang Maha Pengasih. Karena aku, pada hari ini, berada dalam kemakmuran pada kehidupan duniaku ini, bersamaan dengan buruknya kelakuanku pada segi keagamaanku.

Padahal telah dekat kepadaku sirnanya kehidupan; keterpurukanku dalam kepedihan yang susul menyusul, bencana yang bertubi-tubi dan kesedihan-kesedihan yang berlipat-lipat, berupa tibanya sang maut dan kesusahannya, dengan kecemasan yang genting apakah yang kelak menimpa padaku adalah maaf dan pengampunan dosa dari-Mu, atau justru kemurkaan atas perbuatan-perbuatan maksiat yang telah kulakukan.

Kemudian persinggahan dalam kubur, dengan himpitan tanah, pertanyaan dari dua malaikat dan masa tinggal yang cukup lama di alam Barzakh. Kemudian dikumpulkan, dan semuanya disingkap.

Jika aku menjumpai-Mu, sementara keadaanku masih tetap seperti ini, maka betapa panjang kesedihanku di dalam kubur, dan betapa mengerikannya hari kebangkitan yang akan kujalani. Kemudian, perasaan yang selalu mencemaskan kalbuku ialah tatkala Engkau tidak segera menyelamatkanku di dunia. Sehingga menggantikan apa saja yang membuat-Mu marah dengan apa saja yang membuat-Mu ridha kepadaku.

Jika penyelamatan dari sisi-Mu atas kecemasan itu tidak aku dapatkan, kebinasaan demi Allah pasti tidak akan pernah putus sampai waktu perjumpaan dengan-Mu, serta kehinaan di Hari Kebangkitan.

Betapa terasingnya diriku pada Hari Kiamat, betapa panjang penyesalan dan keputusasaanku, betapa lamanya tangisanku di Hari Kiamat, dan di dalam neraka ditawan terhalang dari indahnya berada di sisi-Mu dan penglihatan akan kemuliaan-Mu.

Aku begitu berharap meskipun Engkau menangguhkan pertolongan-Mu kepadaku, agar Engkau tidak meninggalkanku karena buruknya kondisi spiritualku, hingga Engkau berbelas menyegerakan jalan keluar dan perubahan kondisiku. Maka, aku memohon kepada-Mu, demi Wajah-Mu yang Maha Mulia, Keperkasaan-Mu atas segala sesuatu, demi Iradah-Mu yang mesti terlaksana dalam semua Yang Engkau kehendaki, demi sifat-Mu Yang Awal yang tidak bermula, dan sifat baqa-Mu yang tak pernah berakhir, agar Engkau membuka tirai yang menyelimutiku dan tidak menyiksaku betapapun besar dosaku, betapapun banyak maksiat yang kulakukan, dan sedikitnya rasa malu yang ada padaku.”

 

EH / Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *