Satu Islam Untuk Semua

Tuesday, 21 May 2019

HIKMAH – Istiqamah


Islamindonesia.id – Istiqamah

Oleh: Abdillah Toha | Pengamat Sosial, Politik dan Keagamaan

Istiqamah artinya teguh, konsisten dalam pendirian, keyakinan, maupun perbuatan. Tidak lemah dan mudah terpengaruh oleh bisikan yang tidak berdasar yang bermaksud mengubah arah keyakinan dan perilaku kita.

Istiqamah yang positif bukan berarti menutup telinga dan akal sehat kita dari mendengarkan pendapat pihak lain. Istiqamah bukan fanatik dan bersikap “pokoknya”. Fanatik adalah sikap ekstrim yang menolak segala jenis masukan yang bisa meluruskan keyakinan atau pemahaman yang keliru demi gengsi, kehormatan diri, atau rasa aman dirinya.

Dengan kata lain, istiqamah dalam menggunakan akal sehat syaratnya adalah keterbukaan terhadap segala kemungkinan. Istiqamah adalah teguh dalam keyakinan tentang sesuatu sampai kita diyakinkan sebaliknya.

Dalam agama Islam istiqamah sering dihubungkan dengan ibadah dan keyakinan tentang keesaan Tuhan. “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan ‘Tuhan kami adalah Allah, kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka (istiqamah)’, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih.” (QS 41:30).[2]

Salah satu ibadah utama dalam Islam adalah kewajiban shalat. Allah memerintahkan shalat dengan istilah aqimisshalah yang sering disalah terjemahkan sebagai mendirikan shalat. Makna aqim yang benar adalah perintah beristiqamah dalam melaksanakan shalat dalam arti konsisten dan teguh serta menghayati makna shalat dalam perilaku sehari hari.

Istiqamah juga sering diartikan sebagai kerutinan dalam berbuat sesuatu. Rutin shalat, rutin bersedekah, rutin dalam ibadah lainnya. Ada hadis yang mengatakan bahwa berbuat baik secara rutin meski sedikit lebih afdhal daripada berbuat banyak tapi sekali sekali. Kelemahan dari menafsirkan istiqamah sebagai rutinitas itu adalah potensi hilangnya jiwa dari ibadah dan perbuatan kita. Bagaikan ibadahnya robot yang sudah diprogram.

Sebagai contoh. Jika kita mengeluarkan zakat atau sedekah secara rutin tanpa sistem yang matang, bisa jadi sasaran penerima sedekah jadi tidak efektif.  Ada orang yang menerima sedekah berlebihan sedang yang lebih membutuhkan mendapat bagian yang kurang. Sedekah yang pahalanya tinggi barangkali adalah sedekah dengan upaya sungguh sungguh mencari sasaran yang tepat.

Adakah kemungkinan bertemunya dua pihak yang sama sama beristiqamah tetapi bertolak belakang dalam perilaku dan ibadahnya? Mungkin saja. Bisa keduanya benar, keduanya salah, atau salah satu yang benar. Contoh seperti ini banyak ditemukan dalam kasus kasus fiqhiyah. Namun yang lebih rumit adalah perbedaan pemahaman yang menimbulkan istiqamah perilaku yang berlawanan.

Sebagai contoh, kedua belah pihak mengaku beristiqamah dalam “membela” Islam tapi perilakunya berbeda. Yang satu menafsirkan membela Islam dengan mempromosikan akhlak Muslim yang baik demi daya tarik dalam mengajak orang untuk memeluk Islam. Yang lain memahami membela Islam dengan sikap seakan akan Islam selalu dalam bahaya dengan bersiap melawan “musuh musuh” Islam yang akan “menyerang”. Dan banyak contoh lain. Bagaimana jalan keluarnya?

Di zaman Nabi beliau lah yang menawarkan rekonsiliasi, solusi, dan jalan keluar. Setelah berakhirnya masa kenabian adalah ulama yang bertugas sebagai pewaris dan penerus Nabi, yakni ulama yang berilmu dan berakhlak, tulus dan disegani, serta tidak punya kepentingan pribadi atau kelompok. Bila perselisihan masih terus berlanjut dan tidak dapat diselesaikan, Allah dalam kitab suci AQuran menjanjikan nanti di hari akhir Allah lah yang akan memberitahu kita mana yang benar dari yang kita perselisihkan.

Istiqamah tidak selalu mudah. Teguh dan konsisten dalam keyakinan lebih mudah dari istiqamah dalam perbuatan. Dalam memegang teguh keyakinan kita perlu jujur kepada diri sendiri dan terbuka terhadap ilmu. Istiqamah dalam sikap dan perbuatan memerlukan syarat tambahan yakni ketabahan, keberanian, dan kesabaran menghadapi berbagai tekanan yang bisa datang dari luar yang disebabkan oleh adanya kecenderungan baru dalam masyarakat yang belum tentu sesuai dengan nilai nilai moral yang kita yakini.

Istiqamah tentunya harus dimaknai sebagai konsistensi dalam berbuat baik. Tidak ada istiqamah dalam berbuat buruk. Berbuat buruk horizonnya jangka pendek disesuaikan dengan kepentingan dan tujuan yang ingin dicapai. Yang dicari bukan kebenaran tapi kemenangan dan keuntungan.  Sikap dan perilaku mereka bisa berubah ubah, disesuaikan dengan kondisi yang dapat menghambat atau memberi peluang untuk pencapaian tujuan. Contoh terbaik absennya istiqamah positif adalah dalam kehidupan berpolitik. Disitu yang ada adalah istiqamah untuk tidak beristiqamah.
Wallah a’lam.

YS/islamindonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *