Satu Islam Untuk Semua

Sunday, 18 September 2022

Hati-hati Terlena Sanjung Puji


islamindonesia.id – Pujian memang terkadang mengasyikkan bagi sebagian orang, namun seringkali, pujianlebih berdampak melenakan. Karena itu, berhati-hatilah dengan pujian. Seringkali pujian membuat orang melupakan hakikat dirinya yang sebenarnya. Padahal banyaknya orang memuji, bukan berarti apa yang ada pada diri kita adalah sama persis seperti apa yang disanjungpujikan oleh banyak orang.

Diriwayatkan,ada seseorang berada di dekat Nabi s.a.w. Lalu ada orang lain yang memuji-muji orang tersebut. Nabi bersabda,“Celaka engkau! Engkau telah menebas leher saudaramu.” –Nabi mengulang kata tersebut berulang kali– “Jika kamu mau memuji, dan itu harus memuji, maka katakan, ‘Aku sangka (aku kira) dia demikian dan demikian’jika dia menyangka kawannya memang seperti itu, sebab yang mengetahui pasti adalah Allah, dan aku tidak mau memastikan (keadaan) seseorang di sisi Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam hadis tersebut, Rasulullah memberikan penjelasan bahwasanya ujub dapat disebabkan karena pujian yang berlebihan. Jika pada saat seseorang memuji kawannya atau orang lain di hadapannya, dan dapat menyebabkan orang yang dipuji tersebut merasa besar diri dan bangga dengan amalannya, maka hal ini dimakruhkan. Adapun pujian kepada seseorang yang orangnya tidak ada di tempat itu, maka hal tersebut adalah sanjungan yang baik. 

Dalam hadis ini juga Rasulullah mengingkari orang yang memuji orang lain itu dengan mengatakan, “Celaka kamu, kamu telah menebas leher saudaramu.” Artinya, Rasulullah tidak menyukai perilaku semacam ini.

Diriwayatkan, suatu hari seseorang datang kepada Nabi, kemudian dia bertanya, “Apakah Anda Sayyidul Quraisy?” Maka Nabi mengatakan, “As Sayyid adalah Allah.” Maka sahabat mengatakan, “Engkau adalah orang yang paling mulia di antara kita, paling besar jasanya.” Maka Rasulullah bersabda, “Katakanlah perkataan yang biasa kalian ucapkan, dan jangan jadikan perkataan kalian menjadi tunggangan setan-setan.”  (HR. Ahmad dan Abu Daud)

Dari hadis ini, Rasulullah saja melarang seseorang memuji di hadapan beliau, lalu bagaimanakah dengan orang yang levelnya pasti di bawah Rasulullah? Berhati-hatilah dengan hati manusia yang lemah. Jika dipuji, maka dapat menyebabkan masuknya ujub dalam hatinya, yang dapat memengaruhi perilaku dan tindakannya.

Dalam redaksi hadis yang lain disebutkan, “Rasulullah memerintahkan kami untuk melemparkan debu di wajah orang-orang yang suka memuji.” (HR. Muslim)

Berhati-hati juga dengan diri kita, jika kita merasa bangga dan senang jika dipuji secara langsung, karena hal tersebut merupakan salah satu ciri dari kemunafikan.

Allah SWTberfirman, “Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata, ‘Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah’. Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta.” (QS. Al-Munafiqun:1)

Kemudian Allah melanjutkan firman-Nya, “Mereka itu menjadikan sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-Munafiqun: 2)

Maksud mereka menjadikan itu penghalang atau tameng, kemudian “Mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan”. Ini adalah sifat orang munafik dan orang yang suka cari muka. Maka kita harus waspada terhadap mereka. Jangan biarkan mereka berlebihan dalam perilaku yang terlarang ini. Inilah alasan pertama mengapa pujian langsung di hadapan seseorang itu dilarang.

Alasan lainnya kenapa pujian langsung itu dilarang adalah karena pujian yang dia tujukan kepada manusia sejatinya Allah SWT juga ikut menyaksikannya. Allah mengetahui keadaan sejati seseorang yang tidak diketahui oleh orang lain satu pun. Maka tidak ada yang mengetahui batin manusia kecuali Allah. Tidak ada yang mengetahui hakikat ketulusan amal manusia kecuali hanya Allah saja. Dan tidak pula ada yang mengetahui apakah amalannya diterima ataukah tidak kecuali Allah saja yang Mahatahu. 

Maka Rasulullah s.a.emengoreksi orang tersebut, dan beliau mengganti perkataannya dengan redaksi: “Aku menyangka dia demikian, dan Allah lah yang akan menghisabnya.”

Karena Allah yang memperhitungkan dan mengetahui amalan seseorang.

Allah mengetahui niat dan maksudnya. Inilah adab kepada Allah. Tidak selayaknya seseorang memuji dirinya sendiri di hadapan Allah.

Allah berfirman, “Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci.”(QS. An-Najm:32)

Kesimpulan yang bisa kita pelajari dari hadis ini adalah larangan berlebihan dalam memuji orang lain. Karena tidaklah ada jaminan terhindarnya ujub pada dirinya. Ujub yang membuat dia berkeyakinan kalau dia berhak mendapatkan pujian tersebut. Hal ini menyebabkan dia menelantarkan amal dan tidak punya perhatian kepada ketaatan, karena mengandalkan pujian yang ada pada dirinya.

EH/Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *