Satu Islam Untuk Semua

Wednesday, 26 June 2019

Gus Mus: Halalbihalal adalah Tradisi Khas Nusantara


islamindonesia.id – Gus Mus: Halalbihalal adalah Tradisi Khas Nusantara

Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Ahmad Mustofa Bisri, atau yang akrab disapa Gus Mus, dalam akun instagramnya (26/6) menjelaskan makna kata “halalbihalal”.

Menurutnya, cara penulisan halalbihalal adalah disambung tanpa spasi (bukan “halal bi halal”), karena baik secara istilah maupun pemaknaan, itu adalah khas Nusantara. Kendati demikian, beliau menyatakan bahwa akar katanya memang berasal dari bahasa Arab, yakni “bi” dan “halal”.

“Aku jamin Anda tidak akan bisa menemukan entri ‘halalbihalal’ itu di kamus-kamus bahasa Arab. Tapi cobalah buka KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia-red), anda akan menemukan entri ‘halalbihalal’ (bukan ‘halal bi halal’) itu dengan makna: ‘hal maaf-memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadan….’ Halalalbihalal adalah tradisi khas Nusantara,” ujarnya.

Jadi, halalbihalal, ketika dirangkai ke dalam satu kata, maka itu telah menjadi bahasa Indonesia tersendiri, meskipun awalnya dari bahasa Arab, sebagaimana sudah tercantum di dalam KBBI.

Gus Mus juga menambahkan, bahwa halalbihalal adalah tradisi Islam Nusantara, “Kalau ada yang masih bingung dengan istilah ‘Islam Nusantara’, tradisi halalbihalal ini, insya Allah bisa dijadikan contoh untuk menghilangkan kebingungannya. Ini contoh ekspresi keberagamaan Islam khas Nusantara. Dan ini indah sekali.”

Usai Ramadan bukan Berarti Sudah Bersih Sepenuhnya

Gus Mus mengatakan, “Pendahulu-pendahulu kita luar biasa teliti dan bijak. Berdasarkan sabda Rasulullah SAW, ‘Man shoma Ramadhana iimanan wahtisaban, ghufira lahu ma taqaddama min dzanbihi’ (Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadan semata-mata karena iman dan mengharap pahala-Nya, maka akan diampuni dosa-dosanya yang sudah-sudah); asumsinya kita yang berpuasa di bulan Ramadan – seperti tempo hari – sudah bersih, tidak punya dosa.”

Namun, menurut Gus Mus, dosa-dosa yang sudah bersih tersebut hanya berkaitan dengan hubungan antara manusia dan Allah, tidak antara sesama manusia. “Ternyata pendahulu-pendahulu kita yang mula-mula mentradisikan (sanna sunnatan) halalbihalal, sangat teliti dan hati-hati. Dosa-dosa yang bisa dibersihkan oleh puasa Ramadan – dan amal-amal baik lainnya seperti salat dsb – berdasarkan sabda Rasulullah SAW tadi, ‘hanyalah’ dosa-dosa yang berkaitan dengan Hak Allah semata.”

Di luar itu, masih ada dosa lainnya, sebagaimana diungkapkan Gus Mus, “Sementara masih ada dosa lain yaitu yang berkaitan dengan Hak Adami. Dosa antar kita sesama anak cucu nabi Adam.”

Dosa yang dilakukan antara sesama manusia ini tidak akan selesai dengan Ramadan saja, manusia harus menyelesaikannya sendiri di antara sesama mereka, Gus Mus mengatakan, “Dosa jenis ini justru lebih sulit. Allah tidak akan mengampuninya sebelum kita sendiri menyelesaikan dengan pihak atau pihak-pihak yang kita salahi.”

“Dengan saling memaafkan dan menghalalkan. Sementara kita, anak-cucu Adam ini – tidak seperti Allah yang Pemurah, Pengasih, Penyayang, Suka mengampuni – umumnya sulit memaafkan dan apalagi melupakan kesalahan,” pungkas Gus Mus.

Begitulah, jadi halalbihalal merupakan pelengkap dari Ramadan, bahwa pembersihan diri tidak cukup dilakukan antara manusia dengan Allah saja, tetapi juga harus dilakukan di antara sesama manusia itu sendiri. Dan halalbihalal adalah sarana yang tepat untuk saling memaafkan.

PH/IslamIndonesia/Foto Fitur: Berita Satu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *