Satu Islam Untuk Semua

Sunday, 16 May 2021

Seorang Pemuda Mengaku Batal Menjadi Ateis Setelah Membaca Buku “Islam Tuhan, Islam Manusia”


islamindonesia.id – Seorang Pemuda Mengaku Batal Menjadi Ateis Setelah Membaca Buku “Islam Tuhan, Islam Manusia”

Belakangan muncul sebuah artikel yang ditulis oleh seorang pemuda yang mengaku bahwa dirinya hampir menjadi seorang ateis. Menurutnya agama tidak selaras dengan pengetahuan rasional dan juga teknologi yang terus berkembang.

Artikel tersebut sebenarnya merupakan artikel lama, ditulis oleh Ramdan Nugraha pada tahun 2017, namun belakangan, mungkin karena isu agama di tengah-tengah publik kembali muncul, artikel tersebut beredar kembali di berbagai lingkaran media sosial.

Ramdan yang memberi judul artikelnya itu “Hampir Ateis”, di dalamnya mengaku bahwa dia lelah melihat agama sebab ada sebagian orang yang menjadikan agama untuk kepentingan pribadinya.

Dia menulis, “Alasan lain yang membuat saya begitu lelah menjadi seorang agamawan adalah adanya manusia…. yang sudah sedemikian rupa gila menjadikan agama sebagai alat untuk mengejar kepuasan personal dirinya dengan cara yang begitu biadab.”

Akibatnya dia menjadi membenci agama dan secara sempit menilai bahwa kemungkinan para pengikut agama itu akan berlaku sama: menjadikan agama sebagai alat pemenuh kepentingan pribadi.

Dia kemudian menulis, “Saya akan memilih menjadi seorang ateis demi prinsip kewarasan saya sebagai nilai terakhir yang paling sakral di tengah dunia yang gagal terselamatkan oleh nilai agama.”

Dari sana dia mulai mengelana kepada ide-ide tentang ateisme, atau agnotis (meragukan keberadaan Tuhan). Dia lalu mulai membaca buku-buku yang berkaitan dengan ide-ide semacam itu.

Meski demikian, dia tidak melepas sepenuhnya ketertarikannya kepada agama, dia masih mencari-cari buku-buku yang mungkin bisa menjawab kegelisahannya. Sampai akhirnya dia memutuskan untuk membaca buku Islam Tuhan, Islam Manusia karya Haidar Bagir.

Setelah membaca buku tersebut, dia memberikan kesannya, “Satu hal yang sangat menampar saya setelah membaca Islam Tuhan, Islam Manusia, betapa sombongnya saya pernah kesal dengan agama, pun dengan para pengikut tertentunya yang sekalipun sudah berperilaku dengan sangat biadab.”

Dia kemudian memberikan kesannya kepada sosok Haidar Bagir itu sendiri, “Saya heran sekali bagaimana seorang Haidar Bagir, dalam kecemasannya terhadap perkembangan pemahaman agama yang semakin jauh dari nilai autentiknya, namun masih bisa dengan tenang dan rendah hati menyikapi semua itu. Sehingga memberi refleksi yang sangat berarti bagi saya.”

“Dari Pak Haidar Bagir, kini saya kembali mendayung sampan keyakinan saya untuk sampai pada lautan nilai cinta dari tokoh-tokoh seperti Ibnu Arabi, Muhammad Iqbal, dan manusia-manusia mulia lainnya setelah Rasulullah Muhammad saw,” pungkasnya.

Bagi Anda yang tertarik untuk membaca secara lengkap artikel yang ditulis Ramdan Nugraha tersebut dapat membacanya melalui tautan ini.

Tanggapan Haidar Bagir

Artikel yang ditulis Ramdan pada tahun 2017 tersebut, pada akhirnya setelah hampir empat tahun, akhirnya sampai dan dibaca oleh Haidar Bagir, penulis buku Islam Tuhan, Islam Manusia itu sendiri.

Setelah membaca artikel Ramdan, Haidar pada Sabtu (16/5) mengatakan, “I am humbled (saya merendah-red). Sebetulnya bukan urusan saya orang mau jadi ateis atau beriman.

“Tapi, kalau ateismenya karena kurang informasi tentang Islam, sayang sekali. Maklum, sekarang terlalu banyak info abal-abal tentang Islam, ditambah praktik-praktik keislaman (yang keliru, menurut saya) yang –maaf – tampak menyebalkan.”

Tetapi bagaimanapun, Haidar juga turut bersyukur atas batalnya Ramdan untuk menjadi ateis, kepada redaksi Haidar mengatakan, “Orang yang mau jadi ateis ter-“selamat”-kan setelah membaca buku saya Islam Tuhan, Islam Manusia. Alhamdulillah.”

Persinggungan Haidar dengan ateisme sebenarnya bukan hal baru. Dia pernah memberikan pendapatnya mengenai orang-orang ateis, “Orang yang disebut ateis, malah banyak yang mendedikasikan hidupnya untuk kebaikan, kebenaran, dan keindahan.

“Mereka itu boleh jadi lebih ber-Tuhan ketimbang orang yang (mengaku) beriman tapi jahat, tak punya integritas, dan rasa keindahan. Karena sesungguhnya Tuhan itu Sumber Segala Kebaikan, Kebenaran, dan Keindahan.

“Karena, sesungguhnya, orang ateis seringkali bukan tak percaya pada keberadaan Tuhan – meski tentu ada yang demikian – melainkan tak percaya pada Tuhan Personal. Inilah juga definisi ateisme dalam studi-studi yang lebih akademis.

“Mereka percaya pada Tuhan, tapi yang bersifat Impersonal, dalam wujud Kebaikan, Kebenaran, dan Keindahan tersebut. Meski kadang orang-orang ateis itu sendiri tak menyadari, karena mereka menganggap/mengira Tuhannya agama itu cuma bersifat Personal,” sebagaimana dikutip dari artikel Islam Indonesia.

Meski demikian, pada akhirnya Haidar juga mengatakan bahwa orang-orang yang beriman semestinya berbahagia. Sebab menurutnya, “Mereka sudah sampai, sedikitnya ke salah satu tonggak dalam perjalanan menuju Tuhan. Betapa pun masih jauh.

Haidar juga mengatakan bahwa hendaknya keimanan tidak hanya berhenti pada titik pelaksanaan syariah, “Tapi hendaknya imannya tidak saja menjadikannya taat kepada syariah – sebagai cara yang diajarkan Tuhan sendiri untuk mendekat kepada-Nya – melainkan, pada saat yang sama, menjalani agama dengan hidup senantiasa dalam kebaikan, setia pada dan tak pernah berhenti mencari kebenaran, dan penuh rasa keindahan.”

Sebagai penutup Haidar mengatakan, “Dengan demikian, keimanannya bermanfaat bagi kebahagiaan hidupnya sendiri, dan bagi sesama makhluk Tuhan yang lainnya.”

PH/IslamIndonesia/Foto utama: Kompas

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *