Satu Islam Untuk Semua

Thursday, 11 June 2020

Kolom Haidar Bagir tentang Kematian


islamindonesia.id – Kolom Haidar Bagir tentang Kematian

Kematian

Oleh Haidar Bagir| Presiden Direktur Kelompok Mizan, penulis buku-buku tentang Tasawuf, dan Dai Islam Cinta

Kita bisa mengambil hikmah dari musibah ataupun sakit, tapi bagaimana kalau sampai wabah Covid-19 ini menyebabkan kematian? Bukankah kematian itu menakutkan? Bukankah kematian inilah yang orang sebanyak mungkin ingin menghindar darinya?

Pertama, hampir-hampir tidak perlu saya ingatkan lagi bahwa kematian itu tidak bisa dihindari oleh siapapun. Sering dibacakan oleh para Ustadz, khususnya pada saat ada kematian, bahwa Allah swt berfirman:

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.” (QS al-Ankabut [29]: 57)

Dzaa-iqah dalam bahasa Arab artinya sesuatu yang datang, tiba-tiba, dan tidak bisa ditolak. Jadi, kullu nafsin (semua jiwa) itu akan diterkam atau didatangi secara tidak terduga dan tidak bisa menghindari oleh maut.

Sikap seseorang dalam menghadapi maut ini seharusnya bukan rasa takut. Karena takut itu tidak ada manfaatnya. Bukan saja kematian itu pasti akan datang, tapi kematian itu bisa datang sewaktu-waktu. Bahkan bayi yang masih di dalam rahim atau pun baru lahir sehari bisa meninggal dunia.

Martin Heidegger, seorang filsuf ternama dari Jerman, mendefinisikan manusia sebagai “a being unto death”, yaitu  wujud yang setiap saat bisa diterkam oleh kematian. Apa yang disampaikan oleh Heidegger merupakan tafsir yang baik dari ayat Alquran di atas.

Karena itu orang yang pikirannya sehat seharusnya mampu untuk mengusir rasa takut akan kematian dan kemudian menyiapkan diri (bekal) untuk menghadapi kehidupan setelah kematian. Kematian itu sendiri sebenarnya adalah sesuatu yang alami belaka.

Manusia sebelum hidup di muka bumi ini sudah hidup di alam lain, yaitu di alam rahim ibu selama sembilan bulan. Janin yang hidup di rahim ibu itu bisa diduga tidak tahu tentang adanya alam setelah dia dilahirkan.

Bukan saja dia tidak tahu, bagi dia kehidupan di alam dunia itu adalah suatu misteri. Dia tidak tahu apa yang terjadi. Ketika bayi lahir dan kemudian dia langsung menangis, sebenarnya itu adalah tangisan  ketakutan dan kesedihan, karena dia dikeluarkan dari suatu alam yang di dalamnya dia nyaman, yang mana sumber kehidupannya dijamin oleh ibunya, yang sangat damai, dan dekat dengan rahim (sifat kasih sayang) ibunya.

Ketika keluar dari rahim ibunya, dia pun khawatir dan menangis. Sebelumnya di alam rahim dia tidak perlu meminta kalau dia membutuhkan makanan, karena makanan itu selalu siap untuk dia hisap yang telah disiapkan oleh ibunya.

Ketika lahir dia kebingungan. Dia haus, tapi kali ini saluran untuk mendapatkan apa yang dengan mudah disediakan di dalam rahim ibunya sudah tidak ada lagi. Jadi sebenarnya perpindahan dari alam rahim ke alam dunia itu juga suatu proses yang kadang menakutkan.

Rasulullah saw bersabda, “Bahwa sesungguhnya kematian itu adalah perpindahan dari satu alam ke alam lain.” Hal ini sama seperti saat kita berpindah dari alam rahim ke alam dunia.

Karena kita belum memiliki pengalaman tentang kehidupan setelah kematian, dan juga tidak ada orang yang sudah mati kemudian bisa kembali dan menceritakan apa yang ada di alam kematian, maka kemudian kita mengalami ketakutan.

Khususnya mengingat bahwa di dalam kitab suci dan ajaran para nabi dikatakan bahwa ada risiko bahwa kita akan mendapatkan siksaan, baik di alam ruhani ketika nanti ada surga dan neraka, maupun di alam antara yang disebut barzakh, yaitu alam di antara alam dunia dan alam akhirat.

Maka orang yang waras, yang pikirannya sehat, harusnya berpikir tentang bagaimana caranya di tempat sekarang ini kita hidup, yaitu di alam dunia, kita memiliki cukup bekal agar ketika kita nanti berpindah ke alam ruhani, melewati alam barzakh atau atau alam kubur, bisa mendapatkan kondisi yang penuh kenikmatan. Bahkan lebih nikmat daripada kehidupan kita di alam dunia ini.

Rasulullah saw juga mengatakan dalam sebuah hadis, “Kehidupan dunia ini adalah ladang bagi kehidupan akhirat.” Dunia adalah tempat kita menanam yang nanti hasilnya kita panen di alam barzakh dan di alam akhirat.

Di dalam Alquran juga dikatakan:

فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا

“Barang siapa menginginkan pertemuan dengan Tuhannya, maka hendaknya dia beramal saleh.” (QS al-Kahf [18]: 110)

Kita perlu singgung sedikit tentang pertemuan dengan Tuhan ini. Ini adalah suatu ungkapan yang menunjukkan kenikmatan tertinggi yang bisa kita peroleh di Surga. Pertemuan dengan Tuhan ini sesungguhnya adalah pertemuan dengan kekasih kita.

Sesungguhnya apa yang kita kejar di dunia ini lewat harta, popularitas, kekuasaan, atau apa pun itu yang kita anggap menjadi sumber kebahagiaan, sebenarnya hanyalah penyamaran dari sesuatu yang kita rindukan, yaitu mendapatkan cinta kekasih sejati kita, yaitu Allah swt.

Di dalam Alquran ada sebuah anjuran, ketika kita mendengar ada orang yang meninggal dunia, hendaknya kita membaca ayat ini:

 إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ

“Sesungguhnya kita bagian dari Allah dan sesungguhnya kita akan kembali kepada sumber kita.” (QS al- Baqarah [2]: 156)

Dalam ayat lain Allah berfirman:

فَإِذَا سَوَّيْتُهُ وَنَفَخْتُ فِيهِ مِنْ رُوحِي

“Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan)Ku.” (QS Sad [38]: 72)

Jadi kita ini sebetulnya percikan rohnya Allah swt dan nanti kita akan kembali kepada-Nya. Sebagaimana di dalam puisi Jalaluddin Rumi dikatakan bahwa bambu itu ketika dicabut dan dipotong menjadi seruling, dan ketika ditiup menghasilkan suara yang merdu sekaligus sendu, menurut Rumi sesungguhnya ini adalah keluhan dari bambu yang ingin kembali ke kawanan bambu yang darinya dia dipisahkan.

Manusia ketika mengejar dunia, harta, kekuasaan, dan popularitas sesungguhnya adalah untuk mencari kebahagiaan. Tapi Allah swt mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati itu adalah ketika kita kembali kepada sumber kita, kepada soul mate (belahan jiwa) kita, kepada kekasih kita, yaitu Allah swt. Itulah Surga.

Maka ketimbang takut kepada kematian, lebih baik kita usahakan hidup di dunia ini menjadi khalifah-Nya, deputi-Nya, dan wakil-Nya, yaitu wakil dari zat yang penuh kasih sayang. Kita hendaknya selalu mengungkapkan kasih sayang dan berbuat baik kepada banyak orang.

Sebagai penutup tentunya kita juga berharap bisa mengetahui apa yang dimaksud dengan siksa. Siksa dalam Alquran disebut sebagai adzab, meskipun arti adzab sebenarnya bukan siksa. Menurut para ahli bahasa, adzab maknanya adalah rasa sakit yang ditinggalkan oleh cambukan.

Tapi kenapa Allah menggunakan kata adzab? Karena pada saat yang bersamaan, kata yang berasal dari tiga huruf Ain, Dzal, dan Ba ini, bisa membentuk kata adzbun yang artinya rasa manis yang menyegarkan.

Di dalam Alquran misalnya dikatakan salah satu keajaiban ciptaan Allah itu adalah lautan yang rasanya tidak asin, tapi rasanya mengandung adzb, atau azdib, yaitu rasa air laut itu bukan asin tapi manis dan menyegarkan:

وَهُوَ الَّذِي مَرَجَ الْبَحْرَيْنِ هَٰذَا عَذْبٌ فُرَاتٌ وَهَٰذَا مِلْحٌ أُجَاجٌ وَجَعَلَ بَيْنَهُمَا بَرْزَخًا وَحِجْرًا مَحْجُورًا

“Dan Dialah yang membiarkan dua laut yang mengalir (berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi.” (QS al-Furqan [25]: 53)

Jadi arti kata adzab sendiri sesungguhnya adalah sesuatu yang baik. Bahwa adzab itu sakit, tapi sakit itu adalah bagian dari cara Allah swt untuk memperbaiki seseorang agar nanti dia bisa hidup di alam barzkah dan di alam akhirat dengan baik. Itulah maknanya adzab.

Bahkan siksha itu berasal dari bahasa Sansekerta yang maknanya adalah pelajaran (lesson). Jadi siksa itu adalah pelajaran yang Allah berikan kepada orang-orang yang hidupnya tidak sesuai dengan standar orang-orang yang beramal saleh.

Mereka yang belum siap untuk menikmati kenyamanan hidup di alam barzakh dan alam akhirat, oleh Allah diberi pelajaran berupa siksa atau adzab, sehingga dengan cara itu dia menjadi lebih bersih dan mencapai standar untuk bisa hidup dengan nyaman di alam barzakh dan di alam akhirat.

Dan sesungguhnya siksa ini dalam bentuk lain juga sudah dialami oleh manusia di dunia ini, yaitu dalam bentuk musibah atau dalam bentuk bala. Manusia di dunia ini hidupnya tidak sepenuhnya enak, kadang mereka menghadapi musibah seperti covid-19 sekarang ini, kadang ada ujian, dan kadang ada hukuman.

Siksa itu adalah bentuk musibah, adzab¸ atau ujian yang Allah berikan ketika kita sudah meninggal agar nilai kita memenuhi persyaratan untuk Allah berikan Surga, baik di alam barzakh maupun di alam akhirat.

Siksa ini harus diberikan oleh Allah, karena ketika manusia meninggal mereka sudah tidak bisa beramal lagi. Di dalam Alquran dikatakan:

وَلَوْ تَرَىٰ إِذِ الْمُجْرِمُونَ نَاكِسُو رُءُوسِهِمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ رَبَّنَا أَبْصَرْنَا وَسَمِعْنَا فَارْجِعْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا إِنَّا مُوقِنُونَ

“Dan, jika sekiranya kamu melihat mereka ketika orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Tuhannya, (mereka berkata): ‘Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami (ke dunia), kami akan mengerjakan amal saleh, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang yakin.’.” (QS as-Sajdah [32]: 12)

Mereka meminta kepada Allah agar dikembalikan ke dunia supaya mereka bisa beramal, tapi Allah mengatakan tidak bisa, karena di antara kalian sudah ada barzakh yang menghalangi kalian dari kembali ke alam dunia.

Karena kita tidak bisa berbuat amal setelah kita meninggal, maka satu-satunya cara untuk meningkatkan nilai kita, sehingga kita bisa masuk surga di alam barzakh dan di alam akhirat adalah dengan memberikan siksa atau adzab itu.

Mudah-mudahan Allah swt memberi kita hidayah (petunjuk), inayah (pertolongan), dan taufik (kemampuan kita untuk hidup sesuai dengan apa yang diinginkan oleh Allah), sehingga ketika kita meninggal nanti kita betul-betul diterima oleh Allah swt secara sempurna.

Sebagaimana makna kata wafat, yang artinya diterima secara sempurna, dan Allah swt memberikan kepada kita Surga, baik di alam barzakh maupun ketika kita nanti masuk ke alam akhirat. Aamiin Yaa Mujibas Saailiin.

PH/IslamIndonesia/Sumber: Saluran Nuralwala/YouTube/Foto utama: Aron Visuals/Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *