Satu Islam Untuk Semua

Monday, 16 January 2023

Kolom Haidar Bagir – Art Buehler Dan Sitti Fathimah


Islamindonesia – Kolom Haidar Bagir – Art Buehler Dan Sitti Fathimah

Milad Sitti Fathimah hari ini mengingatkan saya kepada seorang kenalan. Namanya Art Buehler.

Suatu kali, saya mendapatkan telepon di rumah saya dari seseorang. Namanya Mas Ali Sungkar.

Belakangan Mas Ali Sungkar saya kenal lebih baik ketika saya beberapa kali pergi ke Wellington, NZ. Dia sedang kuliah di sana, sambil menemani isterinya yang adalah diplomat di KBRI Wellington.

Ternyata dia menelepon saya untuk memberitahu saya bahwa Art Buehler saat itu ada di Jakarta dan tinggal di rumahnya.

Waduh, senang sekali saya mendengarnya. Art adalah asisten Prof. Annemerie Schimmel, waktu saya belajar tasawuf dengannya. Ramah, baik hati, dan tentu saja sudah menunjuklan kepiawaannya dalam bidang tasawuf.

Dan yang lebih surprising lagi, ternyata rumah Mas Ali Sungkar berlokasi hanya beberapa menit dari rumah saya. Di Cinere.

Maka, esoknya saya pun segera menemui Art di sana. Mas Ali tak ada di rumah. Maka kami pun bercakap akrab, tak lepas dari masa-masa saya belajar dengan Prof. Annemerie Schimmel, saat dia menjadi asisten ahli tasawuf Barat terkemuka ini.

Hari itu juga saya mengantar dia ke LIPI, untuk ketemu Mbak Dewi Fortuna Anwar, seorang peneliti LIPI kakak dari Mbak Desi Anwar. Setelah itu saya beberapa kali ketemu Art. Kadang di Victoria University, Wellington, tempatnya mengajar.

Pernah juga sekali kami diundang makan di rumahnya yang berada di bukit, menghadap pantai. Dia bersama isterinya yang orang Spanyol pada waktu itu.

Saya ingat juga Art pernah mengundang saya makan di sebuah restoran Turki yang sedap di Wellington. Terakhir, kami ketemu di kantor mungilnya di universitas yang sama. Dalam pertemuan ini dia menyatakan keinginannya untuk menyumbangkan buku-bukunya kepada saya, karena dia akan pindah ke Spanyol untuk bertugas di sana.

Memang akhirnya saya mendapatlan satu dua box buku-bukunya yang sebelumnya nangkring di perpustakaannya. Sampai sekarang, buku-buku pemberian Art masih ada di rak buku saya.

Dia adalah pengajar dan penulis sufisme, al. tentang Syaikh Ahmad Sirhindi, Thariqah Naqsybandiyah di India, juga tentang tradisi penghormatan awliya’, di kalangan masyarakat pengikut tasawuf di akar rumput. Ada juga satu karyanya tentang pengantar kepada tasawuf.

Nah, dalam beberapa kali pertemuan itu, Art menyampaikan kepada saya bahwa dia sedang menulis buku tentang Sitti Fathimah.

Dia sangat ingin mengungkapkan Sitti Fathimah sebagai pribadi historis. Bukan cuma seperti yang kita baca di manaqib-manaqib (hagiografi-dhagiografi), yang di dalamnya tak bisa dibedakan mana fakta mana dongeng.

Dia bahkan sudah sempat melakukan riset beberapa bulan di Iran untuk keperluan ini.

Saya bersuka cita mendengar rencana ini. Sitti Fathimah adalah satu di antara empat perempuan utama yang disebut Nabi Saw, di samping Sitti Maryam, Sitti Aasiyah, dan Sitti Khadiijah. Dia kecintaan Sang Nabi.

Nabi Saw sendiri menyebutnya sebagai Ummu Abiihaa (Ibu ayahnya), karena dedikasinya dalam merawat ayahnya. Juga sebagai isteri Imam Ali ra, sepupu dan sahabat kinasih ayahnya, dan ibu dari dua anak yang menjadi penghulu pemuda di surga. Alangkah mulianya.

Kita semua secara emosional terikat dengan perempuan agung ini. Maka saya sangat rindu untuk mengetahui ibunda Fathimah apa adanya, dalam segenap kemuliaannya

Langsung saja saya sampaikan kepadanya, Mizan siap menerbitkan buku ini, begitu edisi bahasa Inggrisnya terbit.

Sejak itu kami sesekali berkomunikasi lewat email. Saya pun sesekali menanyakan progres penulisan buku tentang Sitti Fathimah itu. Seingat saya, dia sempat mengirimkan beberapa halaman draft buku tersebut (ternyata belakangan naskah yabg dikirijnya sudah lengkap!).

Hingga, suatu hari, saya dikejutkan oleh kabar bahwa dia meninggal dunia di Tucson, Arizona, AS, pada tanggal 1 April, 2019.

Sedih…. Sedih karena Art meninggal, lebih sedih lagi sebelum dia menyelesaikan bukunya yang saya tunggu-tunggu itu.

Saya tak tahu persis apa penyakitnya (belakangan saya ketahui bahwa dia mengidap kanker). Tapi saya merasa pasti bahwa Art meninggal dunia dengan damai.

Dia orang baik. Dan saya merasakan, bukan hanya sebuah upaya akademis, kecintaannya kepada pribadi Sitti Fathimahlah yang menggelorakan semangatnya untuk menulis tentang priibadi perempuan mulia ini.

Art, saya iri denganmu. Apakah kau bertemu Sitti Fathimah di sana?

Tak lama setelah saya mencoret-coretkan sketsa di atas, saya mendapatkan info tambahan. Dan ternyata apa yang sebelumnya saya spekulasikan tentang kecintaan tulusnya kepada Sitti Fathimah, hanya dari caranya bertutur kepada saya tentang proyek penulisannya ini, benar belaka. Di bawah ini saya kutipkan catatan yg ditorehkannya atas bukunya tentang Sitti Fathimah (yang baru saya temukan belakangan):

Tujuan saya menulis buku ini adalah memberikan kesempatan kepada lebih banyak orang untuk mengapresiasi Fathimah… Dengan menghormati Fathimah, semua orang mendapat kehormatan.  Ketika aku mulai (menulis) dalam keadaan jahil tentang Fathimah, aku tak punya cara untuk mengetahui seberapa besar aku akhirnya akan mencintainya.  Maka jika setelah ini hanya ada satu orang yang mencintai Fathimah setelah membaca buku ini, saya sudah akan berbahagia.  Semoga orang itu adalah Anda…

Akhirnya, inilah cuplikan obituary tentang Art yang ditulis temannya, penyair Tamman Kahn:

Dalam percakapan telepon terakhir saya (Kahn) dengan Anda (Buehler), ketika Anda dengan lembut memberi tahu saya tentang kanker yang Anda idap dan tidak dapat disembuhkan itu, saya baru saja berjalan-jalan di area reservasi burung, dan menawarkan untuk mengajak Anda bersama pada jalan-jalan berikutnya, dan bahwa saya akan mengirimkan foto burung peliharaan suami saya, Shabda, di email.  Bukankah aneh, kataku, kita berdua sangat sehat sebelum buku tentang Fathimah itu.  Setelah aku selesai (Tamman juga menulis buku juga tentang Fathima, berjudul Fatima’s Touch), tepat ketika buku tersebut terbit pada musim gugur 2016, aku jatuh sakit selama dua setengah tahun, dan baru saja sembuh; lalu Anda menyelesaikan buku Fatima the Resplendent: The Prophet’s Daughter, hanya untuk mengetahui bahwa Anda akan bergabung dengannya…, Seperti yang saya inginkan saat waktu saya tiba!

Catatan akhir: Buku tersebut, menurut kabar terakhir, sedang diproses unttuk diterbitkan sebuah penerbit di AS. Dan Mizan baru boleh menerbitkan edisi Indonesianya paling cepat bersama edisi Inggrisnya. Mudah-mudahan tak terlalu lama.

AL/Islam Indonesia/Featured Image: Twitter @BakarSmith

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *