Satu Islam Untuk Semua

Saturday, 09 July 2022

Kolom Haidar Bagir: Belajar dan Mengajar Kebaikan Pahalanya Sebesar Haji yang Sempurna


islamindonesia.id – Kolom Haidar Bagir: Belajar dan Mengajar Kebaikan Pahalanya Sebesar Haji yang Sempurna

Belajar dan Mengajar Kebaikan Pahalanya Sebesar Haji yang Sempurna

Oleh Haidar Bagir | Presiden Direktur Kelompok Mizan, penulis buku-buku tentang Tasawuf, dan Dai Islam Cinta

Salah satu amal yang pahalanya seperti pahala ibadah haji yang sempurna adalah sebagaimana hadis berikut:

 من غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ لا يُرِيدُ إِلا أَنْ يَتَعَلَّمَ خَيْرًا أَوْ يُعَلِّمَهُ، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ حَاجٍّ تَامًّا حَجَّتُهُ

“Siapa yang berangkat ke masjid hanya untuk belajar kebaikan atau mengajarkannya, diberikan pahala seperti pahala ibadah haji yang sempurna.” (HR Thabrani)

Tentu saja ini mencakup semua amal belajar-mengajar kebaikan di tempat mana pun. Bukan saja karena Rasul Saw. sendiri bersabda bahwa “semua bumi Allah adalah masjid”, tapi juga—tak seperti di zaman Nabi Saw.—sekolah/tempat belajar dan mengajar kebaikan bisa dilakukan di luar masjid.

Tapi, apa kira-kira makna kata khayr (خير) dalam hadis di atas? Kata khayr dalam Alquran dan hadis memiliki beragam makna. Antara lain, kemakmuran, melakukan amar makruf nahi munkar, bersikap sabar terhadap musibah, bersyukur atas karunia, dan lain-lain. Tapi, makna khayr yang paling dekat dengan konteks hadis—yang berintikan “belajar-mengajar khayr (kebaikan)”—di atas, saya kira adalah hikmah (kebijaksanaan), seperti terkandung dalam firman Allah berikut ini:

يُؤۡتِى الۡحِكۡمَةَ مَنۡ يَّشَآءُ‌‌ ۚ وَمَنۡ يُّؤۡتَ الۡحِكۡمَةَ فَقَدۡ اُوۡتِىَ خَيۡرًا كَثِيۡرًا‌ ؕ وَمَا يَذَّكَّرُ اِلَّاۤ اُولُوا الۡاَلۡبَابِ

“Dia memberikan hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki. Barangsiapa diberi hikmah, sesungguhnya dia telah diberi kebaikan (khayr) yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang mempunyai akal-nurani.” (QS 2: 269)

Lalu, apakah yang dimaksud dengan hikmah (حكمة)? Prof. Quraish Shihab menyebutnya “ilmu yang amaliah” (diterapkan demi memberikan kebaikan konkret) dan “amal yang ilmiah” (amal yang dipilih dan dikerjakan berdasar ilmu sehingga mencapai tujuan yang disasarnya dengan sebaik-baiknya). Hal ini dikuatkan dengan catatan para leksikografis klasik dan para ulama ahli tafsir, sebagai berikut.

Menurut kamus-kamus klasik (Lisān al-‘Arab dan Tāj al-ʻArūs), hikmah adalah pengetahuan tentang segala sesuatu yang utuh, lengkap, rinci, dan sebagaimana adanya (obyektif). Sebagaimana Nabi pernah berdoa, “Ya Allah, anugerahi aku pengetahuan tentang segala sesuatu sebagaimana adanya.”

Hikmah juga dipahami sebagai kemampuan untuk bisa bertindak secara seimbang. Yakni, meletakkan segala sesuatu pada tempatnya yang seharusnya.

Fakhruddin al-Razi mengartikan hikmah sebagai pengetahuan yang benar, atau melakukan yang benar/bertindak secara benar (lurus).

Menurut Mujahid, hikmah adalah pengetahuan tentang kebenaran dan bertindak berdasar pengetahuan tentang yang benar itu.

Persoalan belajar-mengajar kebaikan ini bukanlah hanya masalah normatif atau anjuran berbuat baik saja. Hal ini amatlah relevan dengan kebutuhan zaman kita sekarang. Zaman kita adalah suatu zaman yang di dalamnya agama dipisahkan dari ilmu; dan ilmu hanya menjadi wacana yang tak berbuah amal.

Akibatnya, banyak orang bicara agama tapi tak ada kebaikan yang lahir darinya. Sebaliknya, justru muncul sikap-sikap ekstrem dan menyempal, yang merupakan antitesis dari kebaikan (khayr) dan hikmah yang sebenarnya atau yang hakiki.

Mudah-mudahan Allah mengaruniakan kepada kita hikmah dan memberi pahala haji yang sempurna, berkatnya.[]

PH/IslamIndonesia/Foto utama: Nuralwala

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *