Satu Islam Untuk Semua

Thursday, 04 October 2018

Tujuh Prinsip Dasar Ajaran Sunan Drajat


islamindonesia.id – Tujuh Prinsip Dasar Ajaran Sunan Drajat

 

Jika kita melakukan ziarah Walisongo, kita akan banyak berkeliling Jawa Timur. Karena memang lima dari sembilan makam wali tersebut berada di provinsi ini. Salah satunya adalah makam Sunan Drajat.

Makam Sunan yang bernama asli Raden Qosim ini berada di desa Drajat, kecamatan Paciran, Lamongan. Berada sekitar 1 km sebelah selatan pertigaan Drajat di Pantura (Pantai Utara) Lamongan, atau sekitar 29 km sebelah utara pertigaan Sukodadi.

Saat memasuki kompleks makam Sunan Drajat, kita akan disambut dengan bangunan yang sebagian besar terbuat dari kayu dan batuan yang tersusun tanpa semen. Bangunan ini memang menjadi ciri khas makam yang dipugar tahun 1992 tersebut. Berbeda dengan kompleks makam Sunan Ampel di Surabaya dan Sunan Bonang di Tuban yang merupakan ayah dan saudara kandung Sunan Drajat. Kompleks makam dua sunan tersebut tampak lebih modern.

Pepohonan yang rindang menjadi peneduh di kompleks makam ini. Cukup membuat sejuk, mengingat daerah Drajat yang termasuk pesisir mempunyai cuaca yang panas. Dari gerbang masuk, kita akan melewati jalan setapak menuju ke makam Sunan Drajat. Di kiri kanan jalan setapak ini kita bisa melihat banyak makam lain di antara pepohonan.

Di sepanjang jalan menuju ke makam ini juga kita akan menaiki beberapa anak tangga. Di setiap tingkatan anak tangga tersebut, kita akan menemui tulisan satu demi satu dari tujuh filosofi ajaran Sunan Drajat dalam menyebarkan Islam.

Ketujuh filosofi atau prinsip dasar ajaran Sunan Drajat itu adalah:

Pertama, Memangun Resep Tyasing Sasama, yang artinya: Kita selalu membuat senang hati orang lain.

Kedua, Jroning Suka Kudu Eling Lan Waspodo, yang artinya: Dalam suasana gembira hendaknya selalu ingat Tuhan dan selalu waspada.

Ketiga, Laksitaning Subrata Lan Nyipta Marang Pringga Bayaning Lampah, yang artinya: Dalam upaya menggapai cita-cita luhur jangan menghiraukan halangan dan rintangan.

Keempat, Meper Hardaning Pancadriya, yang artinya: Senantiasa berjuang menekan gejolak-gejolak nafsu duniawi.

Kelima, Heneng-Hening-Hanung, yang artinya: Di dalam diam akan dicapai keheningan dan di dalam keheningan akan mencapai jalan kebebasan mulia.

Keenam, Mulya Guna Panca Waktu, yang artinya: Pencapaian kemulian lahir batin dicapai dengan shalat lima waktu.

Ketujuh, Wenehono teken marang wong kang wuto. Wenehono mangan marang wong kang luwe. Wenehono busana marang wong kang wuda. Wenehono pangiyupan marang wong kang kudanan. Yang artinya: Berikan tongkat pada orang yang buta. Berikan makan pada orang yang lapar. Berikan pakaian pada orang yang telanjang. Berikan tempat berteduh pada orang yang kehujanan.

Adapun maksud dari filosofi ketujuh ini adalah: Berilah ilmu agar orang menjadi pandai. Sejahterakanlah kehidupan masyarakat yang miskin. Ajarilah kesusilaan pada orang yang tidak  punya malu. Serta berikanlah perlindungan pada orang-orang yang menderita.

 

EH / Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *