Satu Islam Untuk Semua

Tuesday, 11 October 2022

Tradisi Endog-Endogan, Perayaan Maulid Nabi ala Warga Banyuwangi


islamindonesia.id – Endog-Endogan menjadi tradisi turun-temurun di Banyuwangi tiap peringatan Maulid Nabi. Tradisi itu ternyata sudah ada sejak awal abad ke-20.
Seperti diketahui, hari lahir atau Maulid Nabi Muhammad s.a.w diperingati tiap tanggal 12 Rabiul Awal, dan sebagian warga desa di Banyuwangi masih melaksanakan tradisi Endog-Endogan tersebut hingga kini.

Tradisi itu dilakukan dengan menghias telur dengan bunga kertas. Lalu, telur hias itu ditancapkan di pohon pisang yang juga dihias.

Kemudian, hiasan itu diarak keliling kampung menggunakan becak dan sebagian diletakkan di masjid. Sembari membaca syair pujian untuk Nabi Muhammad yang ada di kitab Al-Barjanzi.

Tradisi ini merupakan bentuk ekspresi kecintaan masyarakat Banyuwangi kepada Nabi Muhammad. Sebagai ungkapan rasa syukur, warga di desa menyisihkan sebagian rezeki untuk berbagi dengan tetangga meski hanya berupa telur dan nasi.

Tradisi itu patut untuk dilestarikan. Karena bukan hanya sebagai ekspresi nilai-nilai religius, namun juga memperkuat keeratan sosial dan keguyuban di tengah masyarakat. Inilah bentuk nyata dari nilai utama Pancasila tentang gotong-royong. Karena semua masyarakat terlibat dalam menyukseskan kegiatan tersebut.

Adapun beberapa daerah di Banyuwangi yang ikut melakukan kirab Endog-Endogan, di antaranya adalah Dusun Glondong, Desa Watukebo, Kecamatan Blimbingsari, Desa Sraten, Kecamatan Cluring dan di Desa Genteng Wetan, Kecamatan Genteng.

Diketahui bahwa sebagian desa melakukan tradisi Endog-Endogan tersebut tak hanya satu hari saja. Seperti di Kecamatan Blimbingsari, yang dilakukan selama bulan Maulud (Rabiul Awal), bahkan di bulan Bakda Mulud (Rabiul Akhir).

Untuk diketahui, tradisi Endog-Endogan telah ada di Banyuwangi sejak paruh pertama abad ke-20. Hal ini terkonfirmasi dalam Cathetan Raden Sudira yang melakukan riset tentang Banyuwangi pada awal 30-an atas perintah dari peneliti Belanda, Theodoore Pigeaud.

Dalam manuskrip yang kini tersimpan di Perpustakaan Universitas Indonesia itu, diterangkan tentang makanan yang tersaji pada perayaan Maulid Nabi. Yakni, ancak dan Endog-Endogan sebagaimana yang dikenal saat ini,” ungkap penulis buku Islam Blambangan, Ayung Notonegoro.

Sedangkan dalam cerita lisan masyarakat Banyuwangi, tradisi tersebut konon pertama kali dicetuskan oleh KH. Abdullah Faqih dari Cemoro, Songgon.

Sekadar informasi, tradisi Endog-Endogan ini disebut memiliki nilai filosofis yang melambangkan ajaran Islam. Seperti telur yang terdiri dari tiga lapis, yang ibaratnya menunjukkan lapisan spiritual, mulai dari iman (tauhid), Islam (syariat) dan ihsan (akhlak).

EH/Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *