Satu Islam Untuk Semua

Wednesday, 15 December 2021

Sekilas tentang ‘Suwung’, Ajaran Rahasia Leluhur Jawa


islamindonesia.id – Di antara para peneliti konsep teosofi Jawa, ada yang menyebutkan bahwa “Suwung” adalah satu kata yang menjadi intisari seluruh ajaran spiritual leluhur Jawa. 

Menurut mereka, “Suwung”, yang bermakna ‘kosong’, adalah realitas terdalam kehidupan, sumber penciptaan, yang tenteram-damai sepenuhnya, melampaui suka-duka, sunyi dari gejolak emosi, dan seterusnya.

Orang Jawa memahami “Suwung” sebagai ‘Kemahasadaran dan Kemahakuasaan’ dalam bentuk kekosongan yang memangku dan meliputi seluruh keberadaan (suwung hamengku ana).

Dengan menyelami dan menghayati Suwung, orang Jawa percaya akan membantu dirinya mampu: membebaskan diri dari ilusi kehidupan yang membuat hidup penuh tekanan, menyadari keagungan manusia dengan segenap potensinya untuk merasakan kebahagiaan, dan pada akhirnya dapat mentransormasi diri pada tataran energi murni untuk hidup berkelimpahan dalam penyatuan dengan Sang Maha Pencipta.

Dalam Ajaran Suluk Suksma Lelana (Ronggowarsito), disebutkan bahwa pencapaian ma’rifatullah, tertuang dalam empat tahapan, yaitu:

  • Tahapan Syariat, suatu upaya untuk mempelajari aturan-aturan baku dari Tuhan yang diamalkan secara lahir, baik kepada Tuhan maupun yang berhubungan dengan sesama manusia.
  • Tahapan Tarekat, ini adalah jalan sufi yang sudah mulai melakukan olah jasmani dan rohani dalam rangka mendekatkan diri kepada Tuhan. Prosesnya harus dilakukan secara terus-menerus dan konsisten.
  • Tahapan Hakikat, yaitu fase ketika manusia telah mendapatkan ma’rifat yang sebenarnya. Ketika mencapai keadaan fana atau hilangnya kesadaran diri dan alam sekitarnya, maka manusia mampu membuka tirai yang merintangi dirinya dengan Tuhan. Dengan demikian, manusia telah berhasil mencapai puncak pendakian spiritual sesudah sekian lama menjalani proses tarekat.
  • Tahapan Ma’rifat. Ini merupakan bentuk capaian tertingginya. Yaitu ketika manusia mengetahui tentang hakikat ketuhanan. Dalam hal ini, manusia dianggap sebagai makhluk sempurna karena telah mampu mencapai puncak spiritual yakni “Manunggaling kawulo–Gusti”. Kesatuan kosmis yang di dalam masyarakat Jawa dilambangkan sebagai “curiga manjing warangka, warangka manjing curiga” (keris menyatu dengan kerangkanya, kerangka menyatu dengan kerisnya. (Achmad, 2014.hal.34).

Dari keempat tahapan tersebut, Suwung merupakan tahapan ma’rifat, yaitu ketika seseorang sudah berhasil mencapai hakikat ketuhanannya.

Sekadar tambahan informasi, pada mulanya, kata“Suwung” merupakan istilah masyarakat Jawa yang menggambarkan rasa hampa akan kesadaran diri dengan lingkungannya. Rasa hampa ini diartikan dengan kondisi kosong yang tidak mempunyai bentuk dan abstrak.

Namun kemudian, dalam masyarakat penganut paham sufi Jawa, Suwung memiliki makna yang berbeda. Bagi mereka, Suwung mengandung makna kekosongan yang bernuansa pengendalian diri yang sempurna dan kesadaran sejati akan diri yang berkaitan dengan ketuhanan.

Dalam Serat Wedhatama diterangkan bahwa alam semesta yang dihuni oleh makhluk hidup dibedakan menjadi dua alam yakni alam yang selalu berubah (fana’) dan alam yang tetap (abadi).

Konsep mengenai hal tersebut antara lain termuat dalam pupuh pangkur bait ke 14 yang berbunyi:

Sejatine Kang mangkana Wus kakenan nugrahaning Hyang Widhi. Bali alaming nga-SUWUNG,Tan karem karameyan. Ingkang sipat wisesa winisesa wus, Mulih mula mulanira
Mulane wong anom sami.

Artinya:
Sebenarnya yang demikian itu sudah mendapat anugerah Tuhan. Kembali ke alam kosong,
Tidak mabuk keduniawian yang bersifat kuasa menguasai. Kembali ke asal mula. Demikianlah yang terjadi wahai anak muda

*
Dari kutipan di atas, dijelaskan bahwa ada alam lain yang di samping yang nyata yang dialami oleh manusia. Alam tersebut dalam Serat Wedhatama disebut sebagai alam suwung.

Alam suwung ini digambarkan merupakan tempat asal dan sekaligus tempat kembalinya manusia yang dapat memperoleh karunia Tuhan.

Alam yang dialami oleh manusia sekarang ini disebut pula alam kinaot (pupuh gambuh bait ke 13) yakni alam yang tinggi tingkatannya atau alam yang sangat istimewa indahnya. 

Ketika hendak mencapai alam suwung, manusia harus berproses. Kesempurnaan hidup sejati merupakan tujuan utama manusia baik ketika masih di dunia, maupun ketika sudah kembali kepada-Nya.

Kebahagiaan hidup sejati di dunia ini bukan diukur dari keadaan terpenuhinya kebutuhan materil secara melimpah tetapi konsep bahagia ini berupa pemenuhan kebutuhan yang wajar, adil dan seimbang bagi keperluan jasmani serta rohaninya.

Di samping itu alam suwung pun disebut alam lama maot yang terdapat pada pupuh gambuh bait ke 17 yaitu:

Sayekti luwih perlu, Ingaranan pepuntoning laku, Kalakuwan tumrap kang bangsaning batin,
Sucine lan awas emut, Mring alaming lama maot.

Artinya:
Sebenarnya lebih penting disebut penghabisannya tindakan, Tindakan yang bersangkutan dengan batin, pensuciannya dengan kewaspadaan dan senantiasa ingat Kepada alam yang Maha Besar (yang dapat memuat) Alam kelanggengan.

Alam lama amot (maot) secara harfiah bermakna alam yang dapat memuat dalam waktu yang lama atau dengan perkataan lain langgeng atau abadi. Dapat pula diartikan sebagai alam baka atau alam akhir. Dalam alam akhir inilah kita akan mengalami kehidupan akhirat sebagai lanjutan dari kehidupan dunia dan kehidupan akhirat adalah kehidupan yang berjangka panjang, dan jauh, yang kehidupan ini akan dialami oleh semua manusia tanpa terkecuali sesudah mati.

Kehidupan ini tidak bisa dijelaskan secara ilmiah, karena di luar jangkauan keilmuan sehingga untuk memahami realitas kehidupan akhirat harus melalui perenungan yang transenden, yang melintasi batas-batas dimensi fisik, ruang dan waktu yang terbatas.

Melalui pengalaman kehidupan yang dialami, seseorang akhirnya bisa menembus dinding dan pembatas yang berada dalam ruang dan waktu yang bersifat fisik, dan hakikat kehidupan ini tidak berada pada kepentingan-kepentingan duniawi yang sifatnya sementara. Kesadaran tertinggi inilah yang menjadikan seseorang mampu mencapai alam suwung secara total.

Dalam prosesnya, “keakuan” dapat dikontrol secara baik sehingga hidup dapat dihayati dengan menjauhkan diri dari kesombongan.

EH/Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *