Satu Islam Untuk Semua

Wednesday, 16 November 2022

Sejarah Masuknya Islam dan Nilai-nilai Inti Budaya Batak


islamindonesia.id – Bila kita pelajari masuknya Islam ke Indonesia, tidak dapat digambarkan dengan tepat, karena Islam masuk sangat cepat dan merata di seluruh Nusantara. Masuknya Islam dibawa oleh para pedagang yang berdatangan dari arah manapun, baik dari India (Gujarat), maupun dari Persia, China dan dari Arabia, negara asal munculnya Islam itu sendiri, melalui pantai-pantai, sungai, jalan setapak, tanpa mengetahui bahasa penduduk, apalagi pengetahuan sosiologis dan etnologis yang belum terilmukan. Tetapi melalui semangat dan rasa tanggung jawab dari para juru dakwah itulah, yang membuat Islam berkembang di Tanah Air ini.

Menurut banyak orang, beberapa faktor pendukung masuk dan berkembangnya Islam dengan pesat di Nusantara ini antara lain: Pertama, kesungguhan para juru dakwah dan berdakwah menjadi tugas setiap Muslim yang mukallaf yang menyertai pengembangan Islam. Sambil melakukan pendekatan perdagangan, para pedagang tersebut melakukan pendekatan dakwah. Kedua, pendekatan dakwah dilakukan secara edukatif persuasif, bukan dengan cara yang apriori yang bertentangan secara diametral, tetapi mengikuti tingkah laku dan adat istiadat penduduk dan diarahkan secara tidak terasa. Ketiga, pribadi Muslim yang datang ke seluruh pelosok Tanah Air menjadi saksi kebenaran Islam, dipuji oleh masyarakat, dan disenangi oleh setiap orang.

Semenjak abad III M, Sumatera Utara merupakan satu pelabuhan perniagaaan yang terpenting di gugusan pulau-pulau Melayu. Beberapa nama pelabuhan yang penting di Sumatera Utara, di abad III M tersebut adalah: Ta Bih, Argune, Po Si, Lan Wu Li dan Romni Lameri. Pada abad itu, pelabuhan-pelabuhan tersebut telah diketahui oleh beberapa saudagar dari bangsa-bangsa lain, terutama sekali orang-orang India, yang memang diduga telah mengetahui Sumatera Utara sejak beberapa abad S.M. Mereka menyeberang Teluk Benggala dan kemudian mendarat di bagian barat laut dari ujung Sumatera yang mereka namakan Kapuradvipa.

Di samping itu, para saudagar dari Parsi yang masuk ke Nusantara, juga banyak yang singgah di pelabuhan-pelabuhan Sumatera Utara. Bahkan saudagar-saudagar Arab, terutama sekali dari Arab Selatan, Yaman Hadramaut dan Oman telah sampai ke Nusantara semenjak dari zaman S.M.

Saudagar-saudagar Arab yang pulang balik ke Nusantara (Indonesia) senantiasa berhubungan dengan saudagar di Tanah Arab, Suria dan Makkah Al Mukarromah. Dan ketika mereka pulang ke kampung halaman, mereka akan terus ke pusat perniagaan di Suria (Syam), dan tidak lupa menziarahi ka’bah di Makkah Al Mukarromah. Di samping itu saudagar-saudagar Arab Quraisy pulang balik ke Yaman di musim sejuk. Maka dengan demikian dakwah Islamiyah yang diseru oleh Nabi Muhammad, di Makkah Al Mukarromah di permulaan abad ke VII M, diketahui oleh saudagar-saudagar yang pulang balik ke Nusantara, dan telah menarik sebagian dari mereka untuk menerima dakwah itu. Di samping itu dakwah tersebut sangat menarik hati orang-orang Yaman yang pergi ke Makkah Al mukarromah di musim-musim haji. Dengan demikian maka Islam secara bereangsur-angsur menjalar ke Yaman dan berkembang luas di tahun 9 H, setelah pembukaan di Makkah Al Mukarromah.

Perjalanan sejarah menunjukkan saudagar-saudagar Arab Muslim itu terus pulang-pergi sebagaimana biasa ke gugusan pulau-pulau Melayu dan ke negeri China tanpa mendapat gangguan apa-apa. Mereka telah menjalankan dakwah Islamiyah di mana saja mereka sampai, karena bagi mereka dakwah Islamiyah adalah satu kewajiban.

Peluang untuk berdakwah lebih terbuka di tempat-tempat di mana saudagar-saudagar Muslimin itu terpaksa tinggal lama sementara menanti musim angin untuk berlayar pulang ke kampung halaman mereka.

Utara Sumatera adalah salah satu pusat perniagaan yang terpenting di Nusantara di abad ke VII M. Oleh karena itu maka tempat ini merupakan salah satu tempat berkumpul saudagar-saudagar Arab Islam untuk menuju ke Tanah Besar Asia Tenggara ataupun untuk berlayar pulang ke Negeri mereka di Selatan Semenanjung Tanah Arab. Dengan demikian maka Dakwah Islamiyah dapat peluang untuk bergerak dan berkembang dengan pesat di kawasan ini.

Sumatera dan Suku Bangsa Batak

Sebagian besar orang Batak mendiami daerah pegunungan Sumatera Utara, mulai dari perbatasan Daerah Istimewa Aceh di utara sampai dengan perbatasan Riau dan Sumatera Barat di sebelah selatan. Selain itu orang Batak juga mendiami tanah datar yang berada di antara daerah pegunungan dengan Pantai Timur Sumatera Utara dan Pantai Barat Sumatera Utara. Dengan demikian, daerah-daerah yang ditempati orang-orang Batak meliputi: dataran tinggi Karo, Langkat Hulu, Deli Hulu, Serdang Hulu, Simalungun, Dairi, Toba, Humbang, Silindung, Angkola, serta Kabupaten Tapanuli Tengah.

Islam dan Suku Bangsa Batak

Islam pertama kali masuk ke tanah Batak adalah melalui daerah pesisir, yaitu daerah Barus. Ada 2 aliran besar Islam yang pernah memasuki tanah Batak. Pertama adalah Suni dengan empat mazhabnya yang kita kenal, yaitu Syafi’I, Maliki, Hambali dan Hanafi, dan aliran yang lain adalah Syi’ah yang paling kuat pengaruhnya di tanah Batak. Bahkan bisa dikatakan bahwa Syi’ahlah yang pertama kali membentuk sistem pendidikan keagamaan di tanah Batak. Salah satu sisa kejayaan Syi’ah di tanah Batak adalah praktik tasawwuf dan tarekat yang masih diamalkan oleh Tetua Batak di daerah pedalaman.

Pengaruh dari Hanafi, yang menekankan pada kemampuan filosofi dan ilmu kalam, dibawa oleh warga Muslim China yang datang untuk berdagang di kawasan Batak Simalungun, namun sistem ini tidak terlalu terasa pengaruhnya karena menyatu dengan sistem yang dibawa oleh pedagang-pedagang dari Persia yang bermazhab Syi’ah. Adapun sistem Hambali, yang lebih menekankan pada jalur Al Qur’an dan Hadis, ditandai dengan adanya kepatuhan dan kezuhudan serta penghormatan terhadap tradisi Nabi, mulai diterapkan saat orang-orang Paderi masuk ke tanah Batak. Sementara sistem Syafi’i, yang menekankan pada fikih, baru terasa belakangan saat hubungan antara penduduk Batak dengan dunia luar sudah sangat minim akibat penjajahan Belanda. Pascakemerdekaan, sistem Syafi’i inilah yang banyak diberlakukan.

Nilai Inti Budaya Batak

Nilai inti budaya suatu bangsa biasanya mencerminkan jati diri dari suku atau bangsa yang bersangkutan. Sedangkan jati diri tersebut merupakan gambaran atau keadaan khusus seseorang yang meliputi jiwa atau semangat daya gerak spiritual dari dalam. Dari pengertian di atas, jika diperhatikan, maka suku Batak memiliki tujuh macam nilai inti budaya, yaitu:

1. Kekerabatan/keakraban

Nilai ini berada di tempat yang paling utama, dari ketujuh nilai inti budaya Batak. Hubungan kekerabatan terlihat dari tutur sapa baik karena pertautan darah atau karena pertalian perkawinan.

2. Agama

Umumnya orang Batak menganut agama Islam dan Kristen. Wialyah Batak yang mayoritas penduduknya beragama Islam adalah Mandailing Angkola. Dan wilayah yang mayoritas penduduknya menganut agama Kristen adalah Batak Toba. Ada pula yang berimbang, seperti Batak Simalungun. Nilai agama/kepercayaan pada orang Batak sangat kuat, bahkan kadang menjadi lebih kuat dari pada adat, khususnya di lingkungan masyarakat Mandailing Angkola karena didukung oleh sarana pendidikan agama yang berupa pondok pesantren yang jumlahnya sangat banyak.

3. Hagabeon

Nilai ini bermakna sebuah harapan agar panjang umur, beranak cucu yang banyak dan baik-baik. Bagi orang Batak Islam termasuk keinginannya untuk dapat menunaikan ibadah haji ke tanah suci Makkah.

4. Hamoraan/kehormatan

Nilai hamoraan menurut adat Batak terletak pada keseimbangan antara aspek spiritual dan material yang ada pada diri seseorang. Orang yang memiliki banyak harta serta memiliki jabatan dan posisi yang tinggi dengan sifat suka menolong, mempunyai anak keturunan serta memiliki jiwa keagamaan yang kuat, maka dia akan sangat dipandang sebagai “mora” (orang yang terhormat).

5. Uhum dan Ugari

Nilai Uhum (hukum), tecermin dari kesungguhan orang-orang Batak dalam penerapan dan penegakan keadilan. Nilai suatu keadilan tersebut ditentukan dari ketaatannya pada Ugari serta setia dengan Padan (janji). Perbuatan khianat terhadap kesepakatan adat termasuk sesuatu yang amat tercela dan akan mendapatkan sanksi hukum secara adat. Oleh karena itu pada umumnya orang Batak bersikap suka berterus terang, apa adanya dan tidak suka basa-basi.

6. Pangayoman

Pengayoman atau perlindungan wajib diberikan terhadap lingkungan masyarakat. Tugas pengayoman utamanya berada di pihak mora (orang yang dihormati) dan yang diayomi adalah pihak boru. Prinsipnya, semua orang menjadi pengayom dan mendapat pengayoman. Karena merasa memiliki pengayom secara adat, maka orang Batak tidak terbiasa meminta pengayoman/belas kasihan dari orang lain.

7. Marsisarian

Artinya saling mengerti, menghargai, dan saling membantu. Prinsip ini, bagi orang Batak merupakan langkah antisipasi dalam mengatasi konflik di antara mereka.

Sebagaimana suku-suku di Sulawesi, seperti Bugis, Makassar, Mandar dan lain-lain, yang di daerah rantau mereka selalu mengadakan pertemuan dalam bentuk adat maupun silaturrahmi, suku Batak juga selalu peduli dengan identitas sukunya. Di daerah rantau mereka juga sering mengadakan aktivitas-aktivitas, salah satunya mendirikan perhimpunan, untuk menghidupkan ide-ide adat budayanya.

Apabila kita memperhatikan nilai-nilai inti budaya Batak, maka kita akan mendapatkan nilai-nilai tersebut umumnya sesuai dengan ajaran agama Islam. Hal ini mungkin karena Sumatera adalah daerah yang pertama kali didatangi oleh Islam, yaitu pada abad pertama Hijriyah atau sekitar abad ketujuh atau kedelapan Masehi. Tanah Batak yang pertama kali dimasuki oleh Islam adalah Barus, salah satu kota yang berada di Sumatera Utara. Di sana terdapat satu pelabuhan perniagaan yang sangat masyhur, tempat keluar masuknya para pedagang dari luar Nusantara.

Barus juga menjadi tujuan pendidikan tertua bagi masyarakat Batak. Hal ini dikarenakan bahwa Barus merupakan wilayah Batak yang paling mudah untuk dicapai oleh orang-orang Batak dari pedalaman yang ingin menjual kemenyan dan membeli produk jadi dari Barus. Sampai era tahun 1980-an, madrasah-madrasah tradisional Barus masih menjadi primadona tujuan pendidikan di tanah Batak. Masuknya pedagang dan saudagar ke Barus mengakibatkan penduduk lokal Batak di daerah tersebut banyak yang memeluk Islam.

EH/Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *