Satu Islam Untuk Semua

Thursday, 11 April 2019

Pesta Demokrasi, Tumpeng Sunan Kalijogo, dan Filosofi Tiga Kembang Menurut Cak Nun


islamindonesia.id – Pesta Demokrasi, Tumpeng Sunan Kalijogo, dan Filosofi Tiga Kembang Menurut Cak Nun

Menurut Budayawan Emha Anun Najib ‘Cak Nun’, kebijaksanaan adalah puncak dari kebaikan, untuk itu, kebijaksanaan harus menjadi acuan setiap manusia saat melangkah dalam hidup. Kebijaksanaan di sini merujuk kepada kata Ihsan, posisi tertinggi setelah Islam dan Iman. 

Cak Nun menekankan sikap bijaksana dalam menghadapi pesta demokrasi yang akan digelar bangsa Indonesia pada 17 April ini. Hal itu disampaikan budayawan kelahiran Jombang itu dalam acara “Sinau Bareng Cak Nun dan Kiai Kanjeng” saat peresmian kantor Polres Jepara Jawa Tengah, akhir bulan lalu (29/3).

“Pesta demokrasi 17 April nanti pilihan boleh beda, tapi yang paling utama adalah menjaga kerukunan dan kebersamaan kita. Pesta demokrasi harus berlangaung dengan damai dan sejuk,” katanya di hadapan ribuan masyarakat Jepara yang memenuhi halaman depan Polres di Jalan KS. Tubun itu.


Ribuan masyarakat Jepara memenuhi halaman depan Polres Jepara. Foto: Islam Indonesia

Cak Nun mengajak semua yang hadir untuk menjaga Indonesia, menjadi bagian yang mempersatukan bukan menjadi bagian mereka yang bertengkar apalagi yang menyulut pertengkaran.

“Tugas kita adalah menjaga kedamaian Indonesia sampai kapan pun. Karena Indonesia adalah amanah Allah untuk kita jaga. Sampai kapan pun,” tegasnya.

Diselingi shalawatan dan iringan musik khas Kiai Kanjeng, Cak Nun mengurai filisofi dari Tumpeng Sunan Kalijogo yang biasa dibuat masyarakat Jawa saat selamatan.  Dalam nasi berbentuk kerucut itu ada tiga kembang yang biasa menghiasi: mawar, kenanga, dan kantil.

“Mawar artinya mawarna-mawarni, artinya hidup harus saling mewarnai meskipun berbeda. Hidup tidak mungkin seragam dalam satu warna, tapi berwarna, berbeda-beda. Kenongo artinya keno-ngono, keno-ngene, keno-ngunu, maksudnya hidup bebas melakukan apa saja, asal tidak menyakiti dan mengganggu yang lain, karena semua orang memiliki kehendaknya sendiri-sendiri,” lanjutnya.

Namun, lanjut Cak Nun, ada bunga ketiga yaitu kembang Kantil (Cempaka Putih). Artinya manusia dalam hidup harus tetap saling kemantil atau menyatu.

“Menyatu dalam perbedaan untuk menciptakan harmoni dan kebersamaan, sebagai sesama manusia dalam hidup di alam dunia yang sama,” katanya.

MUH/IslamIndonesia/Foto Fitur: Panitia Sinau

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *