Nazar Ibu di Karbala, Sajak Gus Mus Saat Berziarah ke Makam Sayyidina Husein

islamindonesia.id – Nazar Ibu di Karbala, Sajak Gus Mus Saat Berziarah ke Makam Sayyidina Husein
KH Mustofa Bisri, atau akrab disapa Gus Mus, ulama sepuh yang juga sastrawan asal Rembang, mengenang ziarahnya ke makam Sayyidina Husein bin Ali, putra Sayyidina Ali bin Abu Thalib dan cucu Nabi Muhammad SAW, di Karbala.
Berdasarkan Kitab Tarikh yang disusun oleh Al-Tabari, yang berjudul Tarikh al-Rusul wa al-Muluk jilid ke-19, Sayyidina Husein dibunuh pada tanggal 10 Muharram 61 H di Karbala, Irak, oleh pasukan Umar bin Saad, pasukan dari kubu Yazid bin Muawiyah, khalifah kedua Bani Umayyah.
Dalam kesempatan ziarah itu, Gus Mus mengatakan bahwa dia sempat membuat sajak di sana. Berdasarkan keterangan waktu yang ditulis pada akhir sajak, ziarah beliau ke Karbala terjadi pada tahun 1409 H, yang mana itu artinya tahun 1988 apabila dikonversikan ke tahun Masehi.
Gus Mus mengatakan bahwa dia berangkat ke Karbala bersama kumpulan penyair lainnya yang terdiri dari Sutardji Calzoum Bachri, Abdul Hadi WM, Taufiq Ismail, Alm Leon Agusta, dan Alm Hamid Jabbar.
Dikutip dari Instagram Gus Mus, pada Senin (9/9), Gus Mus berkata, “Tanggal 10 Muharram; tiba-tiba aku teringat pernah sempat – bersama para penyair kita (Sutardji Calzoum Bachri; Abdul Hadi WM; Taufiq Ismail; Alm. Leon Agusta; dan Alm. Hamid Jabbar) – ziarah ke makam Sayyidina Husein di Karbala. Bahkan aku sempat buat ‘sajak’ ini: :: nazar ibu di karbala :: pantulan mentari.”
Berikut ini adalah sajak yang dibuat oleh Gus Mus ketika di Karbala:
NAZAR IBU DI KARBALA – PANTULAN MENTARI
senja dari kubah keemasan
mesjid dan makam sang cucu nabi
makin melembut
pada genangan
airmata ibu tua
bergulir-gulir
berkilat-kilat
seolah dijaga pelupuk
agar tak jatuh
indah warnanya
menghibur bocah berkaki satu
dalam gendongannya
tapi jatuh juga akhirnya
manik-manik bening berkilauan
menitik pecah
pada pipi manis kemerahan
puteranya “ibu menangis ya, kenapa?” meski kehilangan satu kaki
bukankah ananda selamat kini
seperti yang ibu pinta?” “airmata bahagia, anakku
kerna permohonan kita dikabulkan
kita ziarah kemari hari ini
memenuhi nazar ibumu.” cahaya lembut masih memantul-mantul
dari kedua matanya
ketika sang ibu tiba-tiba brenti
berdiri tegak di pintu makam
menggumamkan salam: “assalamu ‘alaika ya sibtha rasulillah
salam bagimu, wahai cucu rasul
salam bagimu, wahai permata zahra.” lalu dengan permatanya sendiri
dalam gendongannya
hati-hati maju selangkah-selangkah
menyibak para peziarah
yang begitu meriah
disentuhnya dinding makam seperti tak sengaja
dan pelan-pelan dihadapkannya wajahnya ke kiblat
membisik munajat: “terimakasih, tuhanku
dalam galau perang yang tak menentu
engkau hanya mengujiku
sebatas ketahananku
engkau hanya mengambil suami
gubuk kami
dan sebelah kaki
anakku
tak seberapa
dibanding cobamu
terhadap cucu rasulmu ini
engkau masih menjaga
kejernihan pikiran
dan kebeningan hati
tuhan,
kalau aku boleh meminta ganti
gantilah suami, gubuk, dan kaki anakku
dengan kepasrahan yang utuh
dan semangat yang penuh
untuk terus melangkah
pada jalan lurusmu
dan sadarkanlah manusia
agar tak terus menumpahkan darah
mereka sendiri sia-sia
tuhan,
inilah nazarku
terimalah.”
Karbala, 1409
PH/IslamIndonesia
Leave a Reply