Satu Islam Untuk Semua

Tuesday, 10 September 2019

Nazar Ibu di Karbala, Sajak Gus Mus Saat Berziarah ke Makam Sayyidina Husein


islamindonesia.id – Nazar Ibu di Karbala, Sajak Gus Mus Saat Berziarah ke Makam Sayyidina Husein

KH Mustofa Bisri, atau akrab disapa Gus Mus, ulama sepuh yang juga sastrawan asal Rembang, mengenang ziarahnya ke makam Sayyidina Husein bin Ali, putra Sayyidina Ali bin Abu Thalib dan cucu Nabi Muhammad SAW, di Karbala.

Berdasarkan Kitab Tarikh yang disusun oleh Al-Tabari, yang berjudul Tarikh al-Rusul wa al-Muluk jilid ke-19, Sayyidina Husein dibunuh pada tanggal 10 Muharram 61 H di Karbala, Irak, oleh pasukan Umar bin Saad, pasukan dari kubu Yazid bin Muawiyah, khalifah kedua Bani Umayyah.

Dalam kesempatan ziarah itu, Gus Mus mengatakan bahwa dia sempat membuat sajak di sana. Berdasarkan keterangan waktu yang ditulis pada akhir sajak, ziarah beliau ke Karbala terjadi pada tahun 1409 H, yang mana itu artinya tahun 1988 apabila dikonversikan ke tahun Masehi.

Gus Mus mengatakan bahwa dia berangkat ke Karbala bersama kumpulan penyair lainnya yang terdiri dari Sutardji Calzoum Bachri, Abdul Hadi WM, Taufiq Ismail, Alm Leon Agusta, dan Alm Hamid Jabbar.

Dikutip dari Instagram Gus Mus, pada Senin (9/9), Gus Mus berkata, “Tanggal 10 Muharram; tiba-tiba aku teringat pernah sempat – bersama para penyair kita (Sutardji Calzoum Bachri; Abdul Hadi WM; Taufiq Ismail; Alm. Leon Agusta; dan Alm. Hamid Jabbar) – ziarah ke makam Sayyidina Husein di Karbala. Bahkan aku sempat buat ‘sajak’ ini: :: nazar ibu di karbala :: pantulan mentari.”

Berikut ini adalah sajak yang dibuat oleh Gus Mus ketika di Karbala:

NAZAR IBU DI KARBALA – PANTULAN MENTARI

senja dari kubah keemasan

mesjid dan makam sang cucu nabi

makin melembut

pada genangan

airmata ibu tua

bergulir-gulir

berkilat-kilat

seolah dijaga pelupuk

agar tak jatuh

indah warnanya

menghibur bocah berkaki satu

dalam gendongannya

tapi jatuh juga akhirnya

manik-manik bening berkilauan

menitik pecah

pada pipi manis kemerahan

puteranya “ibu menangis ya, kenapa?” meski kehilangan satu kaki

bukankah ananda selamat kini

seperti yang ibu pinta?” “airmata bahagia, anakku

kerna permohonan kita dikabulkan

kita ziarah kemari hari ini

memenuhi nazar ibumu.” cahaya lembut masih memantul-mantul

dari kedua matanya

ketika sang ibu tiba-tiba brenti

berdiri tegak di pintu makam

menggumamkan salam: “assalamu ‘alaika ya sibtha rasulillah

salam bagimu, wahai cucu rasul

salam bagimu, wahai permata zahra.” lalu dengan permatanya sendiri

dalam gendongannya

hati-hati maju selangkah-selangkah

menyibak para peziarah

yang begitu meriah

disentuhnya dinding makam seperti tak sengaja

dan pelan-pelan dihadapkannya wajahnya ke kiblat

membisik munajat: “terimakasih, tuhanku

dalam galau perang yang tak menentu

engkau hanya mengujiku

sebatas ketahananku

engkau hanya mengambil suami

gubuk kami

dan sebelah kaki

anakku

tak seberapa

dibanding cobamu

terhadap cucu rasulmu ini

engkau masih menjaga

kejernihan pikiran

dan kebeningan hati

tuhan,

kalau aku boleh meminta ganti

gantilah suami, gubuk, dan kaki anakku

dengan kepasrahan yang utuh

dan semangat yang penuh

untuk terus melangkah

pada jalan lurusmu

dan sadarkanlah manusia

agar tak terus menumpahkan darah

mereka sendiri sia-sia

tuhan,

inilah nazarku

terimalah.”

Karbala, 1409

PH/IslamIndonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *