Satu Islam Untuk Semua

Monday, 08 February 2016

Menyelisik Kedekatan Islam dan Cina, dari Lao Tse hingga Wahdatul Wujud


Menyambut tahun baru Imlek 2567/2016, cendekiawan Muslim Haidar Bagir menyelisik sejumlah hubungan erat antara ajaran Islam dan negeri Cina. Di antara yang paling terkenal ialah sabda pembawa risalah Islam itu sendiri, Nabi Muhammad Saw.

“Carilah ilmu sampai ke negeri Cina,” kata Haidar Bagir mengutip hadis Nabi via akun twitternya, 8/2

Meskipun cukup singkat, tidak sedikit peneliti yang menulis berlembar-lembar tentang makna di balik hadis ini. Seperti kata ‘ilmu’ yang sebagian pakar menafsirkan ‘hikmah’. Sebagian peneliti juga mencari tahu; mengapa ‘Cina’ yang disebut utusan Allah itu?

Hingga Agustus 2015, menurut Duta Besar China untuk Indonesia Xie Feng, di China ada lebih dari 20 juta Muslim dan di Xinjiang ada lebih dari 3.000 masjid.

Tidak sedikit peneliti yang tertarik dengan kajian hubungan ajaran Islam dan Cina ini. Apalagi dengan munculnya berbagai pendapat yang mengaitkan keduanya meskipun sebagian pendapat itu hanya sebatas spekulasi yang perlu penelitian lebih dalam.

Di antara yang menarik untuk diteliti lebih dalam, menurut Haidar, adanya dugaan bahwa Lao Tse (Lao Zi) adalah Nabi Luth. Tempat lahir pendiri Taoisme itu bernama Ir yang dianggap Ur tempat lahirnya Nabi Luth. Sebagian juga berspekluasi mengatakan bahwa julukan ‘berhidung besar’ bagi Lao Tse artinya ‘orang Arab’.

“Selain itu ada juga yang berpendapat bahwa pengikut Budha merupakan pengikut Nabi Zulkifli. Kapilavastu berarti ‘Kifli’ dan pohon Bodhi berarti ‘pohon Arsyi’,” kata Haidar sambil mempertegas kembali bahwa semua spekulasi ini memerlukan bukti ilmiah yang lebih dalam.

Menurut pakar filsafat Islam ini, Sachiko Murata yang dikenal dengan karyanya ‘The Tao of Islam’ menyebutkan bahwa para pemikir Muslim Cina terutama Wang Tai Yu dan Liu Chih menulis tentang metafisika Islam ala Ibn ‘Arabi.

“Ada lagi seperti yang ditulis oleh Toshihiko Izutsu, bahwa ketuhanan Taoisme mirip dengan konsep Wahdatul Wujud.”

Tao, lanjut Haidar, adalah ‘Al-Haq’ dan ‘Wu’ adalah ‘Laysa Kamitslihi Syai’ (tiada keserupaan yang mirip dengan-Nya). Adapun ‘Sheng Jen’ diartikan Insan Kamil”

Konfusianisme, kata penulis Belajar Hidup dari Rumi ini, adalah sistem filsafat dan etika yang terkait dengan Taoisme dan Budhisme. Seorang Muslim, kata Hiadar, bisa sekaliguas menganut Konfusianisme dan seorang Muslim konfusian itu disebut sebagai ‘Hui Ru’ yang berarti konfusian yang Muslim.

 

Andi/Edy/IslamIndonesia

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *