Satu Islam Untuk Semua

Tuesday, 06 September 2016

KHAS—Meresapi Makna Syiir Tanpo Waton Karya Gus Nizam As Shofa (Bagian Pertama)  


IslamIndonesia.id—Meresapi Makna Syiir Tanpo Waton Karya Gus Nizam As Shofa (Bagian Pertama)

 

Menjelang Maghrib di masjid-masjid kampung, khususnya di Tanah Jawa, seringkali kita dengar lantunan Syiir Tanpo Waton karya Gus Nizam, yang selama ini kerap dianggap sebagai buah karya dari almarhum Gus Dur. Kebanyakan orang hanya merasa asyik mendengar alunan nadanya saja dari kejauhan meski mungkin tak begitu memahami makna Syiir Tanpo Waton itu. Padahal jika dicermati dan diresapi lebih dalam, Syiir Tanpo Waton memiliki makna yang luar biasa.

Salah satunya, adalah pada bait yang berbunyi:

Duh bolo konco priyo wanito

(Duhai para pria dan wanita)

Ojo mung ngaji syareat bloko

(Jangan hanya belajar syariat saja)

Gur pinter ndongeng nulis lan moco

(Hanya pandai bicara, menulis dan membaca)

Tembe mburine bakal sengsoro

(Esok hari kelak bakal sengsara)

Sebagian orang yang secara sepintas mendengar bait syair tersebut, kadang ada yang salah mengartikan bahwa bait tersebut menganggap syariat tidak penting.

Padahal jika ditilik lebih saksama, anggapan itu jelas kurang tepat. Karena dalam bait itu tertulis “Ojo mung ngaji syareat bloko…” Ada kata “Ojo mung” di situ yang berarti “Jangan hanya”, maka jelas menyatakan bahwa ilmu syariat itu penting, tapi jangan berhenti belajar hanya sebatas ilmu syariat saja. Karena belajar ilmu yang lebih tinggi dari sekadar ilmu syariat dengan tujuan untuk lebih mendekatkan diri kepada Gusti Allah juga merupakan hal yang wajib bagi kita sebagai manusia agar nasib kita kelak tidak sengsara.

Makna mendalam lainnya, adalah seperti apa yang terdapat pada bait pertama yang berbunyi:

Ngawiti ingsung nglaras syiiran

(Aku memulai menembangkan syiir)

Kelawan muji maring Pangeran

(Dengan memuji kepada Tuhan)

Kang paring rahmat lan kenikmatan

(Yang memberi rahmat dan kenikmatan)

Rino wengine tanpo pitungan

(Siang-malamnya tanpa terhitung)

Dalam bait ini kita diajak insyaf dan sadar betapa rahmat dan kenikmatan Tuhan tercurah tanpa batas siang-malam. Sehingga patut bagi kita memuji-Nya dengan penuh rasa syukur yang mendalam.

Pada bait selanjutnya, yang berbunyi:

Akeh kang apal Qur’an Hadise

(Banyak yang hapal Qur’an dan Hadisnya)

Seneng ngafirke marang liyane

(Senang mengkafirkan kepada orang lain)

Kafire dewe dak digatekke

(Kafirnya sendiri tak dihiraukan)

Yen isih kotor ati akale

(Jika masih kotor hati dan akalnya)

Dalam bait itu disebutkan bahwa betapa banyak orang yang hapal Al-Qur’an dan Hadis namun justru senang mengkafirkan orang lain, sementara kekafiran dirinya sendiri tak pernah diperhatikan. Begitulah sifat mereka yang masih kotor hati dan akalnya. Bukankah gambaran sikap yang demikian dapat kita lihat dalam kehidupan nyata saat ini? Betapa banyak golongan yang merasa dirinya paling paham makna Al-Qur’an dan Hadis lalu mengklaim diri sebagai golongan yang paling benar, dan pada saat yang sama merasa berhak mengkafirkan golongan lain?

Maka apa yang biasanya menimpa golongan yang masih kotor hati dan akalnya tersebut? Maka setidaknya mereka akan berada dalam kondisi sebagaimana yang digambarkan pada bait berikutnya.

Gampang kabujuk nafsu angkoro

(Gampang terbujuk nafsu angkara)

Ing pepaese gebyare ndunyo

(Dalam hiasan gemerlapnya dunia)

Iri lan meri sugihe tonggo

(Iri dan dengki kekayaan tetangga)

Mulo atine peteng lan nisto

(Maka hatinya gelap dan nista)

 

Bersambung..

 

EH/IslamIndonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *