Satu Islam Untuk Semua

Sunday, 31 July 2016

KHAS—Benarkah Semar Tajalli Jawa dari Nur Muhammad?


IslamIndonesia.id—Benarkah Semar Tajalli Jawa dari Nur Muhammad?

 

Semar merupakan pendakwah jalan kebaikan dan kebenaran sebagaimana yang tersebut dalam tembang Lir-ilir. Dalam Riwayat Sunan Kalijaga, tembang ini konon diciptakan oleh Sunan Ampel atau Raden Rahmat. Di dalam tembang ini terdapat makna religius yang disampaikan lewat syair-syairnya.

“Lir-ilir, lir-ilir, tandure wis sumilir, tak ijo royo-royo, tak sengguh penganten anyar. Cah angon, cah angon, penekno blimbing kuwi, lunyu-lunyu penekno, kanggo mbasuh dodot iro. Dodot iro, dodot iro, kumitir bedah ing pinggir, dondomana jlumatana, kanggo seba mengko sore. Mumpung jembar kalangane, mumpung padhang rembulane, yo surako, surak hayo.”

Makna yang tersirat dalam syair-syair tembang Lir-ilir di atas adalah ajakan untuk menjalankan rukun Islam dan berbuat kebajikan. Artinya, terdapat nasihat untuk menjadi Muslim yang baik.

Pada bait pertama, syair Lir-ilir diulang-ulang agar orang-orang yang belum masuk Islam terbangun dan tersadar menuju pemikiran yang lebih segar. Benih-benih iman yang yang sudah tumbuh diharapkan dapat dirawat dengan baik. Oleh karena itu, hendaknya seorang Muslim mempunyai perilaku mulia atau laku utomo seperti sopan santun, suka menolong, dan menyenangkan hati orang lain.

Pada bait kedua, mengandung makna bahwa seorang Muslim hendaknya memiliki jiwa yang kuat, pemberani, tanpa kenal lelah, dan tak mudah putus asa, sehingga akan membentuk pribadi yang sabar dan pantang menyerah dalam menggapai cita-cita mulia. Seorang Muslim sejati harus mampu melaksanakan segala apa yang diperintahkan dan menjauhi segala apa yang dilarang oleh agama. Tujuannya agar menjadi manusia yang berbudi, berakhlak mulia, disayang orang banyak, dan suka menolong tanpa pamrih.

Syair dalam bait ketiga mengajarkan agar setiap Muslim melakukan taubat yang sesungguhnya (taubatan nasuha). Artinya, bersedia memperbaiki kesalahannya dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Perbuatan yang sudah diperbaiki tujuannya sebagai bekal di kehidupan akhirat nanti, karena kehidupan di dunia hanyalah sementara. Maka diperlukanlah shalat, zakat, puasa, haji, sedekah, dan lain sebagainya sebagai bekal bagi mereka untuk kehidupan di akhirat.

Terakhir, Lir-ilir ditutup dengan ajakan untuk segera memperbaiki diri, segeralah berbuat kebaikan dan melaksanakan kewajiban yang telah diperintahkan. Waktu yang ada jangan disia-siakan tanpa guna dan berlalu begitu saja tanpa hasil.

Kenapa demikian? Karena segala kewajiban yang dilaksanakan dengan baik dan sempurna akan mendapatkan balasan yang baik pula di kehidupan akhirat nanti. Oleh karena itu, berbahagialah orang-orang yang mampu melaksanakan segala kewajiban dengan baik.

Intinya, tembang Lir-ilir dapat menjadi pedoman bagi setiap Muslim untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.

Jelaslah sudah bahwa tokoh Semar yang digagas oleh Wali Sanga, dengan perwatakan sebagaimana tergambarkan dalam tembang Lir-ilir, mempunyai misi untuk menyampaikan dakwah tentang ajaran agama Islam.

Akhirnya, apabila seseorang dapat meresapi perwatakan dari Semar sebagai sosok Muslim, maka dia akan mengatakan bahwa Semar dapat merepresentasikan karakter kepribadian Muslim ideal, yang merupakan tajalli atau pengejawantahan Nur Muhammad dalam versi Jawa.

Benarkah demikian? Wallahu ‘a’lam..

 

 EH/IslamIndonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *