Satu Islam Untuk Semua

Saturday, 30 September 2017

Filosofi Sedekah Larung Sungai Gintung


islamindonesia.id – Filosofi Sedekah Larung Sungai Gintung

 

Warga Desa Pagerandong Kecamatan Kaligondang Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah menggelar Sedekah Larung Sungai Gintung menyambut bulan Suro atau Muharam. Di balik acaranya yang meriah, termuat filosofi yang bermanfaat untuk generasi masa kini.

Kepala Desa Pagerandong, Triadi Hernowo menuturkan, gelaran ini merupakan kali pertama dilakukan oleh masyarakat Desa Pagerandong kala menyambut bulan Suro, yang biasanya dilakukan pergelaran wayang kulit semalam suntuk. Menurutnya, sedekah larung ini memiliki berbagai ajaran luhur.

“Tujuan kegiatan ini bukan keluar dari akidah keagamaan, namun menjadi sebuah pendidikan, seperti sedekah larung yang menggambarkan perwujudan keikhlasan sedekah kepada orang-orang yang tidak mampu,” jelasnya, Minggu (24/9/2017)

Selain mengajarkan keikhlasan, menurut Triadi, kegiatan ngalap berkah mempunyai nilai filosofis tersendiri, yakni ajakan kepada masyarakat, bahwa apa yang kita miliki bukan hanya milik kita sendiri, melainkan milik orang-orang yang tidak mampu. Dari filosofi ini, dia berharap agar warga Pagerandong dapat meningkatkan zakat mal.

“Kita tidak menduakan sang Maha Pencipta, namun harapannya kegiatan keagamaan di Pagerandong lebih meningkat. Zakat dari masyarakat yang mampu juga bertambah banyak,” terangnya.

Sementara, Ketua Forum Pelestarian dan Cagar Budaya Desa Pagerandong, Sutarko Gareng, dalam rangkaian peringatan menyambut bulan Suro ini, telah dilaksanakan pula bersih Makam Wangi. Selain itu, dilaksanakan pula wayang kulit dan kesenian Barongsai.

Sutarko menjelaskan, dalam prosesi ngalap berkah boga saketi digambarkan dengan seribu bahan makanan dari hasil Bumi Pertiwi. Bahan makanan tersebut dikumpulkan dari masyarakat kemudian diberikan ke masyarakat dengan cara rebutan. Rebutan itu adalah perlambang agar masyarakat juga rajin bekerja dan tak mudah putus asa.

“Seperti sayuran, terong, kangkung, harapannya bisa dimasak di rumahnya sehingga bisa lebih berkah. Sedangkan yang berbentuk biji-bijian seperti padi jagung nantinya bisa ditanam sehingga hasil pertanian bisa lebih melimpah. Bentuk menyerupai gunung mempunyai makna semua orang akan kembali ke Sang Pencipta,” Sunarko menerangkan.

Lebih lanjut Sutarko menjelaskan, sedekah larung berupa kepala kambing adalah perlambang bahwa di kepala merupakan kumpulan semua panca indera ada di sana. Selanjutnya untuk membawa sedekah larung menggunakan joleng dalam bentuk joglo mengambarkan sedekah larung merupakan budaya Jawa yang sangat kuat.  Joleng itu sendiri merupakan akronim ojo lengah, yang berarti, masyarakat jangan lengah dalam kehidupan sehari-hari dan selalu ingat kepada Tuhan, Sang Pencipta.

“Kami berharap agar Pemerintah Daerah Purbalingga untuk bisa mendukung kegiatan Larung Sungai Gintung sehingga pengembangan budaya di Pegerandong bisa lebih baik lagi ke depannya. Selain itu juga bisa menarik wisatawan agar berkunjung ke wisata Makam Wangi,” pungkasnya.

 

EH / Islam Indonesia

0 responses to “Filosofi Sedekah Larung Sungai Gintung”

  1. […] Larung Sungai Gintung menyambut bulan Suro atau Muharam. Di balik acaranya yang meriah, termuat filosofi yang bermanfaat untuk generasi masa kini. Kepala Desa Pagerandong, Triadi Hernowo menuturkan, […]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *