Satu Islam Untuk Semua

Friday, 15 April 2022

Berikut 5 Tradisi Khas Masyarakat Banjar di Bulan Ramadan


islamindonesia.id – Setiap datangnya bulan Ramadan, ada beberapa tradisi unik yang dilangsungkan oleh umat Islam Kalimantan Selatan atau masyarakat Banjar. Berikut ini 5 di antaranya.

1. Tradisi Menabung atau Arisan  

Menjelang Ramadan, masyarakat Banjar biasanya akan membuka tabungan selama sebelas bulan sebelumnya untuk kebutuhan Ramadan sebulan ke depan. Hal ini lazim dilakukan oleh mereka, khususnya yang bekerja berjualan makan-minum atau membuka warung makan. Sebulan penuh, mereka memutuskan untuk libur dan tidak berjualan sama sekali demi fokus untuk memperbanyak ibadah.

Selain itu, ada pula warga yang mencabut arisan beberapa hari sebelum Ramadan setelah berputar selama sebelas bulan. Arisan itu bisa berupa uang atau sembako seperti beras, gula, garam, minyak goreng, ikan, susu dan lain-lain. Bisa juga hanya arisan salah satu bahan pokok saja seperti gula.

2. Tradisi Bersih-Bersih Tempat Ibadah

Sebelum masuk bulan Ramadan, masjid dan langgar dibersihkan secara gotong-royong oleh warga sekampung. Acara bersih-bersih ini dilakukan di dalam lingkungan tempat ibadah termasuk kelengkapan sarana dan prasarananya, seperti membersihkan dan mencuci ambal, sajadah dan kain pashafan. Bahkan ada pula yang kesemuanya diganti baru. Termasuk juga membersihkan lantai dengan disapu dan dinding dengan disiram, dilap, atau dicat baru baik dengan warna sama maupun dengan warna yang berbeda.

Bersamaan dengan kegiatan bersih-bersih ini, bisa juga sambil menambah asesoris untuk memperindah tempat ibadah, misalnya berupa lampu seri, lampu hias atau hiasan kaligrafi dan spanduk-spanduk berisi imbauan agar menghormati orang yang berpuasa atau anjuran bersedekah untuk orang-orang yang berbuka.

3. Tradisi Ziarah ke Makam Keluarga atau Ulama

Sudah menjadi kebiasaan masyarakat Banjar sebelum memasuki bulan Ramadan mereka beramai-ramai baik secara perorangan maupun rombongan untuk ziarah ke makam keluarganya atau ulama yang dihormati untuk tabur bunga, mendoakan dan membersihkan makam dari rumput-rumput liar.

Ziarah ini bisa dikatakan sebagai tanda kebaktian seorang anak kepada orangtua atau keluarganya yang sudah meninggal dunia baik baru maupun lama. Juga sebagai tanda hormat murid kepada gurunya yang telah tiada demi tetap tersambungnya silaturahmi ruhaniyah di antara mereka, karena warga Banjar percaya bahwa yang mati itu hanya jasad sedangkan ruh masih hidup untuk selama-lamanya.

Ziarah itu bisa juga, menjadi sarana anak yang masih hidup untuk menghapus dosa sosialnya yang mungkin belum sempat ia lakukan ketika orangtua dan keluarganya masih hidup hingga ia merasa bersih lewat ziarah ketika memasuki bulan Ramadan yang dianggapnya suci karena penuh dengan rahmat, maghfirah, berkah dan kebebasan dari api neraka.

4. Tradisi Bacahar Parut

Menjelang datangnya Ramadan, biasanya masyarakat Banjar, terutama para Tuan Guru dan keluarganya melakukan “pencaharan” atau ‘perbersihan perut dari kotoran sisa makanan dan minuman yang dikonsumsi selama sebelas bulan silam’.

Mereka melakukan pencaharan bisa dengan pengobatan tradisional seperti Begurah yang memasukkan jeruk nipis atau rabukan sahang ke dalam hidung hingga dalam beberapa waktu akan memuntahkan ke mulut banyak lendir dan sisa makanan yang bersemayam lama di dalam perut. Atau bisa pula dilakukan secara medis dengan meminum obat broklak berwarna cokelat, di minum lewat mulut hingga tak berapa lama akan keluar dari perut lewat BAB yang cair dan dalam jumlah banyak.

Lewat tradisi Bacahar Parut ini, maka perut akan terasa menjadi kosong dan ringan, bebas dari kotoran, ampas dari makanan dan minuman yang ada sehingga saat memasuki ibadah puasa sudah dalam keadaan baru dan siap menerima makanan dan minuman yang baru pula selama bulan Ramadan.

5. Tradisi Pasar Wadai

Sebenarnya Pasar Wadai ini telah tumbuh dan berkembang sejak Banjarmasin dikenal sebagai Kota Sungai, di mana sungai sebagai lalu lintas pelayaran tapi juga sebagai jalan raya perdagangan. Ketika bermunculan pasar terapung saat itu, bisa dipastikan di dalamnya ketika menjelang Ramadan terdapat Pasar Wadai.

Sekadar informasi, “wadai” berasal dari bahasa Banjar dan Dayak yang artinya ‘kue’.

Bisa dimaklumi, ketika daratan telah berubah menjadi jalan raya perdagangan, menggantikan fungsi sungai masa lalu, maka Pasar Wadaipun menjadi Pasar Wadai di daratan menjelang Ramadan.

Biasanya saat Nishfu Sya’ban, Pasar Wadai sudah banyak bermunculan sebagai pertanda mendekati Ramadan. Aktivitas ini menjadi semakin ramai karena Pemerintah Daerah menfasilitasi Pasar Wadai dengan tujuan sebagai wisata kuliner Kalimantan Selatan khusus di bulan Ramadan.

Adapun wadai yang diperjualbelikan kebanyakannya wadai langka yang munculnya tahunan, dan hanya ada di bulan Ramadan saja seperti Wadai Lapis, Amparan Tatak Pisang, Puteri Selat, Sarimuka, Kakaraban, Lapis Panganten dan lain-lain. Meskipun pada saat pandemi, Pasar Wadai tidak digelar lagi oleh warga dan Pemerintah Daerah secara formal, namun Pasar-pasar Wadai dadakan yang informal masih tetap ada di kampung-kampung dan di pinggiran-pinggiran kota untuk menunjukkan bahwa tradisi ini tetap dilestarikan.

EH/Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *