Satu Islam Untuk Semua

Saturday, 24 December 2022

Begini Adat Makan dan Mengundang Makan di Kalangan Masyarakat Aceh


islamindonesia.id – Soal makan memang selalu menarik untuk dibahas, karena dalam sejarah manusia pada zaman apapun, soal makan-makan pasti menjadi bagian dari peradaban masa itu. Misalnya pada zaman manusia purba, makanan merupakan harta yang paling tinggi nilainya. Sehingga siapa saja yang memiliki banyak makanan, maka dianggap suku paling kaya dan makmur.

Begitu pula pada zaman modern sekarang ini. Berbagai macam jenis makanan pun tersedia. Termasuk bila memiliki banyak jenis makanan, maka dianggap pula bahwa bangsa tersebut memiliki kekayaan budaya. Intinya, makanan dan budaya sebagai sebuah peradaban.

Dalam masyarakat Aceh soal makanan memang sangat bernilai. Makanan bagi masyarakat yang berada di ujung pulau Sumatera tersebut merupakan sesuatu yang dijadikan sebagai sedekah. Membagikan makanan kepada setiap orang yang membutuhkan sudah menjadi bagian dari adat yang hidup dalam masyarakat.

Contohnya pada setiap bulan maulid (12 Rabiul awal), umat Islam Aceh selalu membuat makanan di rumah dalam jumlah banyak lalu diantar ke surau atau masjid untuk dikendurikan (dibagikan) kepada warga dan tamu dari desa lain yang diundang. Bahkan pada waktu khusus setiap warga pun secara sendiri-sendiri, mengundang orang lain untuk makan di rumah mereka. Adat itu sudah berlangsung secara turun temurun.

Dalam mengundang makan tentu ada tata-caranya, termasuk memperhatikan sopan santun, etika, dan tata krama makan kenduri. Cara bagaimana seseorang makan atau cara ia mengundang makan orang lain memperlihatkan pula ada tidaknya ia memperhatikan sopan santun.

Dalam masyarakat Aceh, sopan santun dalam makan dan mengajak orang makan merupakan sesuatu yang telah menjadi adat. Kebiasaan makan dengan penuh sopan santun merupakan kebiasaan yang diajarkan dalam Islam.

Adat Makan

Di antara sopan santun yang sangat diperhatikan dalam hubungan dengan makan, ialah mengenai berpakaian dan cara duduk ketika akan makan. Artinya berpakaian yang sopan dan menutupi aurat, serta duduk dengan sopan, baik saat makan pada meja makan, maupun ketika makan dengan duduk bersila di lantai beralaskan tikar.

Selain itu juga selalu mengucapkan doa makan atau sekurang-kurangnya membaca basmalah ketika memulai makan dan mengucapkan syukur (alhamdulillah) setelah makan dan dirasa kenyang.

Kalau nasi sudah dihidangkan, misalnya di acara perkawinan atau maulid, maka dipandang sopan apabila memperhatikan hal-hal berikut:

  • Makan setelah dipersilakan, dan memulainya dengan membaca doa atau basmalah, serta mengucapkan alhamdulillah setelah selesai makan, tetapi tidak dengan suara keras
  • Kecuali ada yang diundang makan khusus pada acara kenduri yang diawali dengan doa bersama.
  • Karena orang Aceh biasanya makan dengan tidak memakai sendok seperti yang banyak berlaku pada zaman sekarang, maka sebelum makan mencuci tangan terlebih dahulu. Biasanya tempat cuci tangan selalu disediakan oleh tuan rumah. Kalau makan dengan sendok dan garpu jangan berbunyi keras bila beradu dengan piring.
  • Tidak menjulur tangan ke tempat hidangan yang jauh dari tempat duduk kita. Hanya diambil yang ada di depan kita saja. Biasanya hidangan diatur sedemikian rupa sehingga apa yang dihidangkan ada di depan dan dapat dijangkau oleh setiap orang.
  • Jangan memegang sendok gulai dengan tangan kanan yang sedang dipakai untuk makan, lebih baik dipegang dengan tangan kiri yang masih bersih.
  • Pakai tangan kanan kalau memberi atau meneruskan piring gulai dan menu makanan lainnya kepada orang lain di sebelah kanan atau kiri dan depan kita.
  • Lalu, ambil gelas minum dengan tangan kanan setelah tangan dicuci dan dilap sampai kering menggunakan tisu atau kain lap tangan yang telah disediakan. Air yang telah diambil tersebut jangan diminum habis sekali teguk, karena itu tidak sopan, termasuk tidak bersuara saat meminumnya.
  • Mengunyah makanan tidak terdengar suaranya kepada orang lain, dan kunyahlah secara pelan-pelan sampai semua makanan yang ditaruh di piring dapat dihabiskan.
  • Tidak berbicara saat sedang makan, dan jangan meniup makanan yang panas, tapi cukup menunggu beberapa saat kemudian makanan tersebut dingin sendirinya sampai nyaman untuk disantap.
  • Jangan makan dengan suap yang terlalu besar yang menyebabkan sukar mengunyah, atau mulut kelihatan sangat penuh.
  • Kalau makan kenduri, sebelum selesai makan sebaiknya disisakan kira-kira satu suap nasi dalam piring, tetapi kalau makan biasa dalam keluarga maka nasi dalam piring harus dihabiskan, karena dipandang mubazir dan itu berdosa atau tidak baik menurut pandangan agama.
  • Kalau makan buah-buahan, kulit dan bijinya harus ditaruh dalam tempat tersendiri.
  • Baru mencuci tangan kalau semua orang sudah selesai makan, dan baru meninggalkan tempat makan kalau sudah dipersilakan.

Adat Mengundang Makan

Kalau kita mengundang orang lain makan di rumah kita, maka persiapan dan tata-caranya sangat erat hubungan dengan tujuan mengundang itu sendiri dan hidangan yang disediakan.

Ada undangan makan untuk menjamu famili atau keluarga dekat, menjamu para sahabat, dan ada juga undangan untuk makan khanduri (kenduri) dalam rangka acara perkawinan (khanduri udeep), maupun untuk khanduri orang mati (khanduri matee).

Dalam acara adat atau khanduri perkawinan, maka orang tua-tua atau tamu terhormat, ditempatkan pada tempat yang dipandang lebih baik dalam rumah (bergantung pada keadaan rumah). Biasanya para tamu pada acara kenduri itu ada yang duduk di dalam rumah (bersila di atas tikar), dan ada juga yang duduk di atas kursi di bawah teratak (tenda) yang sengaja dibuat untuk tamu.

Setelah kenduri selesai dan tamu-tamu akan pulang, biasanya tuan rumah mengucapkan syukur dan terima kasih serta menyalami tamu-tamu yang akan pulang. Hal ini dilakukan sebagai bentuk penghargaan kepada tamu karena sudah sudi meluangkan waktunya untuk memenuhi undangan tuan rumah.

Mengenai khanduri matee (kenduri orang meninggal) biasanya dilakukan oleh pihak orang yang mendapatkan musibah dengan dibantu sepenuhnya oleh seluruh keluarga dekat mereka dan warga desa setempat. Adapun tuan rumah hanya menyediakan tempatnya saja sedangkan segala kebutuhan kenduri dan pelaksanaannya dilakukan oleh masyarakat secara sukarela.

Kenduri orang meninggal itu sendiri ada yang dilakukan pada hari ketiga, ketujuh, dan hari ke 44 setelah hari kematian, dan ada pula yang lebih daripada itu. Namun mengenai kenduri kematian ini bersifat khilafiyah. Ada yang mengatakan boleh ada yang mengatakan tidak boleh.

Akan tetapi pada umumnya masyarakat Aceh selalu melakukan kenduri kematian jika ada salah satu anggota keluarganya meninggal dunia. Jika pun tidak kenduri besar, sedikit pun juga tetap dilaksanakan, misalnya hanya mengundang 2-3 orang saja untuk makan di rumahnya.

Begitulah sekilas adat makan dan mengundang makan para tamu ke rumah, baik acara kenduri atau jamuan makan biasa yang berlaku dalam adat budaya mayarakat Aceh.

EH/Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *