Satu Islam Untuk Semua

Monday, 21 March 2016

WAWANCARA – Dubes RI di Damaskus: Tidak Ada Benturan Suni-Syiah di Suriah


Ada alasan kuat mengapa pemerintah Republik Indonesia hingga saat ini masih menempatkan duta besarnya di Suriah. Padahal, separuh dari 63 kedutaan besar di negara yang dirudung konflik itu sudah tidak beroperasi. Menurut Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh (Dubes LBBP) Republik Indonesia untuk Suriah, Drs. H. Djoko Harjanto, Suriah memiliki jasa tak sedikit untuk Indonesia.

Ketika bergabung dengan Mesir dalam Republik Persatuan Arab, Suriah adalah negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia. Selain itu, saat muncul persoalan Timor Timur, dukungan Suriah ke RI, sangat kuat. “Disuruh apa saja untuk mendukung kita, mereka mau,” katanya kepada Republika.

Dalam perbincangan singkat saat kunjungan ke Tanah Air, menghadiri seminar internasional ihwal konflik Suriah dan gejolak Timur Tengah yang dihelat Ikatan Alumni Syam Indonesia (Alsyami) beberapa waktu lalu, pria asal Jawa Tengah ini pun, mengingatkan umat Islam Indonesia agar tak terseret pusaran konflik dan mengimpornya ke Indonesia. Berikut petikan perbincangannya:

Bagaimana Anda melihat Pemerintahan Suriah saat ini?

Orang sudah terlanjur menganggap Pemerintahan Suriah Syiah. Itu yang harus diluruskan. Basyar itu Alawite yang terdiri, antara lain dari Druze. Ia Suni. Saya melihat langsung Mufti Syekh Adnan al-Fayouni, yang diundang berapa kali ke Indonesia oleh ICIS, dan belum lama ini ke Indonesia, memimpin mengimami salat pada acara Maulid Nabi, di belakangnya Assad, salatnya sendekap berarti bukan Syiah. Itu kita luruskan dulu.

Kedua, informasi yang menyatakan pemerintahan Assad membunuhi rakyatnya. Itu tidak benar. Bagaimana mungkin, wong pemerintahan solid didukung rakyatnya. Jadi, jika memang ada yang meninggal itu karena perang dua kubu, namanya perang. Kalau dulu perang itu antarprajurit, tak boleh menyerang rumah sakit dan lain-lain, rumah ibadah, sekolah. Nah, sekarang jihadis di Suriah yang fanatis dengan ISIS, Alqaidah, saling berperang. Bukan hanya pemerintah. Itu yang harus diketahui. Saya langsung di sana, melihat dengan mata saya, mengamati detik demi detik dan melaporkan ke Pemerintah RI.

Apakah keberadaan perwakilan RI di Suriah berarti keberpihakan ke Assad?

Kita tidak memihak, ya karena memang Pemerintah Indonesia mengakreditasikan saya ke Assad, jika saya tidak bekerja sama dengan Assad, ya tidak bisa lindungi TKI dan kemana-mana, malah bisa ditangkap. Lalu bagaimana ke depan? Kita bersikap praktis. Siapa pun yang berkuasa maka akan kita dukung. Jangan dianggap kita di sana saat ini, langsung Pak Jokowi dituding Syiah lah, orangnya Assad lah. Jangan begitu.

Menurut Anda mengapa muncul kesimpangsiuran informasi terkait Suriah?

Media dikuasai Barat milik Yahudi, dikuasai oleh miliarder Yahudi, George Soros. Berarti agendanya harus sesuai kepentingan mereka. Aljazeera milik Qatar yang memusuhi Suriah, tak mungkin dia berpihak ke Assad. Ini saya sampaikan apa adanya secara pribadi dan tidak memihak. Dan,  itu memang tugas pemerintah, tidak boleh macam-macam, fokus perlindungan dan bantuan kemanusiaan.

Apakah bantuan kemanusiaan RI sudah mengalir untuk Suriah?

Alhamdulillah sudah mengalir, setelah sekian lama, lewat Lembaga Koordinasi Bantuan Kemanusiaan PBB (OCHA) yang tidak memihak. Tapi, soal sampai tidaknya, wallahu’alam. Sudah 500 juta dolar AS mengalir, belum ada satu bulan ini. Kalau memang mau aman, memang lewat pemerintah. Anda sudah dengar, dari Palang Merah Internasional (ICRC) enam orang hilang, sampai sekarang tidak ketemu. Conflict is conflict, bantuan kemanusiaan perlu, tetapi persoalannya yang lama sejak 2012, bantuan biasanya tidak sampai, di tengah perjalanan sudah diserobot oleh pemberontak. Itu yang jadi persoalan. Jadi, sensitif di luar negeri.

Begitu bantuan pertama masuk melalui OCHA, saya sudah punya impian untuk mendorong bantuan kemanusiaan ke Suriah. Kita sudah menghubungi Palang Merah mereka, tidak minta macam-macam. Obat tidak terlalu diperlukan karena di sana murah, saya check up sebagai dubes hanya 100 dolar tidak habis, meliputi semua. Kalau membantu yang diperlukan ambulans, kita sudah sampaikan.

Bagaimana dengan upaya diplomasi damai di Suriah?

Sejak konflik mulai 2012, kita serukan damai karena konflik apa pun akan selesai dengan perlindungan, praktiknya di lapangan sulit, memang realitsnya begitu. Politik juga begitu kan, lihat sendiri di Indonesia, Anda tahu sendiri. Yang kita khawatirkan, menurut Gajah Mada dan UMS, adalah perseteruan Suni-Syiah, bahkan di Indonesia. Di Suriah tidak ada benturan Suni-Syiah, kalaupun ada itu adalah agenda perseteruan antara Arab Saudi dan Iran. Suriahnya sendiri tidak ada, saling menghormati, Kristen Ortodoks pun sendiri aman di sana. Orangnya ramah-ramah, sopan-sopan, tidak seperti di negara lain. Tentara sekalipun tidak ada yang berangasan.

Apa fokus Pemerintah RI saat ini?

Tugas kita masih terkonsentrasi pemulangan. Warga kita di sana banyak, tadinya sebanyak 15 ribuan waktu belum perang, begitu perang 2012, kita nyatakan darurat satu, sudah kelewat darurat, tidak boleh oleh sembarangan, termasuk staf kedutaan, anak istrinya dipulangkan. Duta besar manapun yang masih bukan tidak ada. Begitu posisinya. Tetapi, bantuan kemanusiaan tetap kita kampanyekan. Kasihan orang kelaparan, apalagi tempat pengungsian, listrik nihil, pemanas tidak ada.

Bagaimana dengan upaya lain, seperti politik, ekonomi, atau bahkan militer dari RI?

Itu yang sebatas biasa kita lakukan, kalau politik dan ekonomi, waduh jangan ditanya. Anda sudah tahu sendiri, minyak habis dikuasai ISIS, yang ada hanya aspal, kapas, kita tidak butuh itu. Yang pandai memanfaatkan peluang itu adalah Cina. Cina mendukung Suriah. Suriah didukung Rusia, Iran yang sangat militan. Hizbullah itu adalah orang Iran yang tinggal di Lebanon perbatasan Suriah. Dukungan Cina tidak mencakup militer, hanya ekonomi. Yang lain sudah tahu AS, Arab, Qatar, Turki memusuhi.

Menurut pandangan Anda, mengapa negara-negara tersebut agresif melawan Assad?

Tujuannya apa? Menjatuhkan Assad, kalau presidennya jatuh dibunuh, kayak Libya, ditinggal biar berantakan. Kalau sudah berantakan, benteng terakhir perlawanan ke Israel sudah tidak ada. Pertanyaannya, kalau memang ISIS kuat, mengapa tidak menyerang Israel? Malah faktanya Israel tenang-tenang saja. Itu yang diharapkan. Padahal, fanatisme anti-Israel yang dimiliki Suriah lebih dari Indonesia. Salah satu buktinya, Suriah melarang warganya beragama Kristen berziarah ke Yerussalem sementara negara kita masih memperbolehkan.

Jadi, konflik Suriah akibat konspirasi internasional atau gejolak politik dalam negeri?

Dua-duanya betul. Faktor politik karena ada agenda Arab Spring. Tapi, Arab Spring juga tidak bisa terlepas juga dari konspirasi internasional. Kita tahulah, siapa di balik Israel, AS mendukung sekutunya itu. Tapi, kalau anti-Assad ada nalarnya. Semua Islam betulan. Presiden Assad, pemerintahannya sejak dulu bapaknya berkuasa lama karena partainya kuat, kita seperti Golkar di sana Baath, kecenderungannya minta bantuan ke negara komunis, Rusia ketika itu. Sedangkan Rusia punya kepentingan, modal mereka di Suriah sebesar 20 miliar dolar AS, investasi minyaknya lewat Tartus, dekat Ladakiya, tempat Assad berasal. Nah jika invesatasi itu tidak dibentengi, ya habis. Investasi ekonomi dan sudah lama bersahabat.

Dukungan nyata seperti apa dari Pemerintah RI untuk Suriah? Mengapa?

Dukungannya yang nyata ya saya diakreditasikan ke sana. Saya tidak hanya mewakili Presiden Jokowi saja, tapi mewakili 250 juta penduduk Indonesia. Ada 63 kedutaan di Suriah, separuhnya tutup, kita termasuk yang tidak tutup. Mengapa? Karena ketika Suriah bergabung dengan Mesir dalam Republik Persatuan Arab (RPA), adalah negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia.

Yang kedua, ketika persoalan Timor-Timur, Suriah disuruh apa saja untuk mendukung kita, mereka mau. Ketika, tentunya sama-sama Muslim sama negara non-Blok, kita menolak misalnya ketika Arab Saudi yang mengajak koalisi militer. Jika kita menerima ajakan itu maka kita telah mencederai persahabatan dengan Iran dan negara lain. Padahal di PBB, OKI dan organisasi apa pun itu kan tempat duduknya diterapkan sistem alfabetik, Irak, Indonesia, Iran lha jika sudah memusuhi Iran, duduk bersama kayak apa? Lucu. Itu persoalan. Posisi Indonesia sudah sangat tepat, politik luar negerinya membantu penyelesaian dengan cara politis cara damai, bukan perang. Kalau perang tentu kita sudah mengirimkan senjata dan tentara, tetapi hal itu tidak kita lakukan.

Seperti apa prospek demokrasi saat ini dan ke depan di Suriah?

Demokrasi yang diterapkan di sana kan masih demokrasi dalam pertumbuhan.  HAM tahu sendirilah kayak apa juga di sana, tapi kita harus hormati. Apa yang saya sampaikan, Indonesia dukung solusi politik, Indonesia menghendaki mengalirnya bantuan kemanusiaan secara damai, diplomatis, dan juga keterlibatan negara besar. Kalau hanya mengandalkan konstelasi dalam negeri mereka sementara negara-negara besar masih mengacau, ya tidak selesai juga.

Bagaimana upaya internasional untuk membantu penyelesaian damai konflik Suriah?

Nah, sekarang ini masa gencatan senjata akan dilanjutkan perundingan damai karena perundingan itu melibatkan banyak negara, AS, Turki, negara Arab Qatar, dibantu oleh jihadis dari 80 negara, bagaimana bisa menyelesaikan. Ini krisis terburuk di dunia sejak kita lahir. Mudah-mudahan bisa selesai. Dan satu lagi, penyelesaian politik dan perdamaian itu, pemerintahannya harus ditentukan oleh rakyat Suriah itu sendiri. Itu yang harus kita hormati. Bukan Indonesia atau AS yang menghendaki.

Lalu dimanakah posisi Indonesia untuk mendorong perundingan damai itu?

Kalau kita sebagai negara damai, ketika diminta kita akan ikut selama kita diundang. Kita tidak ada kepentingan, kita tidak mendukung salah satu faksi, tidak mendukung A dan B, kita hanya ingin diplomasi itu harus diawali dengan saling membangun kepercayaan, cofidence building measures, kemudian conflict resolution kalau ada konflik yang diselesaikan secara damai. Perkara susah yang kita coba selesaikan, itu adalah selangkah lebih maju, daripada rentetan bom, kita di sana ya takut dan khawatir. Kantor kita pernah diterget, tak sedikit kantor kedubes juga yang kena sasaran, tapi karena Pemerintah Suriah memproteksi dan rakyatnya ramah dan ketiga negeri Syam ditegaskan dalam Al Qur’an sebagai negeri yang diberkahi, itu faktanya sampai sekarang.

Ada gejala menyeret konflik Suriah ke Indonesia, apa imbauan Anda?

Misi saya ingin didengar, apa yang saya lihat di sana agar rakyat kita melihat jernih. Bagi saya, yang terpenting Indonesia harus bersatu, jangat ikut-ikutan bertumpahan darah, jangan suka mandi darah bangsanya sendiri, silahkan berdebat sampai bui, tapi jangan sampai membunuh. Jangan mudah dihasut, jangan gampang menerima siaran yang tidak  benar, atau memanfaatkan situasi di Suriah untuk kisruh di sini. []

 

Edy/ Sumber: Harian Republika

One response to “WAWANCARA – Dubes RI di Damaskus: Tidak Ada Benturan Suni-Syiah di Suriah”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *