Satu Islam Untuk Semua

Saturday, 07 January 2017

Wasiat Mbah Umar Tumbu: Umat Islam Kudu Sing Rukun


islamindonesia.id – Wasiat Mbah Umar Tumbu: Umat Islam Kudu Sing Rukun

 

Kabar duka datang dari Pacitan, Jawa Timur. Salah satu ulama sepuh tanah air KH Umar Syahid telah berpulang ke hadirat Allah SWT Rabu (4/1/2017) malam sekitar pukul 22.55 di RSUD Pacitan. Kepergiannya meninggalkan duka yang mendalam bagi warga Nahdliyin Pacitan dan kaum Muslimin pada umumnya.

Bagaimana tidak, Pengasuh Pondok Pesantren Nur Rohman, Jajar, Donorojo ini dikenal sebagai figur kiai pelayan umat. Setiap hari, kediamannya tidak pernah sepi dari para tamu yang datang. Siang dan malam, Mbah Umar dengan sepenuh hati melayani tamunya dengan penuh perhatian, padahal saat itu usianya sudah cukup uzur. Ulama sepuh alumni Pesantren Tremas Pacitan yang juga tercatat sebagai Mustasyar PCNU Pacitan ini dikabarkan wafat dalam usia 132 tahun.

Sekadar catatan tentang salah satu sifat dermawan Mbah Umar, setiap ada tamu yang datang, terlebih dahulu dipersilakan untuk menikmati hidangan yang disediakan di meja yang berada di samping pintu rumahnya.

Semasa hidupnya, ulama yang juga kerap disebut “Paku Bumi Tanah Jawa” ini selalu mengajak kaum Muslimin agar senantiasa menjaga kerukunan dan persatuan khususnya dalam hal beragama. Persatuan, menurutnya adalah kunci utama dalam berkehidupan.

“Ayo podho njogo persatuan (ayo sama-sama menjaga persatuan), demikian wejangan yang sering disampaikan oleh Mbah Umar kepada para tamu yang bersilaturahmi kepadanya.

Sebelum mangkat, Mbah Umar sempat mengungkapkan keprihatinananya, melihat kondisi umat Islam Indonesia yang akhir-akhir ini mudah terpecah-belah dan terkotak-kotak karena perbedaan dalam praktik beragama.

“Umat Islam kudu sing rukun (umat Islam, harus rukun),” kata Mbah Umar sambil berbaring di tempat tidurnya.

Selain itu, Mbah Umar senantiasa mengajak kepada kaum Muslimin agar selalu meningkatkan ketakwaan terhadap Allah SWT. Ia menyampaikan bahwa salah satu bekal orang berkehidupan adalah dengan memiliki ilmu dan berlaku takwa kepada Allah SWT.

Gamane wong urip iku ono loro, ilmu lan takwa (senjatanya orang hidup itu ada dua, yaitu ilmu dan takwa),” tutur Mbah Umar.

Adapun soal kenapa Mbah Umar lebih dikenal dengan sebutan Mbah Umar Tumbu, karena ketika remaja, almarhum berprofesi sebagai penjual tumbu (wadah dari anyaman bambu). Menurut cerita, Mbah Umar muda biasanya berjalan kaki sembari berdakwah kepada masyarakat selama puluhan tahun, sambil berjualan tumbu tersebut.

Selain dikenal sebagai figur kiai yang hidupnya sangat bersahaja, dermawan dan lemah lembut, Mbah Umar menurut Ketum PBNU KH Said Aqil Siroj juga menjadi azimat bagi masyarakat Pacitan.

“Mbah Kiai Umar itu termasuk minal muqorrobin ilallah (orang yang dekat dengan Allah) dan menjadi azimatnya warga Pacitan dan kaum Muslim Indonesia pada umumnya,” tutur Kang Said suatu ketika.

Sementara di kalangan ulama sepuh, Mbah Umar dikenal sebagai sosok ulama yang pengabdiannya pada bangsa Indonesia tanpa batas.  Ketika fisiknya masih kuat, Mbah Umar sengaja berkeliling Jawa untuk menyiarkan Islam ala NU, dengan modal jualan tumbu.

Ketika tak lagi mampu berjalan, bukan berarti pengabdiannya selesai. Sebaliknya Mbah Umar memberi contoh yang sangat bagus seolah menyindir yang muda-muda.

Menurut KH Abdul Mun’im DZ, salah satu tokoh ulama NU, Mbah Umar rela meninggalkan pesantren, kemudian mendirikan pendapa NU di atas lahan 1.900 meter persegi di sebuah desa di puncak bukit di Pacitan Selatan. Di sebelah pendapa itu didirikannya menara NU setinggi 17 meter. Di puncak menara itu tertera logo NU dan bendera Merah Putih. Inilah mercusuar untuk memberi kabar pada dunia bahwa NU masih ada dan berdiri tegak membela NKRI.

 

EH / Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *