Satu Islam Untuk Semua

Wednesday, 22 January 2014

Wahid Institute: Tingkat Kekerasan FPI Menurun


Tindak kekerasan yang dilakukan Forum Pembela Islam (FPI) menurun dibanding tahun lalu. Dalam paparan riset yang dilakukan Wahid Institute selama 2013 mengenai kebebasan beragama, berkeyakinan, atau toleransi, FPI kini menduduki posisi kedua dengan total 13 tindak kekerasan selama 2013.

Menurut peneliti Wahid Institute, M Subhi Azhari yang ditemui Metrotvnews.comusai acara, menurunnya tindak kekerasan oleh FPI karena dua faktor.

Pertama, polisi saat ini lebih tegas. Azhari mengungkapkan, penggunaan kekerasan oleh FPI memang berkurang, dahulu ada sweeeping terhadap rumah makan, tempat hiburan, atau warung yang buka pada bulan puasa. Sementara tahun 2013 lalu, kasusnya sedikit dan hanya terjadi di beberapa daerah.

“Itu pun menurut saya, karena polisi sebelum puasa sudah memberi warning yang tegas. Bahwa tidak boleh sweeping-sweeping, karena itu keliatannya FPI tidak berani melakukan kekerasan,” kata Subhi kepada Metrotvnews.com di ruang Cempaka, Balai Kartini, Jakarta, Senin (20/1).

“Kedua, beberapa pimpinan FPI di daerah ditangkap dan disidang. Termasuk seperti yang di Kendal dan di Jogja itu diproses secara hukum. Itu masih kaitannya soal ketegasan hukum, jadi memang kunci utamanya adalah penegakan hukum,” tambah Azhari.

Lebih lanjut ia mengatakan, jika polisi berani bersikap profesional terkait kekerasan pelanggaran hukum, dampaknya sungguh langsung terlihat.

“Saya melihat kalau angka kekerasan menurun, hanya kalau sikap intoleran mungkin masih sama. Cuma kekerasan yang kita catat, itu yang menyebabpak FPI jadi turun kekerasannya. Itupun menurunya tidak signifikan, dulu pertama sekarang kedua,” ungkap Azhari.

Dalam pantauan yang dilakukan Wahid Institute selama Januari hingga Desember 2013, jumlah pelanggaran atau intoleransi yang ditemukan di Indonesia masih tinggi berjumlah 245 kasus. Cakupan wilayah yang dipantau Wahid Institute sebanyak 19 wilayah, di antaranya Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, NTB, Bali, Maluku, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Tengah, NAD, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Sumtera Selatan, Jambi dan Riau.

Dengan menggunakan metode berbasis peristiwa atau event-based methodology, yakni mengidentifikasi beragam tindakan baik commission atau omission yang dikategorikan sebagai pelanggaran kebebasan beragama. (mtrotvnews.com)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *