Satu Islam Untuk Semua

Monday, 07 April 2014

Umar dan Utusan dari Kadesia


foto: mu5lim.blogspot.com

Bagaimana sikap setara diperlihatkan seorang khalifah kepada rakyatnya.

 

SUATU hari di tahun 636, pertempuran seru tengah berlangsung antara pasukan Arab Islam dengan pasukan Persia di Kadesia, sebuah tempat yang terletak di barat daya Kufah.  Sementara di Madinah, ibukota kekhalifahan Arab Islam, Khalifah Umar ibn Khattab dilanda rasa gelisah. Demi memperoleh berita mengenai pertempuran menentukan tersebut, tiap senja ia kerap keluar  dari Madinah, berjalan kaki ke arah jalan kafilah menuju Hira, berharap kemunculan seorang utusan dari medan perang Kadesia.  Namun sudah berhari-hari kebiasaan itu ia lakukan, sang utusan yang ditunggu-tunggu itu tak datang jua.

Sampailah suatu hari, saat Umar tengah berdiri menatap jalan menuju Hira, di kejauhan ia melihat seorang yang tengah berkuda datang ke arahnya. Jantungnya berdegup keras dan mengharpkan bahwa orang yang datang itu tak lebih hanya musafir biasa. Ia berpikir, kalaupun orang itu datang dari Kadesia mungkin sesuatu hal yang tidak diharapkannya telah terjadi. ” Tidak pernah utusan datang selama ini dengan hanya seorang diri saja,” pikirnya semakin cemas.

Penunggang kuda pun semakin mendekat. Kepulan pasir dari kaki-kaki kudanya bertebaran di sekitar tempat berdiri Umar.  Lantas setelah memberi  isyarat berhenti , Umar pun bertanya: ” Anda dari mana?”

” Dari Kadesia…” Jantung Umar semakin berdegup kencang.

” Bagaimana kabarnya pasukan kita di Kadesia,” tanya Umar seolah tak sabar.

” Insha Allah, pasukan kita dianugerahiNya kemenangan…” jawab sang utusan.

Umar menarik nafas lega. Usai berdoa mengucap syukur, ia kemudian mengajak sang utusan untuk  bergerak menuju dalam kota Madinah. Sambil tetap di atas pelananya, sang utusan tersebut bercerita  tentang perikeadaan pertempuran di Kadesia sementara Khalif Umar mendengarkan  dengan khusyu di sisinya sambil berjalan kaki.

Utusan dari Kadesia itu bernama Basyir al Badawi, seorang anggota kabilah Arab yang belum pernah berjumpa dengan  Khalif Umar. Ia terpilih sebagai pengirim kabar karena di kalangan pasukan Arab Islam dikenal sebagai seorang penunggang kuda yang paling cepat dan mumpuni.

Begitu sampai di dalam kota Madinah, betapa terkejutnya al Badawi saat menyaksikan orang-orang memberikan salam kepada Khalif Umar. Ia kemudian sadar dan dengan cepat turun dari kuda yang tengah dinaikinya seraya berkata: ” Wahai Amirul Mukminin, maafkan saya. Kenapa anda sejak tadi tidak memberitahu saya bahwa anda adalah pimpinan tertinggi kami. Saya sangat malu kepada diri saya sendiri yang membiarkan anda berjalan kaki begitu jauh…”

Alih-alih marah, Umar justru hanya tersenyum. ” La baksa! La baksa! (Tidak apa-apa ! Tidak apa-apa!)” ujarnya sambil memeluk sang utusan tersebut sebagai tanda kebesaran hatinya karena memperoleh berita menggembirakan dari Kadesia.

 

Sumber:  Sejarah Daulat Khulafaur  Rasyidin karya Joesoef Sou’yb

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *