Satu Islam Untuk Semua

Wednesday, 17 December 2014

Ulama: Kemana Pergi Menjunjung Langit, Memijak Bumi


Naturalisasi pemain sepak bola non-pribumi belum membuahkan hasil maksimal. Terakhir, timnas tersingkir dalam persaingan grup kejuaraan sepak bola ASEAN. Nama-nama asing seperti Cristian Gonzáles, Raphael Maitimo, dan Serginho van Dijk tidak muncul dalam papan skor. Maksud hati ingin meningkatkan performa tim dengan belajar dari hasil skill luar negeri, kini yang muncul di benak masyarakat adalah gagalnya kompetisi sepak bola tanah air menciptakan pemain dan tim berkualitas.

Sepak bola memiliki bahasa global, terlebih lagi Islam yang menggadang jargon rahmat semesta alam.Hassan Al-Qazwini, pria asal Irak kelahiran tahun 1964, kini menjadi salah satu ulama penting di negeri Paman Sam. Kondisi tanah air yang tidak menentu memaksanya pindah ke beberapa negara, sampai kemudian berlabuh di negeri yang dia anggap kering akan ulama pada masa itu: Amerika Serikat.

Setelah belajar bahasa Inggris dan menyesuaikan gaya hidup, kini Hassan menjadi imam Islamic Center of America. Dia menyebarkan Islam di negeri asing dan masyarakatnya yang haus akan ilmu-ilmu keislaman. Tidak hanya itu, Hassan juga membangun dialog antar-agama, sebuah kesempatan yang langka jika dia memilih bertahan di Timur Tengah. Pemerintah AS pun pernah memintanya berbicara di Gedung Putih tentang peran muslim di negara tersebut.

Beragam alasan ketika seorang ulama memutuskan untuk bermigrasi. Kondisi tanah air yang mengancam, utusan dari lembaga tempat ia belajar, atau (kebetulan) menikah dengan wanita beda negara. Alasan terakhir mungkin menjadi salah satu pertimbangan Syekh Ali Saleh Muhammad Ali Jaber, ulama asli Arab Saudi yang menikah dengan wanita asal Indonesia. Wajah khas Arabnya kini mulai rutin menghiasai layar kaca televisi Indonesia.

Lahir di Madinah tahun 1976, Syekh Ali Jaber telah mempelajari dan menghafal Alquran sejak usia belasan. Di Masjid Nabawi, dia aktif berperan sebagai guru menghafal Alquran. Pada tahun 2008, ketika akan melaksanakan salat Magrib di Masjid Sunda Kelapa, seorang pengurus masjid memintanya untuk menjadi imam salat tarawih selama bulan Ramadan. Semakin dipercaya oleh masyarakat, dia mulai mempelajari Bahasa Indonesia. Rutin mengisi ceramah dan menjadi juri acara keagamaan di beberapa televisi swasta, dia mendirikan Ali Jaber Center. Bermacam aktivitas dilakoni mulai dari menerbitkan Majalah Ali Jaber dan buku yang berisikan kumpulan ceramah sampai kegiatan umrah bersama.

Pertanyaan yang muncul kemudian, bisakah naturalisasi ulama asing ke Indonesia membawa perubahan besar bagi masyarakatnya?Dalam buku The Secret of Your Spiritual DNA, seorang mufasir dikutip menyebutkan sejumlah syarat wajib untuk setiap ulama atau mubalig. Melalui kriteria ini pula, kita umat muslim juga bisa jeli dalam memilih panutan dalam urusan agama.

Pertama, janganlah seorang ulama membeda-bedakan satu kelompok dengan kelompok lain, satu etnis dengan etnis lain, atau satu suku dengan suku yang lain. Indonesia tidak hanya rumah bagi beragam suku dan agama tetapi juga kelompok pemikiran keislaman. Ulama tersebut harus bisa merangkul semua golongan dan masyarakat yang ada.

Kedua, mengkontekstualisasikan ayat Alquran dengan situasi dan kondisi masa kini. Jangan hanya menceritakan bahwa dulu pernah ada Nabi Yusuf, seorang ulama harus mengatakan bahwa para remaja saat ini bisa berada dalam situasi seperti Nabi Yusuf. Pesan yang disampaikan oleh ulama haruslah juga bisa menjadi solusi bagi masalah keduniaan.

Ketiga, ulama tidak boleh menjelaskan hal-hal yang bisa menimbulkan fitnah. Dialog antara Nabi Musa dengan Firaun dalam Alquran selalu bisa menjadi pelajaran sepanjang zaman. Tema-tema keislaman yang memiliki beragam pendapat hendaknya dihindari agar tidak menimbulkan perselisihan. Kaidah fikih “setiap perkataan ada tempatnya dan setiap tempat ada perkataannya” layak diperhatikan oleh ulama yang hadir di tempat baru. Umatpun patut mengabaikan ulama atau mubalig yang justru mengarahkan pada fitnah dan perpecahan.

Kebenaran dalam Islam memang bukan milik budaya, bahasa, atau ras tertentu. Kita sama-sama berharap masuknya ulama-ulama asing ke Indonesia benar-benar bisa membawa pengaruh besar bagi negara ini.

(Reza/Islam Indonesia)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *