Satu Islam Untuk Semua

Monday, 11 January 2016

TRAGEDI – Kegelapan Ganda Salim Al-Harazi


image

Salim Al-harazi dan ibunya

Pada Jum’at 18 Maret 2011, Salim Al-Harazi ikut dalam aksi demonstrasi anti rezim bersama puluhan ribu rakyat di San’a, Yaman. “Saya hanya ingin pemerintah menumpas kemiskinan,” katanya.

Tragis. Tentara yang loyal pada rezim menjawab demonstrasi damai itu dengan muntahan peluru. Insiden itu, belakangan dikenal sebagai “Jumat ” Kelabu”, menewaskan 45 orang, umumnya mahasiswa, tiga orang anak kecil dan melukai sedikitnya 200 orang, kata lembaga pemantau berbasis Amerika, Human Rights Watch, dalam sebuah publikasi, Sabtu kemarin.

Salim — kala itu masih 11 tahun — termasuk yang terluka. Dia kena tembak di mata, kedua matanya. Dia buta sejak saat itu.

Tak lama setelah rezim Ali Abdullah Saleh tumbang, pengadilan di San’a, ibu kota Yaman, menuntut semua yang bertanggung jawab atas peristiwa penembakan itu. Puluhan orang telah tertangkap dan masuk penjara, namun masih banyak yang melarikan diri, termasuk para pemberi keputusan. Tak heran, dalam laporan investigasinya, Human Rights Watch memberi judul “unpunished massacre“.

Sejak saat itu, Salim menghabiskan banyak waktunya berobat ke klinik Noor untuk rehabilitasi tuna netra. Tapi awal pekan lalu, kemalangannya bertambah: klinik itu menjadi rata dengan tanah karena bom-bom jet tempur pasukan koalisi Arab Saudi.

Organisasi hak Asasi Manusia menuding Saudi menggunakan bom campuran yang terlarang dan telah banyak menyasar pemukiman masyarakat sipil. Tidak jelas berapa korban dalam serangan ke San’a awal pekan ini. Tak jelas pula kapan Saudi menghentikan invasinya atas Yaman.

Kini, Salim terpaksa lebih banyak berdiam diri dan pasrah di rumah bersama ibunya sambil menanti satu dari dua pilihan, antara pertolongan yang datang atau bom Saudi yang jatuh.[]

SH/Islamindonesia.
Photo: Stephanie Sinclair.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *