Satu Islam Untuk Semua

Sunday, 03 January 2016

TOKOH – Syekh Nimr, Suara Hati & Keberanian dari Timur Arab Saudi


Setidaknya 47 orang tahanan di Saudi dieksekusi pancung termasuk Syekh Nimr Bagir al-Nimr, ulama kharismatik asal Awamiyah, provinsi wilayah timur Saudi, Sabtu (2/1). Semua tahanan yang dieksekusi bersama Syekh Nimr, menurut Saudi Press Agency, merupakan warga negara Saudi, kecuali dua orang tahanan asal Chad dan Mesir.

Selama persidangan, Syekh Nimr dituding menghasut perselisihan sektarian, kerusuhan dan mendorong perusakan fasilitas publik. Akhirnya ulama 57 tahun ini harus mendekam di balik jeruji untuk kesekian kalinya pada 2012. November 2015, Menteri Pertahanan Saudi, Pangeran Muhammad bin Salman, menyatakan pidato Syekh Nimr “meresahkan masyarakat”. Dia dan keluarganya juga dituding menghasut, penuh ajakan kekerasan dan serangan terhadap pasukan keamanan dan fasilitas pemerintah.

Tapi, berseberangan dengan tudingan Kerajaan, laporan badan hak asasi manusia di Bahrain (ADHRB) menyatakan rekam jejak Syekh Nimr yang tersebar di publik telah mematahkan segala tudingan Riyadh. Dokumentasi yang merekam visi gerakannya,  sikapnya hingga berbagai pidatonya, menunjukkan Syekh Nimr jauh dari apa yang dituding Riyadh, kata lembaga.

Meski dikenal kritis pada kerajaan Saudi, ulama yang sangat populer di kalangan anak muda ini, selalu menyampaikan sikapnya dengan damai tanpa kekerasan. Dia tidak jarang mengulang dalam tiap pidatonya bahwa “deru kata” lebih memiliki kekuatan dari pada desing peluru.

“Ketika kita melihat orang bersenjata di sebuah demonstrasi, kami akan memberitahu dia bahwa ini tidak dapat diterima. Pulanglah, kami tidak perlu Anda,” katanya dalam sebuah orasi.

Syekh Nimr percaya bahwa kekerasan bukanlah jalan untuk mencapai perubahan yang lebih baik. Di tiap orasinya ia selalu menyerukan; dialog untuk toleransi antar agama dan mazhab, pembebasan tahanan yang terdzalimi, keadilan untuk setiap warga, perlawanan terhadap sistem koruptif, reformasi dan menolak tiran penindas, serta menjaga perdamaian dalam setiap aksi protes.

Meski demikian, dia tetap diseret ke pengadilan pidana khusus kejahatan berat setingkat terorisme (SCC). Tidak hanya itu, untuk menguatkan tudingannya, Riyadh kerap menjuluki Syekh Nimr dengan “teroris dari Awamiyah”, sebagai upaya mensejajarkan dia dengan kelompok militan Al Qaida. Walhasil, Syekh Nimr pun dieksekusi bersama sebagian tahanan yang dituding terlibat jaringan Al Qaida selama 2003-2006.

Sebelumnya, masih dalam catatan ADHRB, Riyadh telah menggunakan SCC untuk memberangus para aktivis HAM dan demokrasi dengan tuduhan teroris. Bagi lembaga hak asasi manusia ini, Syekh Nimr yang selama ini lantang menyuarakan ketidakadilan kerajaan, turut dibungkam dengan tudingan teroris.

Sikap kritis Nimr lahir dari masalah akar rumput akibat diskriminasi sistematis kerajaan pada sebagian warga, khususnya yang menetap di wilayah kaya minyak di timur Saudi. Mereka secara telanjang diperlakukan tidak adil dalam hal proses peradilan, pendidikan, hak beragama, pekerjaan dan dalam sektor publik lainnya. Alih-alih mendapat perhatian, demonstrasi damai yang menuntut diadakannya pemilihan umum ini, dituding sebagai “pesanan dari Iran”. Dan Syekh Nimr pun dicap oleh kerajaan sebagai “agen Iran”.

“Kami tidak memiliki hubungan dengan Iran atau negara lain. Kami (warga Saudi) terhubung dengan nilai-nilai yang kami miliki dan kami akan membela mereka (yang tertindas), meski media Anda selalu melakukan distorsi informasi,” katanya dalam sebuah orasi pada 2012 sambil menjelaskan secara detail sejarah gerakan perlawanan di Saudi yang eksis sebelum revolusi di Iran.

Dalam sebuah operasi penangkapan (8/7, 2012), aparat keamanan Riyadh menembak kaki Syekh Nimr. Akibatnya, ribuan orang protes atas penangkapan ulama kharismatik itu disusul tewasnya dua demonstran yang ditembak aparat. Dalam tahanan, Nimr diberitakan mogok makan dan mengalami penyiksaan hingga mengundang keprihatinan berbagai lembaga HAM.

IMG-20160102-WA0007

Dukungan dunia internasional pun bermunculan yang menyerukan akses keluarga, pengacara dan aktivis HAM ke tempat tahanan Syekh Nimr. Pada 15 Oktober 2014, Syekh Nimr dijatuhi hukuman mati oleh SCC dengan tudingan agen asing dan terlibat gerakan terorisme. Di hari yang sama, saudaranya Muhammad Nimr, ditangkap karena telah membocorkan berita hukuman mati Syekh Nimr melalui sosial media.

Kurang lebih 14 bulan kemudian, Syekh Nimr akhirnya menghembuskan nafas terkakhir di hadapan algojo pancung kerajaan. Eksekusi ulama yang akrab dengan surban putih di kepalanya ini, akhirnya memicu gelombang protes yang mengutuk Riyadh dari berbagai wilayah termasuk di media sosial.

Selama 2015, Riyadh tercatat memenggal 157 orang, yang membuat rekor hukum pancung terbanyak dalam dua dasawarsa terakhir.

Syekh Nimr yang dikenal berwawasan luas, pekerja keras dan memiliki integritas moral ini meninggalkan seorang putra dan tiga orang putri. Istrinya meninggal lebih dulu akibat serangan kanker saat Syekh Nimr masih mendekam di balik jeruji.

Edy/dari berbagai sumber/ Islam Indonesia

IMG-20160104-WA0000

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *