Satu Islam Untuk Semua

Tuesday, 22 October 2019

Tiga Tingkatan Pujian Menurut Imam Masjid Istiqlal


Islamindonesia.id– Tiga Tingkatan Pujian Menurut Imam Masjid Istiqlal   

Betapa banyak orang kala ditimpa musibah akan menjerit dan larut dalam duka. Padahal, menurut Imam Masjid Istiqlal Nazaruddin Umar, musibah akan lebih cepat mengorbitkan seseorang mendekat kepada Allah daripada ujian nikmat yang seringkali membuat orang terjerumus.

Kalau saja setiap orang menyadari hikmah di balik setiap kejadian, ia akan memuji Allah dalam setiap keadaan. Mampu memuji Allah saat mendapat nikmat maupun saat ditimpa musibah inilah yang disebut syakur, pujian paling tinggi dari beberapa tingkatan pujian dalam Islam.

Guru besar UIN Syarif Hidayatullah itu, dalam sesi kajian tasawuf yang diselenggarakan oleh Nasaruddin Umar Office, Sabtu (19/10), memaparkan, setidaknya ada tiga tingkatan pujian sesuai kapasitas ruhani seseorang. Ada yang disebut dengan tamaddah. Ada yang disebut dengan tahmid. Dan terakhir, tasyakkur. Tasyakur sendiri terbagi dua, yakni syukur dan syakur. Berikut penjelasannya:

Tamaddah

Apa yang dimaksud dengan tamaddah? Yaitu sebuah pujian basa-basi. Kadang-kadang kita respect 100 persen pada seseorang, tapi kita memberikan 70 persen (pujian). Berarti kita memuji tidak sempurna. Atau misalnya kita itu hanya respect 50 persen tapi kita ungkapkan, ekspresikan lewat kata-kata, tulisan, dengan pujian yang seolah-olah sempurna atau 100 persen. Jadi, bukan aslinya. Itu tamaddah. Hipokrit. Bahkan, tamaddah yang paling jelek, saat memberikan pujian sempurna terhadap orang yang sebetulnya sangat dia benci dan tidak ada respect sama sekali. Ini hati yang kotor. Hati-hati terhadap orang yang memuji berlebihan, biasanya, orang itu juga sangat pandai membenci berlebihan. Hati hati juga jangan terlalu marah kalau dimaki-maki berlebihan oleh orang itu karena itu menandakan kelemahan.

Tahmid

Tahmid itu artinya memuji. Tetapi, pujiannya itu betul-betul asli. Apa yang ada dalam hatinya, seperti itu pula yang ada dalam ungkapannya, dalam tulisannya, dalam perilakunya.

Tahmid itu biasanya luhur, ini yang dialamatkan kepada Allah Swt. Alhamdulillahi rabbil ‘alamin (Segala puji hanya untuk Allah Swt). Kalau orang menjiwai tahmid, kalau orang betul-betul pemuji Allah, maka, kalau orangnya dipuji dia akan sedih. Dia akan berkata, “Ya Allah, ampunilah. Bukan aku yang pantas dipuji. Engkau-lah satu-satunya yang harus dipuji. Mereka salah alamat memuji aku. Bukankah prestasi yang kulakukan ini semuanya dari Engkau dan karena Engkau?”

Karena itu, kalau di kantor dipromosikan naik jabatan mengucapkan, mengucapkan “Alhamdulilah”. Temannya mengucapkan selamat, berkata “Alhamdulillah”. Segala pujian hanya untuk Allah Swt.

Tasyakur

Tasyakur terbagi menjadi dua, yakni syukur dan syakur:

1. Syukur

Syukur adalah tahmid + action (tindakan). Syukur sama dengan mensyukuri semua nikmat Allah. dapat nikmat kesehatan, disyukuri dengan cara berjalan ke masjid (beribadah). Dapat rezeki dikeluarkan zakatnya, infaknya, sedekahnya, jariahnya, wakafnya, khumusnya. Jangan cuma zakat saja. Pelit banget kita beragama Islam kalau mengeluarkannya hanya zakat. Syukur adalah berbagi kenikmatan demi kenikmatan dari Allah.

2. Syakur

Kalau syukur adalah mensyukuri segala nikmat Allah, kalau syakur, mensyukuri apapun yang datang dari Allah untuk kita (nikmat maupun musibah). Kena musibah, Alhamdulillah, tetap pergi ke masjid. Diserang penyakit, Alhamdulillah, di-PHK Alhamdulillah, dapat nikmat juga Alhamdulillah. Musibah dan kenikmatan tidak ada bedanya bagi orang yang sudah sampai tingkat syakur.

Musibah, dalam hadis Nabi Saw. adalah disebut sebagai sarana pencuci dosa masa lampau. Tanda-tanda Allah mencintai hambanya, Dia menurunkan siksanya lebih awal di dunia agar di akhiratnya nanti lunas.

Justru kita harus berhati-hati kalau nikmat Allah mengalir terus kepada kita sementara dosa, maksiat pun jalan terus. Itu tanda kebencian Allah pada diri kita.

Ada orang berkata, “dulu ketika aku belum taubat, nikmat rezeki lancar. Tapi semenjak bertaubat ini kok cobaan demi cobaan saya alami.” Alhamdulillah itu sebetulnya tanda Allah menerima taubatnya. Dia turunkan (musibah) sebagai pencuci dosa. Bukankah musibah itu adalah pencuci dosa masa lalu?

Dalam hadis Nabi yang lain, kala seseorang ditimpa demam dalam satu hari maka itu mengikis dosa dalam beberapa tahun.

Jadi kalau ditimpa musibah, Alhamdulillah, ditimpa penyakit, Alhamdulillah.

“Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang  yang sampai ke tingkat syakur.” (QS. Saba’: 13)

Yang banyak itu syukur. Lebih banyak lagi tidak bersyukur.

Malik/ IslamIndonesia.id/ Foto Fitur: Nasaruddin Umar Office

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *