The Wahid Institute: 2013 Tahun Intoleransi
Agama menjadi latarbelakang berbagai konflik setahun lalu
ADA 245 kasus praktek intoleransi terhadap berbagai kelompok minoritas seperti Ahmadiyah, Syiah, Protestan, Katolik, dan mereka yang dituduh sesat, selama tahun 2013. Demikian laporan The Wahid Institute (TWI) dalam rilis yang dikeluarkan kepada media pada Senin (14/4).
Menurut Direktur Wahid Institute, Yenny Wahid unsur agama banyak melatari berbagai praktek kekerasan dan intoleransi selama tahun lalu di Indonesia. Tentunya itu merupakan hal yang sangat memprihatinkan karena selama ini Indonesia mengklaim sebagai negara berbasiskan Bhinneka Tunggal Ika yang seharusnya mentoleransi perbedaana dan kemajemukan.
“Semakin banyak tantangan di Indonesia, makin banyak terjadi kekerasan atas nama agama,” ujar Yenny
Lebih lanjut Yenny mengusulkan agar pemerintah dan masyarakat Indonesia perlu membekali diri mereka dengan kemampuan beradaptasi untuk mengelola perbedaan agama maupun aliran-aliran kepercayaan.
Bersikap toleran dalam beragama merupakan salah satu hak asasi manusia yang belakangan ini sudah mulai mendapat perhatian dari negara-negara Eropa dan Indonesia. Menurut Arif Havas Oegroseno, Duta Besar Indonesia untuk Belgia, Luksemburg dan Uni Eropa, belum lama ini Parlemen Eropa telah meratifikasi Kerangka Kerja Perjanjian Kemitraan Komprehensif Indonesia-Uni Eropa.
“Dalam perjanjian itu diatur 10 elemen kerja sama termasuk hak asasi dan kehidupan antaragama,” kata dia.
Sebagai bentuk upaya mengadakan kerja sama tersebut, Indonesia bahkan telah mengirim cendekiawan Islam dari Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Azyumardi Azra ke Katholieke Universiteit, Belgia. Pengiriman itu dilakukan untuk menjajaki pembuatan kurikulum teologi Islam di masa mendatang.
Sumber: UCA News
Leave a Reply