Satu Islam Untuk Semua

Thursday, 27 February 2014

Tapak Islam di Kota Mafia


foto:vk.com

Kisah lain kejayaan orang-orang Arab di Eropa

 

Pertengah Mei 2012. Di Palermo, Perdana Menteri Italia Mario Monti mengumumkan perang terbuka kepada para mafia . Itu istilah untuk sindikat kejahatan terorganisir yang beroperasi di Italia dan Amerika Serikat (diekspor lewat migrasi besar-besaran orang-orang Italia ke negeri Paman Obama tersebut pada tahun 1900-an). Mengapa Palermo dipilih tempat awal untuk mengkampanyekan perang anti mafia tersebut? Tentu saja karena kota yang terletak di Pulau Sicilia tersebut kadung dikenal sebagai markas besar para mafioso.

Saat ini, tak banyak orang luar Sicilia yang mengerti (orang Islam sekalipun), bahwa Palermo pernah menjadi koloni dari para penguasa Arab Islam ratusan tahun yang lalu. Padahal, bangunan-bangunan megah yang sekarang menjadi ikon kota tersebut  merupakan sisa-sisa peninggalan peradaban Islam. Katakanlah sebagai contoh Palazzo dei Normann ( dulu merupakan istana lama para emir Arab) Gereja San Giovanni degli Eremiti (dahulu merupakan masjid), Katederal Lucera (juga dahulunya masjid) dan gedung-gedung tua lainnya.

Sebelum jatuh ke tangan orang-orang Arab Islam, Palermo pernah dikuasai oleh orang-orang Phoenix dan Byzantium (nama lain untuk Kekaisaran Romawi Timur). Saat dikuasai oleh  orang-orang Byzantium itulah, pada 652 Palermo pernah diserang oleh pasukan Muawiyah bin Abu Sofyan (602-680) yang merupakan khalifah pertama dari Dinasti Umayyah. “Kerajaan Siracuse  (yang menginduk kepada Byzantium) sempat tenggelam dalam serangan pertama ini. Rampasan perang muslim, termasuk para perempuan, kekayaan gereja, dan benda-benda berharga lainnya mengundang para pengembara muslim untuk kembali ke daerah itu di kemudian hari,” tulis Philip K. Hitti dalam History of The Arabs.

Pada 827 terjadi pemberontakan orang-orang Sicilia terhadap Gubernur Byzantium. Karena merasa tidak berdaya menghadapi kekuatan militer Kekaisaran Romawi Timur, para pemberontak pimpinan Euphemius itu memohon bantuan militer kepada  Ziyadatullah I (817-838), yang merupakan pimpinan orang-orang Aglabiyah (nama lain Tunisia yang saat itu menjadi bagian dari kekuasaan Dinasti Abbasiyah.

Gayung bersambut. Tak lama setelah Euphemius mengirimkan surat permohonan bantuan militer itu, penguasa Aglabiyah memerintah seorang panglima seniornya bernama Qadhi-Wazir (konon usianya saat itu sudah 70 tahun) untuk  memimpin 70 armada kapal (mengangkut 10.000 prajurit dan 700 kuda perang) ke Pulau Sicilia. Singkat cerita, takluklah Palermo kepada pasukan Arab Islam tersebut pada  831.

Di bawah gubernur baru yang merupakan boneka orang-orang Aglabiyah, Sicilia menjadi wilayah yang sejahtera. Alih-alih diperlakukan diskriminatif,  para penduduk asli diberikan kebebasan memeluk agama. Syaratnya: mereka harus membayar jizyah (pajak kepala). Di era itu,  orang-orang Aglabiyah memang tidak menjadikan Palermo sebagai kota utama. Mereka lebih memilih Syracuse sebagai ibu kota Sicilia. Namun demikian Palermo  tetap dibangun dan diperindah, hingga konon keindahannya disebut-sebut hanya bisa ditandingi oleh Cordoba di Spanyol dan Kairo di Mesir.

Selain kotanya yang indah, para penduduk Palermo juga dikenal sangat mengutamakan mode. Menurut Uskup Agung Sophronius, dalam sebuah catatannya yang dibuat pada 883 M, Palermo adalah kota internasional yang  berisi manusia-manusia dari berbagai bangsa. Selain orang-orang Arab dan lokal Sisilia,  Palermo juga dihuni oleh orang-orang Yunani, Yahudi dan Lombardia

Pada 972-973, Ibnu Hauqal berkenan mengunjungi kota tersebut. Menurut  saudagar Baghdad tersebut, Palermo merupakan kota yang sangat cantik dengan istana dan masjid-majid megahnya yang berdiri di tiap sudut kota.”Ketika mendengarkan mereka, saya yakin mereka orang yang saleh. Tidak ada yang meragukan kapasitas mereka,” tulis Hauqal.

Bidang pendidikan pun tak kalah maju dengan Baghdad dan Cordoba. Di Palermo ada Universitas Balerm, salah satu universitas tertua di dunia. Pamornya hanya kalah bersaing oleh Universitas Cordoba di Spanyol, yang juga dikuasai oleh para ilmuwan Muslim. Dalam percakapan sehari-hari, orang-orang Palermo menggunakan tiga bahasa: Yunani, Arab dan Latin. Tak aneh jika saat itu, upaya-upaya penerjemahan buku-buku khazanah Yunani ke bahasa Arab dan Latin berlangsung gencar.

Tahun 1071 Palermo diserang oleh orang-orang Normandia dan takluk. Kendati berhasil menghancurkan kekuasaan orang-orang Arab Islam, namun orang-orang Normandia mengadopsi kepintaran orang-orang Arab. Alih-alih menghancurkan dan mengusir orang-orang Arab, salah satu raja mereka yang bernama Roger I malah meniru mentah-mentah pembangunan militernya dari orang-orang Arab. Begitu juga, ia membebaskan orang-orang non Kristen untuk memeluk keyakinannya dan melindungi para cendekiawan Arab, filosof, para dokter dari Timur, astrolog dan para sastrawan. Bahkan upaya penerjemahan referensi-referensi Arab berlangsung gencar.Salah satunya penerjemahan buku berharga yang berjudul Almagest oleh seorang lokal bernama Eugene (dia bergelar amr) pada 1160.

Palermo tetap menjadi primadona pengetahuan. Hingga ratusan tahun kemudian, kota cantik itu jatuh ke tangan para  mafioso. Sejak itulah, kejahatan menjadi bisnis yang menggiurkan di sana  dan menyebabkan pemerintah Italia dibuat pusing kepala.

 

Sumber: Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *