Satu Islam Untuk Semua

Sunday, 14 February 2016

SURAT dari JEPARA – Selalu Ada Sisi Baik


Ada seorang kawan satu kampung, namun karena rumah kami jaraknya berjauhan, jadinya jarang bertemu secara khusus. Selama ini, yang kami lakukan saat bersua hanya sekedar ngobrol ringan biasa dan cipika cikipi bertanya kabar baik. Sehingga tidak begitu dekat dan mengetahui detail dan mendalam permasalahan masing-masing.

Pekerjaan kawan ini supir. Baru-baru saya minta tolong dia untuk mengantarkan saya sekeluarga ke Jakarta. Dan kali ini kami menghabiskan waktu bersama selama dalam perjalanan.

Sudah lama saya mendengar kalau anak pertama kawan itu tuna rungu. Anak perempuannya sekarang menginjak usia 15 tahun, sungguh perjuangan amat berat hingga mengantarkan anaknya ke usia remaja.

Sedari kecil, kawan ini sudah berusaha ke mana- mana dan mencoba beragam pengobatan untuk anaknya. Mulai dokter hingga pengobatan akternatif. Namun nasib berkata lain, kewajiban sebagai orang tua sudah ia tunaikan, ada pun hasil tentu Allah yang lebih tahu.

Nah, baru dalam perjalanan inilah -karena persamaan nasib disatukan dalam satu mobil- cerita sesungguhnya tentang anak gadis kawan ini mulai mengalir. Si kawan mulai membuka kran belenggu yang selama ini dia tutup dari saya, bahkan mungkin dari orang lain juga. Kedekatan inilah yang meruntuhkan sekat selama ini.

Kawan ini bercerita, anak gadisnya pandai melukis dan mengekspresikan apa yang dia lihat dengan gambar. Saat dia melihat suatu pemandangan yang dia kira bagus, langsung bisa dia lukiskan di kertas meski sederhana. ‘Kadang adeknya dia suruh duduk manis. Dia suruh adeknya berfose kemudian dia gambar adeknya itu’, cerita dia.

Di sekolahan, anaknya sering mewakili sekolah dalam even-even seni lukis. Gurunya yang mengarahkan jika ada yang kurang-kurang di sana sini. Namun menurutnya sebagai orang tua, anaknya perlu perhatian khusus selain sekedar perhatian guru di sekolahnya. Saya mengaminkan saja.

Selain melukis, anaknya suka membuat kartun. Saat melihat karakter kartun di televisi atau komik dia mampu membuatnya. Kesukaan anaknya, ini saya sampaikan ke dia,  menjadi moda besar untuk perkembangan anaknya kededepan terutama di era digital ini.

Hobi menggambar anaknya tumbuh sedari kecil, kata kawan ini.

Jarak sekolah SLB dan rumahnya sekitar 18 KM. Setiap hari berangkat sendiri dengan dua kali naik angkutan. Anaknya ingin mandiri, tak ingin merepotkan orang tuanya mengantarkannya ke sekolah. Pulang sekolah sampai rumah sore. Tak jarang bis penuh dan telat pulang karena berbarengan dengan orang-orang pulang kerja. Sering ia mengeluh capek, namun hiburan dan sanjungan orang tua selalu menjadi balasan . Inilah cinta.

Meski keadaan anaknya berkebutuhan khusus, ia selau yakin ada sisi baik dan kelebihan yang dimiliki anaknya. Begitu harapnya. Salutnya saya sama kawan ini pun bertambah.

Memang, di samping kekurangan selalu ada kelebihan, dan inilah keseimbangan hidup. Ketika ada anak berkebutuhan khusus, selalunya ada orang tua yang  memiliki cinta berlimpah. Jika tidak, kehidupan akan mengalami ketimpangan dan bumi nan elok penuh cinta pun akan belepotan dengan benci dan dendam.

Semua orang tua akan diuji oleh anak-anaknya. Namun kesabaran membesarkan buah hati dengan cinta buahnya tak terkira. Dan begitulah seterusnya dan sebaliknya.

Saya janji sama kawan ini, mengenalkan anaknya ke seorang pelukis senior di daerah Tayu di kabupaten Pati. Meski tidak menjadi seniman ulung, paling tidak para pelukis dan seniman itu memiliki sentuhan tersendiri dan jiwa yang saling memahami. Semoga.

MA/IslamIndonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *