Satu Islam Untuk Semua

Thursday, 20 August 2015

SURAT DARI BAIJI – Catatan Perang Pejuang Muda Sunni Melawan ISIS (4)


Bagian 4

Tidak peduli dimana prajurit yang berani berperang membela negaranya meninggal, sejauh dimana bendera ditempatkan, ia meninggal dalam keabadian. Kami berjalan mengiringi jenazahnya dari tanah tempatnya hidup menuju tempat peristirahatan terakhir dan satu satunya benda yang ia kenakan hanyalah kain putih yang melilit tubuhnya. Seketika tersebar saat terakhir hidupnya; walaupun itu tragis.

Kami menancapkan bendera di atas makam para martir, kami menyembunyikan perasaan berkecamuk kala itu. Saat dimana kami menemukan keraguan yang tersembunyi di dalam diri. Kami berjalan memegang orang yang kami cintai seolah-olah terdampar di gurun, berjalan di belakang fatamorgana.

Apa itu perang?

Itu adalah obsesi yang diciptakan oleh orang gila: dimana mereka memanjatkan doa secara langsung.

Di sana, di atas bukit, kami memberikan hari-hari kami.

Beberapa mimpi, dan banyak dari pria yang mengorbankan diri mereka, sehingga halaman mereka berubah menjadi pasir, seiring berjalannya waktu, hal tersebut sudah cukup bagi kita untuk meneteskan air mata ketika kami mengingatnya.

Kami banyak belajar dari peperangan, tapi apa yang kami pelajari di tengah parit adalah hasrat dan kerinduan. Suatu waktu kau akan berpikir tentang dirimu, dan di lain waktu kau akan memikirkan kenangan di bawah langit-langit rumahmu bersama keluarga.

Pernah satu kali saya membaca mengenai peperangan, jika kau menghadapi kematian, kau memerlukan alasan yang cukup untuk mengorbankan diri sendiri. Ketika peperangan sedang memanas, kau akan merasakan saudara dan orang-orang yang mencintaimu berada di sekelilingmu, sehingga kani dapat memilih waktu kematian yang tepat di mana kami menyaksikan belenggu di tangan orang-orang yang kita cintai!

Hari yang berat berhasil dilalui dengan menjalankannya; saat yang paling berbahaya di dalam hidup adalah ketika kau dicekam kebingungan yang membuat emosi menyala-nyala. Perasaan menguap dan jiwa terjalin dengan senapan yang dipersiapkan untuk menghadapi sesuatu yang disebut ‘peperangan’. Ini adalah cara bagaimana kami melupakan diri sendiri; ini adalah cara bagaimana kami melupakan kemanusiaan!

Sebelum giliran jaga malamku, aku terbangung dan menemukan Husam berdiri dengan rokok terselip di jarinya; sudah menjadi kebiasaannya. Dia berpaling menghadapku dan berbicara bahwa ini bukan waktunya aku berjaga. Aku bilang kepadanya bahwa itu tidak masalah, dan aku menemaninya hingga tiba giliranku.

“Kita tidak seperti ini ketika kita masih kecil, Anwar! Tanpa suara mortar-mortar. Aku tidak dapat tidur sama sekali”

“Mungkin kau perlu pulang ke rumah dan melihat ibumu, Husam”

“Kau tidak tahu mengapa aku tidak pergi, Anwar, jadi jangan berdebat denganku.”

Memang, aku tahu mengapa… ini karena dia kehilangan saudara laki-lakinya, dan dia takut melihat ibunya tanpa bersama saudaranya. Dan sebelum dia pergi, aku bertanya kepadanya, “apa yang kau pikirkan?” sebelum pergi, ia menjawab dengan sajak pendek.

“Aku mengumpulkan kekuatanku untuk berjalan menuju rumahku,                                                                                                             apa kita tidak dapat berjalan ke dalam dengan langkah kita,                                                                                                                          untuk bertanya kepada rumah jika masih mengingat kita,                                                                                                                                ataukah ia melupakan orang-orang setelah mereka meninggalkanya,                                                                                                             untuk bertanya kepada langit-langit rumah jika masih terangkat,                                                                                                                        di atas dinding dengan bangga, meskipun semua yang telah mereka lakukan?”

Aku bertanya-tanya pada saat itu, apa yang akan kita lakukan ketika kita memasuki kota? Bagaimana kita akan tinggal di rumah yang telah diratakan dengan tanah? Tidak masalah, bagiku Baiji adalah rumah meskipun dengan semua kehancuran ini.

Yang paling penting adalah kita membebaskan tanah ini, dan setelah itu, tidak peduli bagaimana kita akan hidup di bawah tenda, karena bagi mereka kenyataan ini tidak lebih keras daripada hidup di bawah tenda pengungsian. Tapi aku masih tidak sepenuhnya yakin dengan perang kotor yang melanggar hati ibu dan membunuh mimpi pecinta …

Sebagian besar yang memulai perang ini adalah sekelompok orang yang terkena penyakit, yang memiliki perawakan setan namun menyamarkanya perbuatan mereka dengan keindahan; mengambil nyawa orang yang tidak bersalah. Hal yang tak terduga bagaimana mungkin kita bisa melakukan hal-hal yang kita tidak yakini, tetapi sesuatu tidak selalu berjalan sesuai keinginan; kemudian, tidak ada yang bisa kita lakukan kecuali berjalan berdampingan dengan realitas, sementara kesedihan mengisi nada suaramu. Betapa anehnya kehidupan! Kontradiksi menembus fakta kehidupan.

Kami hancur oleh kata-kata yang diucapkan melalui bibir dengan aroma menyenangkan, yang tujuannya adalah membengkokkan lengan kita pada kepasrahan, sehingga mereka dapat terus menyebarkan kebencian mereka.

Ketika matahari terbenam dan mengalahkannya dengan kegelapan, aku menjadi tidak terlihat oleh penembak jitu, kemudian aku berdiri di tembok-tembok tinggi untuk melihat dan merenungi kotaku. Aku kembali ke masa lalu, setahun yang lalu, dan aku ingat ketidakadilan ditempatkan pada orang-orang kota ini oleh pemerintah masa lalu, menempatkan kebencian dalam hati orang-orang yang tidak bersalah. Lalu aku berpikir tentang ‘Musim Semi Arab’ dan setelah semua kehancuran yang telah aku lihat, aku menyadari bahwa Israel adalah salah satu penikmat kehangatan ‘musim semi’!

Dan itu terjadi di tengah cobaan waktu berkelanjutan, terdapat generasi perusak yang menyeret negara mundur, semua ini adalah karena tirani, ketika mimpi dicuri dan orang-orang dengan penyakit keagungan mengambil otoritas, penyakit menyebar, menyerang logika dan alasan anak-anak bangsa ini!

Milisi Syiah Iraq – Hashd Shaabi – mengatakan bahwa tidak ada pemenang dalam perang ini; semua orang dalam kerugian, kecuali bagi mereka yang kembali hidup setelah bergulat dengan kematian. Mereka adalah orang-orang yang menang! Mereka akan hidup, dengan banyak bekas luka dan medali emas dari keberanian, dan terkadang beberapa mimpi buruk, dengan kepedihan penyesalan karena kehilangan orang yang dicintai …

Di suatu permulaan malam terlihat badai pasir melanda kota, menghalangi jarak pandang di seluruh negeri. Penjagaan dikerahkan. Semua posisi yang sering dikunjungi diharapkan memberi perhatian ekstra dan penjagaan stabil, karena cuaca  sesuai untuk musuh menyerang dengan pengkhianatan. Tiba-tiba, dua orang datang membawa seorang tentara terluka, dan mereka berlari ke markas komando untuk memberikan perawatan medis, dan seperti biasa, mereka dengan cepat bergabung dengan tentara dan siap untuk membantu.

Di tengah peluru yang tidak terkendali, di tengah-tengah api peperangan pada dinding-dinding desa ini, beberapa keluarga tentara secara bertahap mulai kembali ke rumah mereka. Mati oleh peluru di tengah-tengah desa dan dimakamkan di samping orang yang kau cintai kurang menyakitkan daripada mati tanpa martabat di bawah tenda pengungsian

Sebulan yang lalu, AlMazra’a (terjemahan: “peternakan”, nama sebuah desa ) adalah sebuah desa berhantu; diisi dengan orang-orang tanpa tata krama menggunakan senjata, tetapi sekarang sesekali kau dapat melihat anak mengendarai sepeda. Pertama kau bingung dengan kejadian itu, setelah itu kau akan tersenyum, dan kemudian menghentikannya untuk mengambil beberapa foto.

Slogan penuh harapan sering terdengar dalam kelompok, bersama dengan ketakutan dan kesedihan yang bernaung di dalam hati. Adapun ketenangan, kau dapat menemukannya di Masjid Alsamad. Masjid ini hampir tidak pernah kosong dari tentara. Kau akan sering melihat di masjid, di antara waktu shalat, mereka yang lari dari diri mereka untuk menenangkan hati dan jauh dari kekerasan. Adapun kebahagiaan; ia datang bertahap. Setiap panggilan telepon datang ke salah satu keluarga, Setiap kemenangan, dan setiap kali salah satu pejuang membuat lelucon.

Semua orang di sini tahu tugas mereka. Di balik tentara, ada orang-orang yang tidak tahan senapan dan perlawanan, misi mereka adalah untuk mendukung dan memberikan bantuan; seperti menyediakan air dan makanan, mengumpulkan uang untuk prajurit yang tidak digaji komite Hashd. Adapun Sheikh/kepala suku, meskipun usianya tua, statusnya adalah satu dari mereka yang menggunakan senapan; kau akan menemukannya di Madheef [Bahasa Arab untuk meja yang digunakan untuk menyajikan pengunjung dengan makanan dan segala jenis bantuan] menerima pengunjung pada suatu waktu, dan pada waktu yang lain mengecek tentara untuk memastikan mereka baik.

Bagiku, aku bukan pahlawan, karena aku anggota paling penakut, lemah dan anggota yang paling baru dari kelompok yang hadir di tengah peperangan ini.

Aku menulis ini ketika waktu istirahat, aku dapat mendengar suara mortar-mortar dan hujan peluru berkelanjutan yang datang dari kedua pihak. Setelah seluruh kota telah dibebaskan, akan ada lebih banyak yang terungkap, semoga Allah meridhai.

TAMAT

baca: SURAT DARI BAIJI – Catatan Perang Pejuang Muda Suni Melawan ISIS (3)

(Ami/ Digital-Resistance)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *