Satu Islam Untuk Semua

Sunday, 30 November 2014

Suluk Maleman, Ngaji Ngallah Ngaji Bangsa


Musim hujan belum lagi menghampiri Pati medio November yang lewat. Malam itu, di sebuah rumah tua di jantung kota, 200-orang meriung di depan sebuah panggung.

Di depan sana, seperangkat alat musik tertata rapi. Kabel-kabel alat musik yang bersileweran seperti tenggelam dalam pangguan yang bernuansa hitam.

“Tes, tess, tessss.” Seseorang mengecek volume mikrofon.

Pentas Suluk Maleman, semacam pengajian lintas profesi dan tema, segera dimulai dalam hitungan menit.

Bintang malam itu adalah grup musikalisasi puisi Sampak Gus Uran. Malang melintang di Jawa Tengah sejak 2005, group ini asuhan Anis Sholeh Ba`asyin, seorang musisi lokal kenamaan.

Bagi Anis, kesekian ini hanyalah sarana ‘menjernihkan hati’, ajang mengembalikan manusia dan masalahnya pada Sang Pencipta. Layaknya malam perenungan, petas selalu menghadirkan politisi, agamawan dan budayawan lokal yang urun bicara soal aneka persoalan bangsa.

Lepas pentas malam itu Bang Anis, begitu dia kerap disapi, berbicang dengan Muhammad Ali dari Islam Indonesia seputar jatuh bangun acara kesenian bernuansa Islam itu.

 

Bisa Anda jelaskan arti Sampak Gus Uran?

Sampak artinya irama musik dalam wayang atau dinamik. Gus Artinya bagus dan Uran jamak dari uro-uro atau bersenandung. Bersenandung yang bagus dengan dinamis.

Konsep musiknya sendiri seperti apa?

Musikalisasi puisi. Kami merubah puisi menjadi konposisi lagu dan musik. Toh, dulunya lagu juga berawal dari puisi. 

Tujuannya?

Kami ingin merengkuh pemirsa yang lebih. Sebab pangsa pasar puisi itu sedikit. Nah, musikalisasi puisi (puisi yang  diiringi musik) adalah jawabannya. Dulu almarhum Rendra pernah membuat kelompok musik puisi Kampungan. Cak Nun juga pernah punya kelompok Dinasti.

Bukannya musikalisasi puisi itu justru lebih rumit?

Tekniknya sederhana: jamming. Kami menyatukan ketukan yang pas antar musik dengan puisi. Meskipun ada beberapa puisi sulit karena belum dapat ketukan yang pas.

Group Anda seperti yang termasuk dalam barisan yang berambisi mengawinkan alat musik tradisional dengan alat musik modern?

Dari diskusi dengan Dwiki Darmawan dan Bens Leo, saya sampai pada pandangan bahwa kebudayaan harus berasal dari tanah sendiri. Dan ini yang saya angkat dalam musik, yaitu komposisi struktur musik tradisional nusantara dengan elemen modern. Maka alat musik yang saya masukan banyak, dari Jawa, Papua, Aceh, Minang dan dari daerah lain.

Kalau Suluk Maleman sendiri, bagaimana ceritanya?

Suluk Maleman atau acara ngaji bareng sholawatan disertai diskusi kebudayaan dan kebangsaan dimulai sejak 1995. Tapi sempat berhenti beberapa kali. Sejak awal tahun 2012 dibuatlah format yang jelas seperti sekarang.

Di Aswaja TV, group Anda juga kerap tampil. Apa ceritanya?

Setahun yang lalu awalnya. Waktu itu, Aswaja TV mau on air tapi kekurangan konten. Nah, kami serahkan hasil rekaman dan mereka tertarik. Ini berlanjut sampai sekarang, bahkan menjadi salah satu acara yang paling disukai pemirsa.

Suluk menghadirkan ulama, peneliti, politikus, sejarawan bahkan kalangan pinggiran. Ada alasan khusus?

Saya pribadi sebenarnya ingin mengenalkan Islam yang bisa merangkul semua kalangan; Islam yang bisa menjadi samudra. Dalam istilah saya ‘Ngalloh’. Pertama kali saya mendengar kata Ngalloh dari Mbah Muslim Rifai (seorang ulama terkenal Jawa Tengah) saat mengatakan ‘durung iso ngalloh’ dan menjadi kosa kata Jawa ngalah. Ini mungkin padanan dalam hadits: Takhalakuu biakhlakillah (berahlaklah dengan akhlak Allah).

Oh iya, soal logo grup band Anda. Cukup unik, seperti lambang hutan dalam perwayangan?

Awalnya gambar itu untuk cover album Bersama Kita Gila. Gambar itu merujuk pada daun jati yang keropos. Ini perlambang kesejatian. Bisa kita maknakan sebagai wujud cinta tanah air, atau gunungan dalam wayang sebagai simbol makro kosmos dan mikro kosmos yang di dalamnya ada gambar peta nusantara.

Terakhir, apa Suluk ini punya tujuan-tujuan politis?

Tentunya ada, namun saya tidak perduli. Seniman itu bebas mengkritik apa dan siapa. Saya juga tidak mau dibantu oleh kalangan tertentu jika ada pamrihnya. 

(MA/Islamindonesia)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *