Satu Islam Untuk Semua

Saturday, 13 August 2016

SOROTAN—Kenapa Lembaga Percetakan Al-Qur’an Bisa Mati Suri?


IslamIndonesia.id—Kenapa Lembaga Percetakan Al-Qur’an Bisa Mati Suri?

 

Lembaga Percetakan Al-Qur’an dibangun dengan dukungan dana APBN mencapai Rp 30 Miliar dan dikelola sebagai Badan Layanan Umum (BLU) di bawah pembinaan Kemenag.

Percetakan yang berdiri di atas lahan 1.530 meter, di Jalan Raya Puncak, Km 65, Ciawi, Bogor, Jawa Barat, itu diresmikan pada 15 Nopember 2008 silam dan mulai berhenti beroperasi sejak pertengahan 2015 lalu.

Di dalamnya masih terdapat mesin pracetak, mesin cetak web, mesin cetak warna, mesin cetak sheet DS4, dan mesin-mesin lainnya. Semua mesin yang ada, menurut mantan Menteri Agama Maftuh Basyuni, tergolong sebagai mesin cetak terbaik yang pada saat pembeliannya sudah mendapatkan rekomendasi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di era Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I. Tak heran bila percetakan tersebut tergolong modern, dengan kapasitas produksi mencapai 1,5 juta eksemplar per tahun.

Semula, percetakan itu diharapkan dapat menjadi awal untuk menentukan bentuk standard pelat baku untuk meminimalkan salah cetak Al-Qur’an. Melalui standar pengawasan mutu ketat yang ditangani Lajnah Pentashih Al-Qur’an, diyakini kasus kesalahan cetak akan dengan mudah bisa dihindari. Tapi kini, kondisinya sudah ibarat mati suri dan hanya ditunggui penjaga, karena sudah hampir satu tahun tak beroperasi lagi.

Padahal 8 tahun lalu, kehadiran percetakan Al-Qur’an ini terhitung sudah lebih dari 38 tahun dinanti-nantikan. Sayangnya, tak lama setelah Maftuh lengser, mencuat kasus korupsi Al-Qur’an di era Menag Suryadharma Ali.

Ditemui di rumahnya, Maftuh Basyuni menyatakan, percetakan Al-Qur’an Kemenag tampaknya bakal segera “dikubur” dan mesin-mesinnya yang bernilai puluhan miliar itu segera akan menjadi besi tua.

Maftuh menyatakan tak habis pikir dana yang diinvestasikan demikian besar dan diharapkan dapat memenuhi harapan program satu rumah umat Islam dapat memiliki satu Al-Qur’an itu, dalam perjalannya mesti masuk “liang kubur” alias mati tak terurus.

Salah satu di antara penyebabnya kata Maftuh, karena di lingkungan Kementerian Agama, masih saja ada oknum yang tidak suka jika percetakan Al-Qur’an milik Kemenag itu dapat berjalan dengan baik dan lancar. Alasannya, karena bila percetakan itu berjalan normal, tentu ke depan pengadaan Al-Quran tak perlu lagi dilakukan dengan sistem tende. Atau dengan kata lain, tak lagi ada peluang berburu komisi dari tender tersebut.

Benarkah kasus mati suri Lembaga Percetakan Al-Qur’an Kemenag ini akibat urusan matinya peluang beroleh komisi?

Wallahu ‘a’lam…

 

EH/IslamIndonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *