Satu Islam Untuk Semua

Tuesday, 24 January 2017

Soal Kasus Bendera, Yusril: Polisi Jangan Gegabah, Birokrat dan Aparat Saja Jarang Paham Aturan Tersebut


islamindonesia.id – Soal Kasus Bendera, Yusril: Polisi Jangan Gegabah, Birokrat dan Aparat Saja Jarang Paham Aturan Tersebut

 

Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan, polisi harus berhati-hati dalam menerapkan pidana dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 terkait penggunaan atribut atau bendera merah putih. Pasalnya, ada spesifikasi khusus yang membedakan bendera RI dengan bendera lainnya.

Kasus pelecehan bendera ini tengah diusut oleh polisi terkait ditemukannya bendera merah putih yang digambari lambang tertentu saat aksi demonstrasi di Mabes Polri, pekan lalu.

“Saya menghimbau polisi untuk bersikap obyektif dan mengambil langkah hukum yang hati-hati,” ujar Yusril melalui keterangan tertulis, Senin (23/1/2017).

Menurut undang-undang, bendera negara RI punya ukuran tertentu, yakni lebar bendera adalah dua pertiga ukuran panjangnya. Ukurannya juga sudah diatur sesuai keperluan tertentu. Bahannya harus terbuat dari kain yang tidak mudah luntur.

Yusril menganggap, kain yang tak memenuhi kriteria itu tak bisa disebut bendera negara RI.

“Dengan demikian, tidak semua warna merah putih adalah otomatis bendera negara RI,” kata Yusril.

Pasal 24 UU No 24 Tahun 2009 itu memuat antara lain larangan merusak, merobek, menginjak-injak, membakar atau melakukan perbuatan lain dengan maksud untuk menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan bendera negara.

Ada juga larangan terhadap setiap orang untuk mencetak, menyulam, dan menulis huruf, angka, gambar atau tanda lain dan memasang lencana atau benda apapun pada bendera negara.

Yusril mengatakan, semestinya yang dikenakan pidana hanyalah orang yang secara sengaja menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan bendera negara.

“Jadi mereka yang tidak sengaja dan tidak mempunyai niat untuk menodai, menghina dan merendahkan kehormatan bendera negara, tidaklah dapat dipidana karena perbuatannya itu,” kata Yusril.

Yusril mengatakan, jika tak ada batasan spesifikasi untuk disebut sebuah penghinaan terhadap bendera merah putih, maka akan banyak sekali orang yang dijerat. Oleh karena itu, polisi diminta bijaksana dan tak tergesa-gesa dalam melakukan penegakan hukum.

Jangan sampai muncul kesan polisi sengaja mengincar kelompok tertentu untuk dikriminalkan.

Menurut Yusril, seagian besar masyarakat belum mengetahui bahwa perbuatan tersebut dilarang dan dapat dipidana.

Bahkan, tak sedikit birokrat dan aparat penegak hukum itu sendiri juga tak memahami soal aturan tersebut. Hal tersebut terlihat dari banyaknya gambar di media sosial yang menunjukkan bendera merah putih dibubuhi berbagai logo dan tulisan.

Salah satu contohnya, kata Yusril, pada pelaksanaan ibadah haji, ada tulisan pada bendera merah putih untuk menandakan rombongan agar tak tersesat.

“Pelanggaran pasal larangan itu perlu persuasif karena masyarakat awam, bahkan pejabat negara, birokrat dan bahkan penegak hukum sendiri banyak yang belum paham tentang bendera negara, ukuran, bahan pembuatannya, tatacara penggunaannya dan larangan-larangannya,” kata Yusril.

Polri telah menahan Nurul Fahmi, orang yang diduga membawa bendera saat aksi demontrasi di Mabes Polri. Pada bendera itu, terdapat tulisan Arab dan di bawahnya ada gambar pedang bersilang.

Menurut Yusril, pengenaan pidana terhadap apa yang dilakukan Fahmi adalah sesuatu yang berlebihan. Pasal tersebut semestinya dikenakan terhadap mereka yang dengan sengaja merusak, merobek, menginjak-injak, membakar dan seterusnya dengan maksud untuk menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan bendera negara.

Sementara itu, ia menganggap Fahmi tak punya faktor kesengajaan dalam melakukan ini.

“Dia hanya membawa bendera merah putih yang ditulisi kalimat tauhid dan digambari pedang bersilang. Karena itu, pasal yang tepat dikenakan untuk Fahmi adalah Pasal 67 huruf c yakni menulis huruf atau tanda lain pada bendera negara,” kata Yusril.

Yusril menduga polisi sengaja mengenakan Pasal 66 yang lebih berat kepada Fahmi. Ancaman pidana dalam pasal itu maksimal lima tahun. Padahal, kata dia, semestinya polisi hanya perlu melakukan langkah persuasif terhadap Fahmi.

Kalaupun hukum ditegakkan, semestinya temuan bendera sejenis juga diusut dan mendapat perlakuan sama seperti Fahmi.

“Jika langkah penegakan hukum itu hanya dilakukan terhadap Fahmi, terkesan penegakan hukum ini terkait langsung maupun tidak langsung terhadap FPI,” kata Yusril.

“Sementara perorangan yang terkait dengan ormas-ormas yang lain yang melakukan hal yang sama, belum ada langkah penegakan hukum apapun juga,” lanjut dia.

Sekadar informasi, setelah diperiksa sejak Kamis (19/1/2017), Fahmi, tersangka yang membawa bendera Merah Putih yang dibubuhi tulisan Arab, menuturkan motifnya kepada polisi.

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono mengatakan Fahmi terinsipirasi oleh Tentara Keamanan Rakyat (TKR).

“Dia mencontoh zaman dulu kayak TKR. Barisan Keamanan Rakyat zaman dulu,” kata Argo di Mapolda Metro Jaya, Minggu (22/1/2017).

Fahmi mengaku tak dipaksa atau diperintah. Pemikiran untuk mencoret bendera Indonesia merupakan idenya sendiri.

Simpatisan Front Pembela Islam itu lalu memutuskan untuk ikut aksi di depan Mabes Polri dan mengibarkan bendera hasil “karya”nya.

 

EH / Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *