Satu Islam Untuk Semua

Saturday, 11 March 2017

Soal DPR Lembaga Terkorup, Buya: Entah Rakyat Mana yang Mereka Wakili


islamindonesia.id – Soal DPR Lembaga Terkorup, Buya: Entah Rakyat Mana yang Mereka Wakili

 

Mantan Ketua Umum Muhammadiyah Prof. Ahmad Syafi’i Ma’arif menyinggung survei yang menyebut DPR sebagai lembaga negara paling korup menurut persepsi masyarakat Indonesia. Temuan ini menjadi sedemikian pekat ketika KPK menyebut 51 anggota DPR periode 2009-2014 diduga terlibat korupsi megaproyek KTP elektronik.

Ironisnya, lanjut Syafi’i, fenomena ini terjadi ketika ketimpangan sosio-ekonomi di Negeri Pancasila ini sudah berada di lampu merah.  Jika ada lembaga tinggi negara yang masih membisu dan gagap menyebut isu ketimpangan ini, maka lembaga itu adalah yang berkantor di Senayan yang bangga menyebut dirinya sebagai wakil rakyat.

“Entah rakyat mana yang diwakili, kita tidak tahu. Mungkin penyebutan sebagai lembaga wakil partai politik lebih tepat,” kata pria yang akrab disapa Buya ini seperti dalam tulisannya di harian Republika, 28/2.

Bagi Buya, sudah cukup banyak wakil partai yang berkantor di Senayan ini menjadi pasien KPK. Dalam berbagai survei pun, ternyata lembaga ini adalah yang paling korup di negeri ini.

Belakangan, masalah ketimpangan ekonomi juga ramai dikomentari menyusul informasi dalam The South China Morning Post, 23 Februari 2017.  Dalam hal ini, TSCMP mengangkat judul,  “Jurang kekayaan: empat orang terkaya Indonesia melebihi harta 100 juta orang termiskin.”

Angka ini berdasarkan survei yang dilakukan oleh Oxfam, sebuah konfederasi internasional dari organisasi-organisasi amal dengan titik perhatian utama untuk melawan kemiskinan global, didirikan tahun 1942, berpusat di Inggris.

Sebagai LSM tingkat dunia yang telah berpengalaman selama 70 tahun, Oxfam yang bekerja sama dengan lebih 90 negara, maka temuan teranyarnya tentang ketimpangan ekonomi di Indonesia memang sudah berada di ambang batas toleransi.

Kalimat pertama yang terbaca dalam laporan itu yaitu: “Empat orang Indonesia terkaya, hartanya melebihi milik 100 juta rakyat termiskin di negeri itu, sebuah kajian menemukan, sambil menyoroti betapa besarnya jumlah rakyat yang terpinggirkan saat ekonomi membengkak.”

Presiden Joko Widodo dinilai masih gagal memenuhi janji-janjinya untuk memerangi ketidakadilan sambil menekankan agar pemerintah menaikkan pengeluaran bagi kepentingan pelayanan publik, dan agar korporasi dan orang kaya membayar pajak lebih besar.

TSCMP mengutip lebih lanjut: “Indonesia telah menikmati sebuah pembengkakan ekonomi yang telah mengurangi jumlah rakyat yang hidup dalam kemiskinan ekstrem, tetapi jurang antara kaya miskin semakin melebar dibandingkan dengan negara Asia Tenggara mana pun selama 20 tahun terakhir, temuan kajian Oxfam.”

Kajian itu juga membeberkan pada tahun 2016, kekayaan kolektif empat taikun itu berada pada angka 225 miliar dolar Amerika. Menurut daftar orang kaya dari Forbes, mereka yang terkaya itu termasuk dua bersaudara Michael Hartono dan Budi Hartono, dan Susilo Wonowidjojo, semuanya adalah penguasaha rokok.

Sebagaimana kita ketahui, para taikun ini menjadi demikian kaya raya adalah juga karena sumbangan rakyat miskin perokok yang jumlahnya puluhan juta, tersebar dari kawasan perkotaan menembus sampai ke daerah pelosok yang jauh terpencil di seluruh nusantara.

Di warung-warung, di atas kendaraan, bahkan di ruang ber-AC (bagi yang sedikit kaya), asap rokok itu terus saja mengepul. Iklan rokok terpampang di mana-mana, sekalipun di bawahnya tertulis: merokok membunuhmu!

Inilah suasana terkini dari Negara Pancasila kita, ketimpangan ekonomi semakin tajam yang diragakan dalam perbandingan angka di atas. Pemerintah sudah punya tekad bulat untuk melawan ketimpangan itu, tetapi alangkah sulitnya.

“Banyak faktor penghambatnya, termasuk sikap mental bangsa ini yang sulit berubah ke arah proses perbaikan radikal dan menyeluruh.”

Para taikun dan pendukungnya di Senayan tentu akan berupaya keras agar UU Pertembakauan tidak sampai mematikan perusahaan mereka yang menggiurkan itu.

“Dan ironisnya, rakyat jelata yang ketagihan tembakau adalah sasaran empuk yang turut serta melestarikan ketimpangan ekonomi itu. Sebuah lingkaran setan yang belum ditemui jalan keluarnya. Quo vadis Negara Pancasila?”

Sebelumnya, survei yang dirilis Global Corruption Barometer (GCB) memperlihatkan 65% masyarakat Indonesia menganggap level korupsi meningkat dalam 12 bulan terakhir. Dalam hal ini, GCB mengukur persepsi masyarakat terhadap kinerja pemberantasan korupsi di Asia Pasifik.

Survei GCB di Indonesia meliputi 1.000 responden berusia 18 hingga 55 tahun, yang tersebar di 31 provinsi dengan metode wawancara langsung maupun melalui telepon mulai 26 April sampai 27 Juni 2016.

Hasilnya, sebagian besar masyarakat menempatkan DPR di peringkat pertama lembaga negara yang dianggap korup, diikuti birokrasi pemerintah, dan DPRD. Dalam survei GCB yang dilakukan sebelumnya 2013, kepolisian dianggap sebagai pihak paling korup oleh para responden sedang DPR berada di peringkat dua. []

 

 

YS/ islam indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *