Satu Islam Untuk Semua

Thursday, 01 November 2012

Simbiosis Haram Bajak Somalia


Sebagian rakyat miskin di Somalia menjuluki mereka sebagai pahlawan. Namun dunia menyebutnya sebagai para kriminal.

Suatu siang yang panas di Eyl,Somalia. Beberapa bocah terlihat main perang-perangan. Salah satu di antaranya terlihat tengah membawa seruas papan yang dibentuk laiknya AK 47. Moncong senjata mainan itu tertuju ke kepala seorang anak lainnya yang tengah berjongkok,meniru adegan seorang tawanan. “Percayalah, anak-anak itu tengah terobsesi untuk menjadi bajak laut,”kata seorang lelaki tua yang menolak namanya disebut.

Kata-kata lelaki tua itu bisa jadi benar. Sebelumnya, praktek perompakan bukan sesuatu yang popular di kalangan masyarakat Somalia.  Profesi itu hanya jadi milik seorang anak muda yang sudah kadung tak memiliki harapan untuk hidup secara normal.

Namun  beberapa waktu terakhir, situasi ekonomi dan politik di negera yang terletak di Afrika Timur mulai tak terkendali: harga-harga bahan pangan meningkat sementara pemerintahan  yang berkuasa  secara politik sudah dianggap tidak ada.

“Situasi sosial, ekonomi dan politik yang buruk di Somalia membuat para bajak laut merompak kapal,” kata Cyrus Mody dari Dinas Maritim Internasional. Sebuah organisasi maritim yang berbasis di London.

Dinas Maritim Internasional menyebutkan  sebanyak 42 kapal telah dibajak di perairan Somalia sepanjang tahun ini. Informasi itu dikuatkan dengan pernyataan para ahli dari Kenya yang mengatakan bahwa kawanan bajak laut telah mengantongi US$ 30 juta uang tebusan.

Demi menghadapi situasi itu, pasukan militer Amerika Serikat (AS) dan NATO telah mengirim kapal perang untuk berpatroli di wilayah Teluk Aden.  Cina juga mengikuti langkah tersebut. Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa juga telah mengesahkan peraturan yang membolehkan tiap negara mengejar dan menangkap kawanan perompak di kawasan Teluk Aden.

Tahun lalu, pasukan Navy SEAL, Amerika Serikat berhasil membebaskan 19 awak  Maersk Line Limited. Itu adalah nama kapal yang memuat berbagai bantuan kemanusian ke Kenya. Bersama pembebasan mereka, beberapa bajak laut berhasil ditembak hingga tewas.

Namun kematian para bajak laut itu, membuat kawan-kawannya berang. Alih-alih berpikir untuk menyerah, mereka malah merencanakan untuk melakukan balas dendam.”Lihat saja, suatu hari nanti Amerika Serikat akan berduka dan menangis,” ancam Abdullahi Lami, salah seorang pimpinan bajak laut Somalia.

Dan memang aksi bajak laut Somalia kian hari semakin tak terkendali. Hingga kini, mereka diperkirakan sudah meraup keuntungan membajak lebih dari 1,65 trilyun rupiah. Dengan penghasilan besar seperti itu, wajar jika secara materi, kehidupan para bajak laut Somalia saat di darat memang sangat menggiurkan.

Bayangkan saja, sekali operasi mereka bisa meraup uang jutaan dolar. Itu seperti diakui oleh seorang bajak laut bernama Jama. Lelaki muda yang mengaku dirinya sebagai anggota penting sebuah kelompok bajak laut yang “mangkal” di Eyl, menyatakan pernah berhasil mengumpulkan US$ 375 ribu dalam satu operasi.

“Jumlah sebesar itu, cukup untuk membeli sebuah Toyota Land Cruiser dan membangun rumah dengan enam ruang tidur di Garowe, untuk keluarga saya,”katanya. Garowe adalah ibukota negara bagian Puntland, wilayah Nugaal di mana terdapat juga istana presiden dan kantor para menteri.

Hal yang sama diungkapkan pula oleh Ali Samatar kepada wartawan dari The Christian Science Monitor . Ia menyatakan, rasa jenuhnya menjadi nelayan, pekerjaan yang ia jalani sebelum menjadi bajak laut. Bagi salah seorang pimpinan sebuah kelompok  bajak laut Somalia itu, jika dirinya tetap berprofesi sebagai nelayan maka ia yakin tidak akan keluar dari kemiskinan. Lalu kenapa tidak memilih profesi lain?

“Saya tanya, apakah ada orang Somalia yang bisa mengumpulkan jutaan dolar kalau mereka melakukan pekerjaan lain? Kami dengan mudah bisa mendapat jutaan dolar untuk satu kali penyerangan…” katanya dalam nada bangga.

Tapi yang paling mengejutkan, setelah berhasil mendapat uang tebusan,tidak serta merta mereka menikmati semua hasil “jerih payah” itu. Ada jatah khusus bagi para pejabat setempat yakni 30%. Sisanya yang 20% untuk para pentolan, 20 persen untuk membeli amunisi dan logistik dan 30% baru dibagi-bagikan secara merata. Sebuah bentuk simbiosis haram antara pejabat dengan para kriminal. 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *