Satu Islam Untuk Semua

Tuesday, 08 September 2015

SEJARAH – Mengenal Khadijah Al Kubra (7)


Lahirnya Fatimah az-Zahra tidak hanya mengobati duka Khadijah atas wafatnya kedua putranya. Anak ketiga ini juga menjadi anugrah “cahaya mata” bagi ayahnya, khususnya dalam masa-masa getir yang kelak dialami Muhammad saw. Fatimah tumbuh di antara kedua orang tuanya yang berakhlak agung dan mulia. Jauh sebelum Muhammad mendapatkan mandat ilahi ‘Islam Rahmatan Lil ‘Alamiin’, sesungguhnya keduanya telah menjalankan ‘Islam’ yang penuh cinta dan bersendi rasionalitas. Keduanya tak pernah tercatat sebagai penyembah berhala dan akhlaknya di tengah-tengah masyarakat tanpa cacat.

Sejak usia muda, Muhammad telah dijuluki penduduk Makkah sebagai As Shodiq (yang benar) dan Al Amin (yang terpecaya). Di tengah masyarakat yang dikenal jahiliyah itu, Muhammad dan Khadijah menjalankan aktivitas sosial tanpa harus mengurung diri di dalam rumah.  Dalam sejarah, setiap prilaku Muhammad merupakan khutbah ‘tanpa kata-kata’.

Pada usia 40 tahun, Muhammad diperintahkan oleh Tuhannya, melalui Malaikat Jibril, untuk menyampaikan risalah Islam ke umat manusia.

Mandat Ilahi itu ia terima dengan, mula-mula, menyampaikan tanggungjawab atas kerasulannya kepada istrinya yang tercinta, Khadijah. Perempuan yang dijuluki Al Kubra (yang agung) itu dilaporkan dengan tulus berkata, “Tuhan adalah pelindungku Wahai Abul Qasim!” Ibu Fatimah ini melanjutkan, “Bergembiralah. Ia yang menggenggam kehidupanku adalah saksiku bahwa kau akan menjadi Rasul umat-Nya…Bukankah kau selama ini bersikap baik kepada kaum dan tetanggamu, murah hari kepada orang-orang miskin, ramah terhadap orang asing, menepati setiap janjimu dan selalu membela kebenaran?”

Adalah wajar bila Khadijah langsung menerima kerasulan suaminya dengan mengucap dua kalimat syahadat. Putri Khuwaylid ini termasuk dari segelintir orang Makkah yang masih mengikuti ajaran Nabi Ibrahim. Selain itu, Khadijah banyak belajar dari saudara sepupunya, Waraqah bin Naufal, yang telah melihat tanda-tanda kenabian pada diri Muhammad kala masih muda. Oleh sejarah, Khadijah tercatat sebagai Muslimah pertama yang mengamini kenabian dan kerasulan Muhammad. Perempuan inilah yang pertama kali shalat di belakang Rasul, setelah sebelumnya belajar tata cara wudhu dan sholat.

Belajar dari nabi-nabi sebelumnya, Khadijah sangat menyadari apa yang akan dihadapi suaminya. Sebagai istri sekaligus mukmin sejati, ia telah mewakafkan seluruh harta dan jiwanya untuk mendukung perjuangan Muhammad. Memasuki periode perjuangan ini, Khadijah menggenggam erat-erat firman Ilahi;

Katakanlah: “Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus, (yaitu) agama yang benar, agama Ibrahim yang lurus, dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik.”

Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta Alam. Tiada sekutu bagiNya, dan demikianlah itu yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyarankan diri (kepada Allah)” [QS. 6: 161-163]

Bersambung

 

Edy/ Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *