Satu Islam Untuk Semua

Sunday, 15 May 2016

SEJARAH – Mengenal Abu Dzar Al Ghifary, Sahabat Nabi Muhammad (Tamat)


IslamIndonesia.id – Mengenal Abu Dzar Al Ghifary, Sahabat Nabi Muhammad Saw (Tamat)

Meski telah ditinggal wafat oleh Nabi Muhammad saw, Abu Dzar tetap gigih berjuang di jalan Islam dengan keimanan dan kecintaannya pada Sang Rasul. Abu Dzar dan sahabat Nabi lainnya berjuang mempertahankan wilayah umat Islam ketika pasukan Romawi melancarkan serangan ke perbatasan. Begitu pun setelah hijrah ke Syam, Abu Dzar dan para sahabatnya berjuang menanamkan nilai-nilai ajaran Nabinya.

Sesama kaum Muslimin, sahabat Nabi yang cukup senior dibanding lainnya ini termasuk yang tak sungkan memberikan nasihat, termasuk kepada pejabat pemerintah. Suatu kali dalam sebuah pertemuan dengan pejabat pemerintah, Abu Dzar memberikan masukan meskipun akhirnya ditolak bahkan dikecam.

Abu Dzar akhirnya keluar dari pertemuan itu dengan sedih. Kata-kata yang diucapkan Nabinya dua puluh tahun yang lalu terngiang-ngiang di benaknya. Ketika itu, pemuda dari desa pinggir Madinah ini ditemukan tertidur di masjid oleh Rasulullah.

“Janganlah engkau tidur di masjid lagi. Apa yang engkau akan lakukan jika mereka mengusirmu dari masjid nanti?,” kata sang Nabi setelah membangunkan Abu Dzar.

“Saya akan pergi ke Syam …” Jawab Abu Dzar

“Jika mereka mengusirmu di sana?”

“Saya akan kembali ke masjid.”

“Jika mereka mengusirmu dari masjid?”

“Saya akan mengambil pedangku dan menyerang mereka”

Manusia pilihan Tuhan itu terdiam sejenak, lalu berkata dengan santun, “bolehkan saya mengarahkanmu kepada kebajikan?”

“Tentu saja wahai Rasulullah.”

“Dengarkanlah dan ikutilah.”

Demikian potongan percakapannya dengan baginda Nabi yang masih terekam dalam ingatannya. Seperti masa mudanya yang senantiasa kukuh dengan pendiriannya, Abu Dzar dikenal kritis pada kebijakan pemerintah yang ia anggap tidak adil dan berdampak ketimpangan sosial.

Ketika melayangkan kritik pada penguasa yang hidupnya bermewah-mewah, Abu Dzar membacakan  Al-Qur’an surah At Taubah, ayat 34, “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beri tahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.”

Sikap kritis pada kebijakan pemangku kekuasaan, khususnya kepada Gubernur Syam Muawiyah, membuat Abu Dzar diasingkan oleh aparat pemerintah ke selatan Lebanon. Di daerah yang sekarang ini dikenal dengan  Jabal Amil itu, Abu Dzar mengajar apa yang pernah ia perolah dari kekasih Tuhan, Muhammad Saw, ke murid-muridnya.

Meskipun telah diasingkan, Abu Dzar masih tercium menyuarakan perlawanan pada ketidakadilan. Dianggap mengganggu ‘stabilitas’, Abu Dzar kembali dibawa ke kota Damaskus, ibu kota Syam. Oleh gubernur setempat, Abu Dzar ditawarkan hadiah agar sikapnya ke pemerintah berubah. Ternyata Abu Dzar menerimanya dan keluar dari Istana dengan membawa hadiah di tangannya. Setelah memberikan semua hadiah itu kepada orang-orang miskin yang ia temui, masih di depan istana megah itu, Abu Dzar kembali bersuara lantang.

“Allah mengutuk mereka yang berbicara kebajikan, namun tidak melakukannya. Allah mengutuk mereka yang mencegah orang dari melakukan perbuatan keji, namun mereka tetap melakukannya.”

Walhasil, Abu Dzar kembali ditangkap. Tentunya sang gubernur kembali berpikir keras untuk bisa meredam sikap Abu Dzar yang dikenal masyarakat sebagai sahabat Nabi itu. Akhirnya Abu Dzar dibawa ke Madinah. Di kota tempat penutup para Nabi ini dimakamkan, Abu Dzar sempat diminta pendapat prihal tempat pengasingannya. Sayangnya, semua pilihan Abu Dzar ditolak. Abu Dzar ditetapkan untuk diasingkan ke Al Rabadzah, timur jauh dari Madinah.

“Mahabesar Allah, benar apa yang dikatakan Rasulullah.”

“Apa yang telah beliau katakan padamu?” tanya sang pejabat pemerintah.

“Beliau berkata bahwa saya akan dicegah hidup di Makkah dan Madinah. Saya akan meninggal di Rabadzah lalu beberapa orang Irak, dalam perjalanannya menuju Hijaz, akan menguburkanku.”

Tidak ada yang berani mengantarkan Abu Dzar mengarungi gurun pengasingannya karena larangan dari aparat pemerintah. Meski demikian, para sahabat dan kerabatnya menyempatkan bertemu Abu Dzar sebelum meninggalkan Madinah. Satu per satu para sahabatnya itu memberi pesan untuk menguatkan Abu Dzar hingga air matanya menetes membasahi pipinya.

“Semoga Allah mengasihi kalian semua,” kata Abu Dzar membalas perhatian para sahabat dan kerabatnya itu.

Abu Dzar pun berjalan keluar dari Madinah mengarungi padang pasir yang luas menuju tempat dan waktu “yang dijanjikan”. Tiap ayunan langkah di bawah terik matahari yang panas itu, Abu Dzar senantiasa teringat apa yang pernah Rasulullah katakan kepadanya, “Abu Dzar, semoga Allah mengasihimu. Engkau akan hidup sendirian, meninggal sendirian, bangkit sendirian dari kematian dan masuk surga sendirian.” []

 

TAMAT

 

YS/KS/ IslamIndonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *