Satu Islam Untuk Semua

Tuesday, 25 November 2014

Secarik Surat Korban Pembantaian ISIS


Namanya Peter Kassig. Pekerjaan: sukarelawanan di kawasan membara, Suriah. Tragedinya adalah Islamic States of Iraq & Syria menangkap Kassig dan belasan serdadu Suriah lainnya, menyandera mereka untuk waktu yang lama sebelum akhirnya, maaf, menyembelihnya dan mempertontonkan video laknat itu via YouTube, awal pekan lalu. Di Amerika, setelah semua terkonfirmasi, keluarga mempublikasikan secarik surat Peter saat dalam penyanderaan. Islam Indonesia memilih menggaungkan surat itu mengingat isinya yang membawa pesan damai  dan optimisme:

Masih sulit untuk mempercayai bahwa semua ini benar-benar terjadi… aku yakin kalian mengetahui sekarang keadaan di sini kian menengangkan. Kami, para orang asing, telah dikumpulkan bersamadan sekarang setengahnya sudah menghirup kebebasan. Aku berharap semua ini bakal berakhir bahagia meski ada kemungkinan hal sebaliknya yang terjadi di detik terakhir, dan jika itu yang terjadi, kupikir ada baiknya untuk mengatakan beberapa hal.

Hal pertama yang ingin aku ucapkan adalah terima kasih. Baik kepada ayah dan ibu untuk segala hal yang telah kalian berdua persembahkan padaku sebagai orang tua; untuk semua yang telah kalian ajarkan, perlihatkan dan alami bersamaku. Aku tidak bisa membayangkan kekuatan dan komitmen yang kalian miliki untuk membesarkan putera seperti aku. Cinta dan kesabaran kalian adalah hal yang aku sangat syukuri.

Kedua, aku ingin kalian mengetahui keadaan di sini dan apa yang telah aku lalui langsung dari diriku sehingga kalian tidak perlu mengira-ngira, menebak atau membayangkan (biasanya membayangkan lebih buruh dari kenyataan). Secara keseluruhan aku baik-baik saja. Secara fisik, berat badanku turun tetapi aku tidak kelaparan dan aku tidak memiliki luka fisik. Aku anakmu yang kuat dan masih muda dan itu sangat membantu di sini.

Secara mental, aku yakin ini adalah hal terberat yang bisa dilalui seorang manusia, stress dan ketakutan sangat luar biasa, tetapi aku kira aku bisa mengatasinya sebisaku. Aku tidak sendirian. Aku punya beberapa teman; kami tertawa, bermain catur dan tebak-tebakan agar tetap fokus, berbagi cerita dan memimpikan rumah serta orang yang kami sayangi. Aku bisa saja tidak menerima keadaan, sebab kalian tahu bagaimana aku. Pikiranku pendek dan aku tidak sabaran. Tapi secara keseluruhan aku berusaha semampuku. Aku banyak menangis di bulan-bulan awal, tetapi sekarang kondisku lebih sedikit. Aku justru lebih mengkhawatirkan kalian, dan ibu dan juga teman-temanku.

Para penyekapku bilang bahwa kalian telah mencampakkanku atau tidak peduli pada nasibku. Tapi kami tahu kalian telah melakukan segalanya dan lebih dari itu. Jangan khawatir, Ayah. Jika kematian benar-benar menjemputku, aku tidak akan memikirkan yang lain kecuali sebuah kebenaran. Yakni ayah dan ibu lebih mencintaiku lebih dari apapun.

Aku tentu saja sangat takut dengan kematian. Tapi bagian yang paling susah adalah tidak mengetahui, harus mengira-ngira, berharap dan bertanya-tanya apakah masih ada harapan untuk selamat. Aku sangat sedih semua ini terjadi dan apa yang telah kalian semua lalui di sana. Jika aku benar-benar mati, setidaknya aku tahu kalian dan aku bisa menemukan perlindungan dan kenyamanan sebab telah mengetahui bahwa aku meninggalkan rumah sebab ingin mencoba meringankan penderitaan dan membantu orang yang membutuhkan.

Dalam keyakinanku, aku berdoa setiap hari dan aku tidak marah dengan keadaanku. Aku dalam keadaan yang sangat rumit secara dokmatis di sini, tapi aku merasa damai dengan kepercayaanku.

Aku harap surat ini mengiang selamanya dan tidak pernah dilupakan dan aku bisa terus berbincang-bincang dengan kalian. Ini semata agar kalian tahu aku selalu bersama kalian. Di setiap arus, di setiap danau, di setiap ladang dan sungai. Di hutan-hutan dan bebukitan, di semua tempat yang telah kalian perlihatkan padaku. Aku mencintai kalian.

(Andi/Islam Indonesia)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *