Satu Islam Untuk Semua

Tuesday, 31 December 2013

Satukan Dunia dalam Musik: Obituari Musisi Jazz Muslim Yusef Lateef


welingelichtekringen.nl

Tak banyak orang tahu bahwa belum lama ini, 23 Desember, seorang legenda jazz meninggal dunia. Dialah pemain saksofon dan flute Yusef Lateef, musisi peraih Grammy sekaligus satu di antara para musisi jazz Amerika pertama yang memeluk Islam. Seperti diumumkan pihak keluarga di website resminya, Yusef Lateef meninggal pada usia 93 tahun di rumahnya di Shutesbury, Massachussets.

Yusef menjadi salah satu pelopor bagi tampilnya flute sebagai instrumen jazz yang diperhitungkan. Pada dekade 50-60an, dia pun dikenal dengan permainan oboe-nya yang sulit tertandingi, menonjolkan jazz instrumental. Yusef tekun mengeksplorasi berbagai instrumen eksotik di seluruh dunia, dan menguasai antara lain seruling bambu, shenai (India), Arghul (Arab), shofar (Ibrani) serta seruling Fulani dari Afrika Barat.

Perawakannya yang tinggi besar diimbangi dengan cara bicaranya yang tenang dan jelas ala kaum intelektual, Yusef Lateef menggabungkan aspek intelektual dengan keterampilan bermain musik. Di awal kariernya, Yusef berperan besar dalam mencampurkan elemen-elemen musik dari berbagai sumber. Bahkan sejak rekaman pertamanya Yusef memainkan arghul disamping saksofon dan flute. Sejumlah komposisi pada album pertamanya juga sudah menggabungkan gaya ritem dan melodi berbagai musik dunia.

“Dalam setiap komposisi,” demikian tulis Leonard Feather pada 1975, “Yusef melibatkan segmen panjang yang merupakan kombinasi pengaruh musik klasik, impresionis, irama Timur Tengah, atau ritem Amerika Latin.”

Sebagaimana beberapa musisi—termasuk Duke Ellington hingga rekan semasanya seeprti Max Roach dan Sonny Rollins—Yusef keberatan terhadap penggunaaan kata “jazz” untuk menggambarkan karya-karyanya. Dia lebih menyukai istilah “autophysiopsychic music,” yang didefinisikannya sebagai “musik yang datang dari diri fisik, mental dan spiritual” seorang musisi.

Yusef mengakui pentingnya blues dalam musiknya serta dalam musik pada umumnya.

“Bblues,” ujarnya dalam sebuah wawancara pada 2003, “merupakan bentuk musik yang sangat elegan yang telah melahirkan banyak sekali komposisi indah. Saya mengakui pentingnya blues. Dan kalau orang-orang Afrika tidak dibawa ke Amerika sebagai budak, musik blues tak akan pernah lahir.”

Yusef Lateef terlahir dengan nama William Emanuel Huddleston pada 9 April 1920 di Chattanooga, Tennessee. Pada 1950, dia memeluk Islam dan mengubah namanya menjadi Yusef  Lateef (Yusuf yang Lembut). Nama-nama besar dalam musik jazz yang pernah bekerja sama dengannya antara lain gitaris Kenny Burrell, pemain bas dan komposer Charles Mingus, pianis Kenny Barron, alto saxophonist Julian “Cannonball” Adderley dan gitaris Grant Green.

Selain bermain dan menciptakan sejumlah komposisi musik, Yusef Lateef juga menerbitkan kumpulan cerita pendek Spheres dan Rain Shapes, dan sepasang novella berjudul A Night in the Garden of Love dan Another Avenue. Autobiografinya, “The Gentle Giant” ditulisnya bersama Herb Boyd.

Tiga tahun lalu Yusef, Lateef dinobatkan sebagai American Jazz Master oleh the National Endowment for the Arts. Sebelumnya pada 1987 dia meraih Grammy kategori Best New Age untuk komposisinya Yusef Lateef’s Little Symphony, di mana dia memainkan semua bagian instrumen musik.

Yusef Lateef meninggalkan seorang istri, Ayesha Lateef, putranya Yusef, seorang cucu perempuan dan beberapa cicit. [Sumber: LA Times]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *